satu




Dear Mr. Summers,

With this letter, I hereby resign from my position as your secretary ...


Sebastian Summers mengerutkan kening dan tenggelam dalam pikirannya. Pria itu berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi minggu lalu yang membuat sekretarisnya menyerahkan secarik surat pengunduran diri pagi ini.

* * * * * *

Tujuh hari yang lalu,

Hari itu Washington D.C. sedang dilanda hujan dan trotoar dipenuhi banyak orang. Limusin ramping beringsut di antara garis kuning taksi yang bermanuver keluar masuk kemacetan lalu lintas yang sudah padat meruwat. Perusahaan-perusahaan besar yang kaya menghuni blok tinggi jalan itu dan perusahaan tempat Andin Kemala Williams bekerja adalah salah satunya.

Saat Andin masuk ke dalam gedung, gadis itu menyapa petugas keamanan yang kemudian membalasnya dengan senyuman hangat. Petugas itu dapat mengenali sebagian besar karyawan yang bekerja di Summers Industries hanya dengan melihat saja, dan beberapa berdasarkan nama.

Andin berjalan menuju gerbang elektronik dan mengetuk kartunya di mesin. Terdengar dengungan sejenak sebelum pintu terbuka dan Andin melangkah masuk. Ia segera pergi ke jejeran lift dan menekan tombol panggil. Begitu dia berada di lantai yang benar, dia berjalan keluar dari lift menuju pintu kaca pelat berat yang bertuliskan "SUMMERS ENTERTAINMENT". Andin menawarkan sebuah senyum kepada resepsionis muda yang bekerja di belakang meja dan melintasi kantor terbuka sebelum masuk ke pintu kaca buram yang bertuliskan nama "SEBASTIAN SUMMERS". Sebastian Summers, bos Andin yang juga merupakan CEO Summers Entertainment (orang bisa dengan mudah menebak dengan hanya melihat nama keluarganya), memiliki ruangan persegi besar setelah ruangan Andin dengan pintu yang menghubungkan kedua ruangan mereka.

Andin telah bekerja untuk Sebastian Summers selama lima tahun. Suasana efisiensi dan profesionalismenya yang tertutup telah menjadi alasan mengapa ia berhasil mempertahankan pekerjaan ini selama itu. Gadis itu sudah sering diberitahu oleh rekan-rekan kerjanya bahwa sebelum Andin bekerja di sini, Sebastian telah memecat kurang lebih lima orang sekretarisnya. Bahkan yang terakhir hanya sempat bekerja selama sebulan.

Waktu menunjukkan sepuluh menit sebelum pukul satu. Andin kembali ke kantor lebih awal dan meluangkan cukup waktu untuk bersiap-siap sebelum bosnya kembali dari makan siangnya. Gadis itu menggantung jaketnya di gantungan baju, di sudut ruangan, dan merapikan rambutnya sebelum duduk kembali di mejanya.

"Bagaimana kabar sekretaris profesional saya yang luar biasa ini?"

Andin menggertakkan giginya melawan gelombang amarah yang menggelegak. Terkadang bekerja untuk Sebastian itu melelahkan dan ini adalah salah satu alasannya yakni ketika bosnya itu begitu ceroboh dengan kata-katanya. Sebastian tidak perlu meletakkan kata 'profesional' di sana hanya untuk membuat Andin terdengar membosankan. Lebih parahnya lagi, satu-satunya alasan kenapa Sebastian memanggilnya 'luar biasa' adalah karena pria itu telah melakukan satu penaklukan lagi. Bukan hanya kesepakatan bisnis yang bagus, daftar penaklukan bosnya ini juga mencakup wanita.

Suara Sebastian dipenuhi dengan keangkuhan sudah menjadi tanda pasti kepuasan seksual. Tanpa diragukan lagi, pria itu pasti telah menghabiskan makan siang yang menyenangkan dengan wanita terbarunya di sebuah kamar hotel. Satu tanda lain adalah dasinya yang hilang. Andin ingat ketika Sebastian datang ke kantor pagi ini, laki-laki itu mengenakan dasi berwarna abu-abu. Tidak hanya dasi itu hilang, tetapi kerah kemeja yang biasanya rapi pun kali ini terbuka.

Namun satu kali melihat ke arah Sebastian, Andin langsung dapat memahami mengapa kaum wanita merasa sulit untuk menolak Sebastian. Selain penampilannya yang tampan secara alami, dia juga sangat menarik. Matanya sebiru lautan dan terkadang ketika suasana hatinya mendung, matanya akan berubah menjadi lebih gelap, hampir sama gelapnya dengan langit malam. Tulang pipinya bersudut, hampir kaku. Mulutnya lebar dengan bibir bagian atas yang tegas dan terkendali sedangkan bibir bagian bawahnya penuh seolah menyampaikan isyarat sensualitas dan penguasaannya dalam seni berciuman. Wajahnya selalu mencerminkan suasana hatinya saat ini, terkadang penuh dengan kebanggaan saat harus mengintimidasi seseorang (terutama bawahan atau rekan bisnisnya). Di lain waktu, sangat memesona bahkan hati yang sedingin es pun pasti akan meleleh saat melihatnya. Satu hal yang pasti, personanya selalu penuh dengan kekuatan sama seperti Sebastian sendiri. Terkadang Andin kesal bagaimana Sebastian bisa berpikir lebih cepat dibanding manusia pada umumnya.

Sebastian Summers adalah pria yang berbahaya. Dia sama sulitnya untuk ditangani seperti puma liar: buas, tak terduga, dan predator. Dia bekerja keras dan bermain keras. Di usianya yang tiga puluh dua tahun, dia telah berada di puncak kehidupan dan memiliki reputasi yang baik sebagai seorang jenius di bidang entertainment. Selain itu, dia menggunakan daya tarik seksnya yang tidak diragukan lagi tanpa ampun. Namanya telah terlibat dengan beberapa artis ternama. Seorang bintang atau artis baru sering mendapat publisitas gratis hanya dengan difoto bersama Sebastian keluar dari klub malam. Pria itu juga tidak menunjukkan tanda-tanda untuk settle down dan menikah. Dan tidak satupun hubungan romantisnya yang tampak serius atau bertahan lebih dari beberapa minggu.

Ketika Andin pertama kali mulai bekerja untuknya, Sebastian telah memintanya untuk makan bersamanya di mana gadis itu menolak dengan sopan dan tanggapan pria itu berupa ejekan yang menusuk. Meski begitu, Andin tetap mempertahankan wajah tanpa ekspresi dan sikapnya yang pendiam. Bahkan jika ia memang memiliki perasaan pada pria itu, ia punya dua alasan untuk menghindari tidur dengan Sebastian. Yang pertama, saat itu Andin masih harus membayar hutang ibunya. Ibunya dengan sembrono berutang uang kepada beberapa orang dan jika ia tidak membayar mereka kembali, mereka akan memenjarakannya. Yang kedua, Andin menolak untuk menjadi salah satu penaklukan pria itu. Mungkin alasan mengapa Sebastian memecat sekretaris sebelumnya adalah karena ia bosan dengan mereka setelah mereka berbagi tempat tidur. Entah benar atau tidak, Andin merasa lebih mudah menghindari kedekatan apa pun dengan bosnya itu. Bagaimanapun, pria adalah bosnya.

"Selamat siang, Sir," sapa Andin dengan senyum kecil yang sopan.

Alisnya yang gelap dan gagah terangkat karena terkejut. "Sir?"

"Bukankah itu alsan mengapa Bapak menyisipkan kata 'profesional' dalam salam Bapak barusan, supaya saya menyapa Bapak secara formal juga?" Andin memiringkan kepalanya ke satu sisi.

Sebastian tertawa, matanya yang sebiru samudra berbinar senang. Iblis itu jelas menikmati olok-olok kecil ini. "Kau tidak pernah gagal menghibur saya dengan lidah tajammu itu, Miss Williams."

Barusan adalah satu hal menyebalkan lagi yang selalu dilakukan bosnya. Sebastian gemar memanggil Andin menggunakan nama belakang Andin, sama seperti ketika pria itu memanggil teman-teman prianya yang lain. Terlebih Andin membenci nama "Williams" yang didapatnya dari ayah kandungnya yang dengan tidak bertanggungjawabnya telah meninggalkan Andin dan ibunya. Selain itu, Sebastian kerap kali memanggil Andin dengan nama-nama lain yang terdengar lebih kebarat-baratan seperti Ann, Anne, atau Anna. Bagi gadis yang mencintai leluhur ibunya, Andin lebih memilih dipanggil menggunakan nama lahirnya sesuai akta lahir.

Andin mengabaikan ejekan bosnya itu dan mengambil dokumen yang telah ia siapkan sebelum jam makan siang kemudian menyerahkannya kepada pria itu. "Ini adalah dokumen yang Bapak minta. Bapak perlu memeriksanya supaya saya dapat mengatur meeting," ujar Andin efisien. Setelah Sebastian mengambil dokumen itu, Andin menawarkan senyum sopan dan bertanya, "Apakah ada hal lain yang Bapak butuhkan dari saya?"

"Tidak." Pria itu menggelengkan kepalanya dan mulai melenggang menuju pintu penghubung. Dan kemudian seolah-olah pria itu baru saja mengingat sesuatu, Sebastian berhenti, berbalik, dan bersandar di kusen pintu. "Sebenarnya ada satu hal lagi. Bagaimana rencana pesta akhir pekan ini? Apakah semuanya sudah diatur sesuai rencana dan sesuai dengan daftar yang kuberikan terakhir kali?" Ketika Andin tidak segera menjawab, alis pria itu turun. "Kau tidak lupa bukan?"

Tentu saja Andin tidak lupa! Bagaimana bisa dia lupa mengatur acara pesta ulang tahun bosnya akhir pekan ini? Bukan sekadar gajinya atau pekerjaannya saja, kepalanya juga akan dipertaruhkan!

"Tidak, tentu saja saya ingat." Andin meregangkan bibirnya ke dalam apa yang dia harapkan adalah senyum yang meyakinkan. "Semuanya akan sempurna! Saya telah mengaturnya sebagaimana yang Bapak inginkan."

"Bagus, bagus." Sebastian menundukkan kepala dan membaca dokumen itu untuk sesaat sebelum mata biru samudera itu sekali lagi tertuju pada Andin. "Kau tahu bahwa kau juga harus hadir, kan?"

"S-saya-" Andin berdeham lalu menjawab dengan tenang. "Saya rasa itu tidak perlu, Pak. Ini bukan pertemuan bisnis, saya rasa Bapak tidak memerlukan sekretaris di pesta ulang tahun Bapak."

"Omong kosong!" Sebastian menggelengkan kepalanya, memberi Andin tatapan tidak setuju. "Saya akan membutuhkanmu di sana. Anggap itu sebagai hadiah untuk semua kerja keras yang telah kau lakukan dalam bekerja sama dengan Event Organizer dalam mengatur acara ini."

"Terima kasih," jawab Andin lembut. "Saya akan menantikan untuk rileks dan menikmati diri."

Mata biru itu berbinar berbahaya dan untuk sepersekian detik, Andin melihat sesuatu di mata biru yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sepercik gairah. "Aku akan senang melihatmu menikmati dirimu sendiri, Andin."

Jika kilatan di mata Sebastian tidak cukup untuk membuat Andin curiga dengan motif pria itu, fakta bahwa Sebastian baru saja memanggil gadis itu dengan nama depannya dengan benar, dan pertama kalinya sudah lebih dari cukup untuk membuat jantung Andin berdetak lebih kencang.

* * * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top