tiga puluh dua


* giliran a yang gak dapet notif orang vote ato komen *

* u/ Tatabest6 yang gak sabar lihat Sebastian cemburu, bentar lagi yaa *





Sebastian memperhatikan gadis itu yang tengah berenang menjauh ke pantai, meninggalkannya untuk mengatasi rasa frustrasinya sendirian. Pria itu tidak yakin apa yang salah jika mereka memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan. Ia tidak bisa membuat lebih jelas lagi betapa tertariknya dirinya pada gadis itu dan jelas, perasaan itu berbalas, dilihat dari cara Andin meleleh dalam pelukannya dan menanggapi ciumannya. Yang menyisakan satu pertanyaan yang membuat frustrasi adalah mengapa Andin terus menolaknya?

Jika hal itu hanya dikarenakan Sebastian adalah bosnya, masalah itu bisa diselesaikan dalam waktu dua bulan. Ditambah lagi, mereka berdua sudah dewasa - selama mereka sama-sama bertanggung jawab dan dapat memisahkan antara bisnis dari kesenangan, segalanya akan baik-baik saja.

Ponsel yang ia simpan di rakit dengan aman, berdering dan Sebastian segera mengecek ID penelepon. Telepon itu berasal dari Maxon, salah satu adiknya. Sebastian menghela nafas berat lalu menjawab panggilannya. "Ya?"

"Sebby!" Adiknya berseru dengan riang. "Kudengar kau sedang berada di Itali."

Bibir Sebastian membentuk garis muram tatkala ia menyesal telah memberi tahu Clarabelle, adik bungsu mereka, tentang perjalanannya ke sini. Clara pasti yang memberi tahu Maxon, meskipun perbedaan usia mereka tujuh tahun, mereka sangat dekat dan saling berbagi rahasia. Sedangkan Sebastian, mirip dengan kakak tertua mereka Thornton, bukanlah tipe yang suka berbagi. Meskipun pria itu dingin dan cenderung mandiri, namun tidak ada yang tidak akan ia lakukan untuk keluarganya.

"Ya, aku di Sisilia sekarang," jawab Sebastian. "Ada apa? Apakah kau membutuhkan sesuatu? Aku tidak ingat kita memiliki restoran di sini kecuali yang bersatu dengan hotel."

Maxon Summers, adiknya, memiliki lini bisnis F&B keluarga mereka. Dari makanan kemasan di supermarket hingga restoran dan bar mewah semua ditangani oleh adiknya itu. Max sendiri adalah seorang koki yang luar biasa dan meskipun harus menangani semua resto dan cabang-cabangnya di seluruh dunia, sebagian besar waktu ia dapat ditemukan sedang sibuk dengan resep baru di salah satu dari restoran dengan tiga Michelin Stars di Washington D.C.

"Kita memang tidak punya," seru Maxon. "Tapi kita punya kebun anggur di sana."

"Benar." Sebastian membaringkan punggungnya di atas rakit dan memejamkan mata. "Jadi, apakah kau membutuhkanku untuk pergi ke sana dan menandatangani sesuatu untukmu?"

"Nah, teleponku bukan tentang bisnis, Brother."

Kerutan terbentuk di dahi Sebastian. "Lalu tentang apa?"

Maxon menghela nafas. "Ini tentang Piers."

Mata Sebastian segera terbuka dan ia mengutuk pada sengatan sinar matahari pada matanya. "Apa yang terjadi? Apakah dia baik-baik saja?" Mendorong dirinya bangun dengan sebelah siku, pria itu pindah ke posisi duduk.

"Ya, dia baru saja mengalami kecelakaan aneh di kamar mandi tapi dia baik-baik saja sekarang. Tapi kau tahu bagaimana Ibu. Ibu ingin kau pergi ke sana dan bertemu dan memastikan Piers benar-benar baik-baik saja. Aku telah mengatakan kepada Ibu bahwa kau ke sana untuk urusan bisnis tetapi Ibu bersikeras mengatakan bahwa kau mungkin memiliki waktu luang mengingat kau juga membawa pacarmu ke sana."

"Jika kau lupa, Andin juga adalah sekretarisku."

"Ah, aku tidak lupa. Aku juga mengatakan itu pada Ibu, tapi Ibu tetap ingin kau mampir ke rumah Piers."

Sebastian menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Bahkan tanpa ibunya memaksanya untuk melakukannya, Sebastian sudah pasti akan bertemu Piers jika dirinya tahu bahwa kakaknya mengalami kecelakaan - aneh atau tidak. Ia tidak perlu ibunya memberitahunya, apalagi memaksanya. Ia sangat peduli pada saudaranya terlepas dari apa yang semua orang yakini, tetapi tidak semua orang menunjukkan kasih sayang mereka dengan cara yang sama. Meskipun ia tidak memberi tahu keluarganya betapa ia mencintai mereka seperti Clara atau Maxon, ia mencintai mereka dengan caranya sendiri. Namun kadang-kadang bahkan keluarganya tidak dapat melihat hal itu di luar penampilan Sebastian yang dingin dan keras.

"Aku akan mampir ke tempatnya. Katakan pada Ibu untuk tidak khawatir."

"Oke."

Sebastian mengharapkan saudaranya untuk menutup telepon tetapi Maxon tidak melakukannya dan setelah beberapa detik, adiknya itu berdeham lalu berkata, "Um, Tony ingin berbicara denganmu."

Sebastian meletakkan jari-jarinya di pangkal hidung di antara kedua matanya dan memijat dirinya sendiri. Ia tahu apa yang akan dikatakan kakak sulungnya. Itu cukup mudah ditebak karena hanya ada dua kemungkinan: satu adalah ekspansi yang sedang mereka kerjakan dan yang lainnya tentang Andin. Dan karena Thornton sangat sadar bahwa Sebastian berada di Italia untuk bekerja dan diskusi tentang rencana ekspansi mereka dapat ditunda, kemungkinan besar kakaknya itu akan berbicara tentang Andin. Tidak diragukan lagi ingin memberikan beberapa nasihat 'bijaksana'. Terkadang Sebastian tidak mengerti. Ini adalah kehidupan pribadinya, ini adalah hubungannya dengan Andin. Keluarganya harusnya bahagia untuknya. Ibunya seharusnya senang tidak perlu menghabiskan lebih banyak usaha dan waktu untuk mencari seorang wanita untuk dinikahinya. Namun mereka semua bersikap menghakimi dan memperlakukan Andin dengan sedikit rasa hormat.

"Sebastian," Tony menyapa tanpa emosi, tetapi Sebastian sudah terbiasa. Lagipula, Thornton sangat mirip dengan dirinya sendiri dalam banyak hal daripada yang mau pria itu akui.

"Tony."

"Aku akan melakukan ini dengan cepat dan jika kau bertanya kepadaku, aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini. Memang benar kau saudara laki-lakiku, tetapi kehidupan pribadimu, terutama jika menyangkut wanita, bukanlah urusanku. Kita berdua tahu bahwa aku juga memiliki beberapa wanita, terutama setelah Ava berselingkuh dengan Josh Dvorak yang keparat itu," Thornton menghela nafas berat. "Itu semua menjadi masa lalu sekarang dan meskipun pernikahanku dapat terselamatkan tiga tahun yang lalu, dan bukan menjadi pernikahan yang gagal, Ibu masih berpikir aku harus memberimu nasihat." Kakaknya menghela nafas lagi, jelas Thornton juga tidak menyukai ini. Tetapi sekali lagi ketika menyangkut ibu mereka, tidak ada anak-anaknya yang punya pilihan.

"Oke, mari kita dengarkan kalau begitu."

Thornton berdeham. "Kupikir kau terlalu cepat memutuskan kali ini, Sebastian. Kau baru saja mengakhiri hubunganmu dengan aktris itu - aku lupa namanya, yang berdada besar."

"London Starr," Sebastian mengingatkan. Meskipun ia tidak benar-benar berkencan dengan London. Mereka hanya bercinta dan itu saja tidak cukup untuk dianggap sebagai dasar hubungan yang langgeng.

"Ya, kau baru saja mengakhiri hubunganmu dengan London dan sekarang kau bertunangan? Tampak bagi semua orang bahwa kau terburu-buru ke altar. Apa dia hamil?"

"Tidak," Sebastian mencibir. Andai saja kakaknya tahu bahwa mereka bahkan belum pernah berhubungan seks atau bahkan mendekati fase itu.

"Oke, lalu mengapa kau terburu-buru bak dikejar-kejar penagih utang? Kau baru berusia tiga puluh dua tahun."

Bukan buru-buru, pikir Sebastian. Ia memang ingin menikmati dan bersenang-senang dalam setiap antisipasi, lalu meresapi setiap kesenangan yang ia tahu akan datang dengan Miss Williams. Sangat tidak mungkin untuk menjelaskan bagaimana perasaannya tentang gadis itu kepada Thornton atau orang lain.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, Tony. Seperti yang kau katakan, aku berusia tiga puluh dua tahun ini. Aku bukan anak kecil."

"Oh, percayalah, Brother, aku sama sekali tidak peduli dengan masalah ini, tetapi yang lain, terutama Ibu dan Ayah, sangatlah peduli."

Sebelum Sebastian dapat memberikan jawaban, ia mendengar saudaranya berkata, "Dengar, aku patah hati saat tahu betapa buruknya jika pernikahanmu gagal. Anak-anakku menderita karenanya. Jadi meskipun aku tidak ingin terlibat dalam bisnismu, aku tidak bisa berdiam diri dan mengabaikannya. Apakah kau ingat ketika akan akan menikahi Ava dan semua orang menentang? Aku tidak mendengarkan siapa pun dan kemudian Ava menyelingkuhiku. Ya, kau mungkin mengatakan bahwa kita berdua telah menebus kesalahan dan semuanya baik-baik saja sekarang, tetapi itu tidak berarti bahwa aku dapat membiarkanmu mengalami hal yang sama seperti yang sudah kualami. Aku tidak bisa mengabaikannya saat kau terlibat dalam kekacauan lain dengan seorang wanita. Ingat di universitas? Jauh sebelum kau menjadi playboy seperti sekarang ini? Ingat Hollie? Kau memburunya ke tempat tidur pada malam pertama kau bertemu dengannya, lalu menghabiskan empat bulan berikutnya mengetahui betapa menyebalkannya dia sebenarnya. Kau terlalu cepat dalam berlomba, Seb. Kau beruntung bahwa kau tidak bertunangan dengannya. Bagaimana jika iya? Bagaimana jika kau kemudian menyadari bahwa Andin tidak ditakdirkan untukmu?"

Ini berbeda. Sebastian bisa merasakannya. Dirinya telah mengenal Andin selama hampir lima tahun dan meskipun itu tidak pada tingkat pribadi, ia masih tahu kepribadian gadis itu dan ia tidak suka cara Thornton menghubungkan Andin dengan Hollie. Mereka adalah dua orang yang berbeda. Kesal dengan kritik kakak laki-lakinya, Sebastian membalasnya dengan suara mematikan. "Lihat siapa yang berbicara?"

"Ya, aku melakukannya juga," Thornton membalas. "Mengambil apa yang ada di sana setiap kali aku merasakan dorongan. Tidak ada salahnya dilakukan dengan orang yang bersedia. Tapi seks yang hebat tidak berarti apa-apa saat kau menemukan bahwa kalian tidak memiliki kesamaan dan kalian berusaha menarik minat satu sama lain tapi tidak ada kecocokan di sana. Seperti kau dan Hollie. Katakan bahwa aku salah dan aku akan tutup mulut."

"Sejak kapan kau jadi sebijaksana ini?" Sebastian bertanya. "Kau tadi mengatakan bahwa kau tidak peduli karena ini adalah urusan pribadiku."

Kakak laki-lakinya menghela nafas lagi. "Dengar, kau bilang bahwa Andin penting bagimu."

"Memang." Sebastian tidak menyadari apa artinya itu sampai ia mendengar dirinya sendiri mengatakannya.

"Kalau begitu perlakukan dia dengan benar. Kenali dia lebih baik. Aku tahu kau akan melemparkan fakta bahwa dia telah bekerja untukmu selama bertahun-tahun sekarang ke mukaku," kata Thornton sebelum Sebastian memiliki kesempatan untuk mengatakan hal yang sama persis yang baru saja dikatakan kakaknya. Tampaknya mereka benar-benar mirip dan saudaranya mengenalnya dengan baik. "Tetapi sebelum kau lakukan itu, aku harus mengingatkanmu bahwa kau hanya mengenalnya secara profesional. Bicaralah dengannya lebih sering, terbukalah sehingga dia juga terbuka kepadamu. Apabila, katakanlah dalam setahun, kau mengatakan bahwa kau masih ingin menikahinya maka aku akan dengan senang hati memberitahu anggotkeluarga kita yang lain untuk tutup mulut."

Kesepakatan yang sudah biasa di antara mereka datang dan Sebastian tidak dapat menahan senyum.

"Well noted, Brother."

Segera setelah ia mengakhiri panggilan, Sebastian kembali ke pantai. Kakaknya benar dan meskipun semua pertunangan ini hanya tipuan, ia benar-benar ingin mengenal Andin lebih baik dan mudah-mudahan ia bisa meyakinkan gadis itu bahwa mereka memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang Andin kira. Dan mungkin, mungkin saja, gadis itu akhirnya akan menerimanya.

Sebastian sedang berjalan di pantai sambil tersenyum-senyum sendiri tatkala mata birunya mengamati sekelilingnya, mencari Andin. Namun ketika laki-laki akhirnya menemukan Andin, senyumnya hilang tanpa jejak karena ia mendapati Andin berbicara dengan Roberto Capaldi. Sebastian mengawasi mereka, terutama tangan Roberto di rambut Andin sambil berjalan mendekat ke arah mereka. Ketika ia sudah cukup dekat, Sebastian berhenti dan mengucapkan salam.

"Halo, Roberto."

* * * * * * *

A/N: gimana menurut kalian akan tony dan nasehatnya? syapa yang di sini setuju dengan tony?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top