empat belas
* untuk @aamaraa___ @audina406 dan @LesiDatuok yang masih bangun semalam~ selamat pagi menjelang siang *
SEBASTIAN
"Maafkan saya karena datang terlambat. Mobil saya rusak sehingga terpaksa saya harus minta tolong Damon untuk mengantarku kesini dan lalu lintas macet total."
Meskipun cerita Andin terdengar sangat meyakinkan, Sebastian meragukan kebenarannya. Rambut Andin terlihat berantakan karena angin dan itu memberi kesan seolah Andin baru saja bangun dari tempat tidur setelah seks liar. Mungkin alasan sebenarnya Andin datang terlambat adalah karena gadis itu tidak tidur sepanjang malam lalu ketiduran dan bangun telat!
"No worries," Sebastian memilih untuk tidak menggubris alasan Andin. Meskipun dirinya memiliki keraguan, Sebastian tidak berpikir itu pantas baginya untuk bertanya. Selain itu, bukan urusannya bagaimana Andin menghabiskan waktunya dan dengan siapa. Walaupun kenyataan itu mau tidak mau sangat mengganggu Sebastian. "Aku membutuhkanmu untuk mengatur perjalanan ke Itali. Kita berangkat besok pagi atau besok malam. Pilih saja mana yang lebih convenient. Pastikan kau memesan suite di hotel bintang lima. Aku tidak akan mentolerir hal apa pun yang kurang nyaman setelah pengalaman terakhir kali yang tidak mengenakkan. Aku rasa aku tidak perlu mengingatkanmu lagi, bukan?" Sebastian mendongak dari layar komputer dan menatap mata sekretarisnya.
"Tidak, Sir," jawab Andin efisien. "Sebelum saya membuat pengaturan seperti itu, ada hal penting yang ingin saya beritahukan kepada Bapak."
"Bisakah itu menunggu?" Sebastian mengalihkan perhatiannya ke kontrak yang diberikan tim legal kepadanya. Sebastian ingin mendiskusikan tentang kontrak itu dengan Andin karena biasanya Andin selalu memiliki input yang berguna.
"Tidak, Sir. Ini tidak bisa menunggu."
Penasaran dengan perkataan Andin barusan dan betapa tegas suaranya, Sebastian mengalihkan pandangannya kembali pada gadis itu. "Oke. Ada apa?" Hanya ketika Sebastian akhirnya memberi Andin perhatian penuh, pria itu menyadari bahwa Andin telah membawa amplop putih.
Andin melangkah maju dan meletakkan amplop itu dengan hati-hati di meja pria itu tepat di sebelah dokumen kontrak yang tengah dibaca Sebastian. "Ini adalah surat pengunduran diri saya, Mister Summers. Senang bekerja dengan Bapak, tetapi seperti semua hal baik dalam hidup, it has come to an end."
* * * * * * *
ANDIN
Begitu Andin akhirnya mengatakan apa yang ingin ia katakan, gadis itu merasa lega seolah-olah beban besar telah diangkat dari pundaknya. Inilah yang ia inginkan dan untuk pertama kalinya, dirinya cukup berani untuk benar-benar melakukannya. Andin merasakan napasnya melambat ke ritme biasanya, dan detak jantungnya mulai kembali normal. "Saya akan berhenti mulai hari ini."
"Kau tidak bisa," kata bosnya tiba-tiba. Kemudian dengan nada dingin dan tidak berperasaan, pria itu melanjutkan, "Dalam kontrak kerjamu sudah menetapkan three month's notice. Kau tidak dapat segera pergi seperti yang kau inginkan."
"Saya tidak keberatan kehilangan gaji saya untuk periode itu seperti dimana tertulis juga dalam kontrak," kata Andin dengan tenang. Sebastian mengambil pena dari lacinya, membuka tutupnya, dan mulai menandai kontraknya. Suaranya tenang dan tidak menunjukkan emosi. "Yah, kalau begitu aku tidak punya pilihan selain menuntutmu melalui jalur hukum," balasnya.
Pipi Andin memerah sampai menjadi warna merah tua. Sekarang setelah Sebastian mengatakannya, Andin merasa kekanak-kanakan dan konyol karena ingin segera pergi. Sebagaimana tertuang dalam kontrak, Andin seharusnya tahu bahwa ia akan kalah secara hukum. Andin seharusnya menunggu sampai pengganti tiba kemudian melakukan serah terima. "Baiklah. Kalau begitu saya tidak akan langsung pergi."
"Bagus. Aku berharap tidak kurang dari itu." Sebastian menandai sesuatu di lembaran kontrak, alisnya mengernyit menunjukkan ketidaksukaannya. "Kenapa kau mau berhenti sih? Apa gajinya belum cukup? Apakah ada tawaran pekerjaan lain?" Mata biru laut pria itu melirik sebentar ke Andin sebelum kembali fokus ke kontrak di hadapannya.
"Tidak, Sir, Bapak telah sangat murah hati," jawab Andin sambil tersenyum meskipun dirinya tahu Sebatian tidak mungkin melihatnya. "Dan tidak, sejauh ini tidak ada tawaran pekerjaan lain."
"Kalau begitu beri tahu aku," Sebastian berhenti sejenak, meletakkan penanya dan menatap langsung ke arah Andin, "mengapa kau ingin mengundurkan diri?"
Untuk sesaat, di bawah tatapan intens pria itu, Andin tidak bisa menemukan suaranya. Hanya untuk sesaat, Andin tidak yakin dirinya ingin mengundurkan diri.
Tapi kemudian pria itu menambahkan, "Apakah karena ciuman semalam?"
Senyum mengejek menyebar di bibir laki-laki itu dan matanya yang berkilauan karena geli membuat Andin teguh pada keputusannya. Itu membuat Andin sadar mengapa ia tidak bisa lagi terus bekerja di sini. Andin tidak bisa menerima ejekan pria itu akan pakaiannya, pada kurangnya feminitas Andin, pada profesionalismenya. Terlebih lagi apa yang terjadi selama akhir pekan, bagaimana pria itu hanya ingin Andin menjadi salah satu taklukannya sudah amat merendahkan gadis itu.
"Lagi pula," kata Sebastian sambil mengangkat bahu, "ini adalah badai dalam cangkir teh. (ini ungkapan Inggris yang artinya 'cuman masalah kecil') Apalah arti sebuah ciuman kecil setelah lima tahun? Kau mungkin satu-satunya wanita yang belum pernah aku cium bahkan setelah mengenal begitu lama. Aku membutuhkanmu dalam perjalanan ke Itali. Kita perlu mendapatkan kesempatan ini. Aku ingat Shaun Brown sedikit terpikat olehmu saat terakhir kali kita bertemu dengannya. Kau selalu berhasil merayu pria muda yang sulit dengan begitu manis." Sebastian memberinya senyum kurang ajar. "Percayalah, jika itu perempuan, aku akan menanganinya sendiri."
"Aku yakin Anda akan melakukannya," kata Andin getir. "Very expertly, no doubt."
Jika Sebastian menyadari nada sarkasme gadis itu, pria itu memilih untuk mengabaikannya. "Exactly. Jadi lupakan ciuman itu. Kita memiliki pekerjaan penting yang harus dilakukan. Summers Entertainment membutuhkan kau dan bakatmu."
Andin gundah antara keengganan untuk melepaskan pekerjaannya dan ketakutan akan emosi yang berkobar di antara mereka. Bekerja untuk Sebastian Summers seperti menangani sebatang dynamite. Untuk melakukannya dibutuhkan kepala dingin, kesabaran, dan perhatian ekstra. Setelah apa yang terjadi, Andin tidak lagi yakin dirinya bisa menjaga kepalanya dingin jika Sebastian ingin membuat Andin gila dengan ejekan dan godaannya. Andin selalu takut akan kejadian seperti itu. Sekarang dirinya bingung dan tidak yakin. Andin tidak ingin menjadi salah satu wanita taklukan Sebastian dan dibuang begitu Sebastian bosan dengannya namun pada saat yang sama, Andin secara diam-diam sudah menyukai Sebastian begitu lama. Andin telah hati-hati menekan perasaannya selama empat, hampir lima tahun terakhir. Sekarang setelah Sebastian akhirnya memperhatikannya, haruskah Andin benar-benar bersikap dingin pada pria itu dan terus move on?
Sebastian mengawasinya dengan tajam, mengamati emosi yang sekilas terlihat di mata Andin yang gelap dengan kelihaian bak elang.
"Baiklah," kata Andin perlahan. "Saya akan tinggal selama tiga bulan ke depan dan membantu Bapak menemukan penggantiku."
Sebastian menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. Perlahan pria itu mengangkat bahu. "Whatever you like." Sebastian mengalihkan perhatian sepenuhnya kembali ke kertas di hadapannya dan Andin tahu bahwa itu artinya diskusi mereka telah berakhir.
Dengan sedikit gundah, Andin membuka pintu dan berjalan keluar dari kantor Sebastian. Gadis itu melemparkan pandangan terakhir ke bosnya yang masih memfokuskan mata birunya pada kontrak saat dirinya menutup pintu.
* * * * * * *
A/N: selamat u/ 5K reads~~ terima kasih buat yang masih leklekan baca di dini hari~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top