* tiga puluh


* lagi sepi jadi bolehlah update lagi *

Sebastian pergi untuk mengambil celana renang, handuk pantai, dan barang-barang lainnya sementara Andin menunggu di lobi hotel. Saat Sebastian pergi, gadis itu mencoba memikirkan kembali keputusannya untuk menghabiskan waktu bersama pria itu. Akan sangat konyol dan kekanak-kanakan jika ia membatalkan pada menit-menit terakhir. Dan sebelum dirinya bisa memikirkan alasan lain untuk membatalkannya, pria itu telah kembali.

Hotel ini memiliki pantai pribadi dengan pasir terhampar dan ruang ganti sendiri. Setengah jam kemudian, Andin muncul dari kabin kecil dan menemukan Sebastian berdiri di tepi air dengan celana renang hitam, menatap jauh ke laut biru. Tidak seperti dirinya, pria itu berkulit agak kecoklatan akibat panas matahari dan juga gen Italia-nya, tubuh ramping yang kekar bugar dan atletis, bahunya yang lebar dan punggungnya yang berkulit mulus menuju ke pinggul yang ramping dan paha yang panjang dan berotot. Dengan enggan gadis itu berjalan ke arah Sebastian, sepenuhnya sadar akan banyaknya tatapan dari beberapa pemuda yang bermain bola pantai di atas jaring yang dipasang beberapa meter jauhnya. Salah satu dari mereka bersiul pelan, mengatakan sesuatu dalam bahasa Italia yang Andin tidak mengerti.

Sebastian berbalik dan melihatnya berjalan ke depan. Andin merasa sangat malu dengan minimnya bikini merahnya, selain marah pada dirinya sendiri dan orang-orang di sekitar. Rambut hitamnya tergerai di bahunya seperti tirai sutra yang menyapu kulit telanjangnya tatkala gadis itu bergerak.

"Kau terlihat beberapa tahun lebih muda," gumam pria itu ketika Andin bergabung dengannya.

Gadis itu melirik dada cokelat telanjang, dan langsung menyesal karena pemandangan itu hanya menyebabkan bibirnya terasa kering.

"Saya akan berenang," katanya dengan tegas sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari Sebastian. Andin berjalan menuju tepi dan menyelam ke dalam air, berpikir bahwa pria itu akan memilih untuk tetap berada di pantai dan menikmati terik matahari.

Sebastian mengejutkannya dengan mengikuti di belakang Andin. Kepalanya yang gelap muncul di gelombang di depan gadis itu, naik dan turun di atas air laut, lengannya bergerak berirama di atas kepalanya. Andin terkejut dan secara tidak sengaja mundur sehingga ia nyaris akan terkapar ke belakang jika bukan karena tangan berotot Sebastian yang dengan sigap mencengkeram pinggangnya. Air mengalir dari rambut Andin ketika ia akhirnya menemukan keseimbangannya, rambut basahnya yang panjang menempel di sisi wajahnya.

"Saya pikir Anda akan pergi berjemur."

"Well, seseorang harus mengawasimu," jawab pria itu sambil mengangkat bahu.

"Apa?" Gadis itu menyipitkan matanya, merasa sedikit tersinggung. "Saya bukan anak kecil. Saya akan baik-baik saja sendirian."

"Aku tidak bilang kau anak kecil. Berhentilah menaruh kata-kata di dalam mulutku, Miss Williams. Kau sering melakukan itu akhir-akhir ini." Pria itu menatapnya dengan tajam lalu menghela nafas berat. "Kau berenang cukup jauh dari keramaian dan aku khawatir kau akan mengalami kram otot."

Dan baru saat itulah Andin menyadari bahwa mereka berdua telah berada jauh dari pantai dari yang ia sadari "Oh."

Andin bernapas lebih cepat dari biasanya, lelah akibat berenang. Pria itu sepertinya menyadari hal itu dan mendorong Andin ke rakit yang baru saja Andin sadari telah dibawa pria itu. Sebastian membantunya naik ke atas rakit itu sebelum ia sendiri ikutan naik.

Kilauan matahari di atas air menyilaukan mata Andin sejenak. Gadis itu menatap kembali ke pantai, mengamati kemilau jendela hotel, pemandangan pohon palem yang berkilauan, gedung-gedung putih, dan sosok-sosok kecil di atas pasir.

Sebastian membuang muka, tampak kesal dengan perilaku Andin meskipun tangan pria itu masih melingkar di pinggang Andin. Lalu tiba-tiba pria itu mendorong rambut basah Andin ke belakang dalam satu gerakan santai, dan sentuhan itu membangunkan sensasi dalam diri Andin yang membuat gadis itu berbalik, dan berkata tajam. "Tolong jangan sentuh saya!" Responsnya adalah naluriah, marah, dan melindungi diri.

Mata biru pria itu mengeras. "Kau sudah mengatakan itu berulang kali dan aku muak mendengarnya!"

Tangannya meraih gadis itu, menggapai kulit basah Andin yang terasa hangat oleh matahari sampai gadis itu tersentak.

"Look, Sir, ini benar-benar tidak pantas!" kata Andin dengan waspada, tetapi pria itu mendorongnya ke belakang meskipun Andin berusaha melawan, sampai punggung gadis itu menempel pada rakit, tubuh Sebastian menekannya ke dasar rakit yang kokoh. Tangannya memegangi kepala gadis itu dengan kuat saat Andin melawannya, meronta ke samping untuk melarikan diri. "Kita tidak bisa melakukan ini."

Mereka saling menatap, terkunci dalam duel tanpa suara, lalu pria itu menundukkan kepala ke bibir Andin yang terbuka dan gadis itu sadar akan tatapan pria itu seolah-olah pria itu menciumnya. Andin tidak bisa melepaskan diri, otot paha pria itu menahannya dengan kuat di bawahnya, bahunya yang lebar menahan Andin sehingga ia hampir tidak bisa bergerak. Sebastian menggerakkan jari-jarinya, perlahan-lahan mengurai gumpalan basah rambut panjang gadis itu. Andin bisa merasakan jantungnya yang berdetak cepat di dadanya, dan dalam kesunyian siang yang menjebak mereka bersama, Andin dapat mendengar detak jantung pria di atasnya.

Mengakui kekalahan, Andin hanya berbaring diam, mengawasi pria itu. Kekerasan tampaknya telah hilang dari wajah pria itu. Tangannya bergerak di sepanjang pipi Andin, jari-jarinya lembut, dengan perlahan membelai kulit gadis itu sampai ujung jarinya menyentuh dengan lembut garis mulutnya yang bergetar, mengusapnya seolah-olah pria itu ingin tahu tentang rasa dan bentuknya. Tangan Andin yang tadinya berusaha mendorong pria itu namun gagal menegang di bahu cokelat lebar pria itu, ia tidak lagi berusaha untuk melarikan diri. Kehangatan tubuh pria itu meresap ke tubuhnya sendiri, kulit mereka yang basah bersentuhan, paha dan betis yang kuat menempel di kaki Andin.

Andin mencoba menemukan apapun agar bisa digunakan sebagai arguman dengan Sebastian, tetapi otaknya tidak bisa memikirkan apa pun. Yang bisa ia pikirkan hanyalah goyangan rakit di bawah punggungnya dan gerakan erotis lambat dari tangan Sebastian di wajahnya.

"Tian," kata Andin, memaksakan nama itu ke bibirnya dalam upaya untuk membawa dirinya kembali dari ambang ketidaksadaran.

"Hmm?" pria itu bergumam sebagai tanggapan, dan gadis itu tahu bahwa pria itu sedang tersenyum Hanya dengan merasakan bibir pria itu bergerak di atas bibirnya.

"Anda adalah bos saya. Anda bukan kekasih saya."

"Damn it," bentak Sebastian, tiba-tiba dengan kasar. "Kenapa kau terus mengatakan itu?!"

"Karena itu adalah kenyataan," bisik gadis itu putus asa.

"Is it?" Sebastian bertanya dengan malas, dan jari-jarinya yang menggoda meluncur dengan lembut di tenggorokan Andin, merangsang kulitnya untuk meresponsnya, sampai pria itu menundukkan kepalanya tanpa tergesa-gesa, membuat gadis itu menunggu, jantungnya berdebar kencang, dan bibir pria itu terasa menggelitik kulit sensitif yang telah dibelainya, membuat mata gadis itu terpejam karena ketidakberdayaan yang mendadak. "Apakah aku hanya diperbolehkan menjadi salah satu saja? Mengapa aku tidak bisa menjadi keduanya? Hmm? Mengapa aku tidak boleh menjadi bos sekaligus kekasihmu?"

* * * * * * *

Ngeri dengan kejadian memalukan yang barusan terjadi, Andin membuka matanya lagi dengan cepat. "Karena aku tidak menginginkanmu," gadis itu berbohong dengan sengit.

"No?" Ada tawa dalam suara pria itu. Sebastian mengusap bahu gadis itu seolah mencari celah-celah rapuh di antara kulit kuning langsatnya yang halus.

"Sebastian, hentikan, please," kata Andin saat ia semakin takut pada dirinya sendiri daripada pria itu, dan dengan malu menyadari bahwa ia sangat ingin menyentuh pria itu ketika Sebastian menyentuhnya, telapak tangan Andin berkeringat di bahu pria itu, bergeser gelisah, dirasuki oleh gairah di dalam dirinya untuk menyentuh pria itu.

Berganti pasangan tidur seperti yang selalu pria itu lakukan selalu membuat Andin jijik. Bagaimana, dia bertanya pada dirinya sendiri dengan getir, bisa ia sekarang bimbang antara kebutuhan fisik yang mendesak, dan prinsip moralnya? Mengabaikan kata-kata Andin, jari-jari pria itu dengan cekatan menelusuri payudara gadis itu, lalu dengan gelombang kesadaran yang tiba-tiba, Andin dapat merasakan pria itu mulai mengendurkan tali di antara cup bikini merah kecil itu.

"Stop!" Punggung gadis itu melengkung dalam protes. Tangannya mendorong dada Sebastian, kuku-kukunya mencakar pria itu tatkala ia berusaha melepaskan diri. Pria itu meraih pergelangan tangan Andin yang ramping dan dengan mudah menariknya, melingkarkan tangan gadis itu di lehernya sehingga lengan gadis itu melingkari lehernya. Mata Andin yang marah menatap matanya, melihat ejekan tegas yang dingin di mata biru itu. Andin menarik tangannya ke bawah, tetapi pria itu sudah membebaskan payudaranya dan Andin sudah kalah cepat dengan reaksi tubuhnya sendiri.

Matanya terpejam karena kenikmatan yang begitu kuat hingga membuatnya pusing. Matahari membakar kelopak matanya yang tertutup. Jari-jari yang kuat dan sensitif telah menguasainya. Andin merasakan payudaranya membengkak penuh gairah di dalam genggaman lembut penuh pengalaman dari tangan pria itu dan mengalami momen penuh gairah seksual yang intens untuk pertama kalinya. Gairah mengalir di kulitnya seperti api, membuatnya luluh penuh gairah hasrat. Tangannya yang gemetar mengepal saat gadis itu mencoba berjuang keluar dari cengkeraman hipnotis pria itu pada dirinya.

"Good Lord, Andin. Kau cantik. Sangat sangat cantik," bisik pria itu. "Kau seharusnya tidak malu dengan tubuhmu."

Andin mencoba memaksa matanya untuk tetap terbuka, berkedip di bawah terik matahari, kepala pria itu tegak di atasnya, wajahnya yang kuat penuh dengan aura kemenangan dan kesombongan.

"Look, aku tidak ingin kau menyentuhku," kata gadis itu, dengan sedikit keyakinan.

"Itu bukan kesan yang kuperoleh," kata pria itu, mulutnya mengeras.

"Aku tidak mencintaimu."

"Perhaps," pria itu mengangkat bahu saat mulutnya mengendur dan senyum nakal terbentuk di wajahnya yang tampan. "Tapi kau menginginkanku," katanya lembut, "sebanyak aku menginginkanmu. Kita berdua sudah mengetahuinya selama bertahun-tahun."

Shock menahan Andin untuk tetap diam, lalu ia menelan ludah. "Kau sangat egois! Aku tidak pernah menginginkanmu dan aku tidak menginginkanmu sekarang!"

"Aku tidak pernah menganggapmu sebagai pembohong selama ini jadi jangan mulai menjadi pembohong, Andin," kata Sebastian, tidak terpengaruh oleh cemoohan gadis itu. "Akui saja." Sebelum gadis itu bisa mengatakan kepadanya bahwa tidak ada yang bisa ia akui, Sebastian menambahkan, "Akui saja, aku bisa memilikimu jika aku membayar hargamu."

"Harga?" Suara Andin meninggi karena marah. "Harga apa? Apa yang kau bicarakan?!"

"Pernikahan. Komitmen," kata Sebastian dingin. "Kau punya gagasan kuno yang aneh tentang menikah, bukan, Andin?"

"Ini adalah diskusi yang tidak ada gunanya," kata gadis itu kesal. "Lepaskan saya, Sir, sebelum saya tendang bagian di antara kaki Anda itu dengan lutut saya dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa Anda akan kesulitan untuk pulih apabila saya melakukan hal itu. Saya tidak tahu apa yang terjadi tapi Anda telah membuatku frustrasi selama beberapa hari terakhir ini!"

"Apakah benar itu yang telah kulakukan?" Sebastian bertanya dengan mengejek. "Frankly, my dear, kau tidak tampak frustrasi. Bahkan, aku percaya aku bisa mendengar jantungmu berdetak keras." Tangan hangat pria itu menangkup wajah Andin dan jantung gadis itu semakin berdegup kencang. "Berhenti menolakku, Andin. Aku menginginkanmu. Aku sangat menginginkanmu," kata pria itu tiba-tiba, suaranya menggeram.

Kata-kata dan suara pria itu yang serak seperti sinyal untuk emosi gadis itu yang tertekan. Saat mulut Sebastian mencari dan menemukan mulut Andin dengan kelaparan, tangan Andin meraih tubuh pria itu dalam gerakan panik karena terdorong gairah. Otot-otot tegang bahu dan lengan,. Punggung panjang nan kuat yang melengkung ke pinggul gadis itu. Kulit Sebastian basah oleh air laut di bawah ujung jari Andin. Lenyap semua apa yang ada dalam pikirannya. Bibir mereka saling memagut, kelembutan bibir gadis itu menyerah pada tuntutan dari bibir pria itu, tanpa protes, dibius oleh reaksi sensual yang tidak diketahuinya, pikirannya kosong, hanya sadar akan tekanan erotis tangan, bibir, dan tubuhnya. Belaian mereka semakin panas, penuh dengan gairah yang menekankan bahwa Sebastian telah mengatakan yang sebenarnya ketika pria itu mengatakan bahwa ia bisa memiliki Andin jika ia menginginkan gadis itu.

* * * * * * *

A/N: next update hari Jumat 23/12

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top