dua puluh satu
* u/ helenitazb yang penasaran gimana pak bos di pernikahan damon, sabar yaa*
SEBASTIAN
Thornton masuk ke kantor Sebastian untuk meeting rutin mereka setiap Jumat pagi. Thornton berharap adiknya siap untuk mendiskusikan ekspansi yang telah Sebastian kerjakan, hanya untuk dihadapkan dengan bukti tak terbantahkan bahwa Sebastian masih terobsesi dengan sesuatu selain rencana ekspansi bisnis mereka.
"Apa yang kau lakukan?" Thornton menuntut dengan putus asa tatkala matanya yang tajam melihat benang kecil dan alat pengukur di meja Sebastian. Adiknya menatap kedua benda itu dengan wajah penuh tekad . "Aku akan sedang mengukur."
"Mengukur apa?" Thornton mengangkat satu alisnya. Dia seratus persen yakin bahwa jadwal mereka untuk diskusi hari ini tidak ada hubungannya dengan pengukuran. Setidaknya, tidak ada yang menggunakan penggaris dan benang. Mungkin kalkulator.
"Untuk cincinnya."
Sekarang Thornton justru dibuat semakin bingung. "Cincin apa?"
"Cincin pertunangan."
"Untuk?"
"Untuk sekretarisku."
"Tidak bisakah kau bertanya saja padanya?"
"Kurasa dia tidak akan memberitahuku."
"Oke. Lalu bagaimana caramu melakukan-" Thornton menunjuk penggaris dan benang lalu mendecakkan lidahnya tidak sabaran, "semua itu?"
"Aku pernah memegang tangannya sebelumnya. Aku hanya perlu mengingatnya." Sebastian menggeram. "Dan aku juga perlu mencarikan gaun untuknya. Aku rasa kau tidak akan keberatan meminjamiku sekretarismu untuk sementara waktu pagi ini, bukan? Dia mungkin akan tahu di mana wanita biasanya melakukan-"
"Kau tidak bisa menggunakan Eliza untuk kepentingan pribadi." Bibir Thornton membentuk garis tipis.
Satu alis hitam Sebastian terangkat menantang. "Kenapa tidak?"
"Ini konyol!" Thornton mencibir. "Mengapa kau tiba-tiba perlu membeli cincin pertunangan dan gaun untuk sekretarismu ?" Kemudian seolah-olah pikiran itu akhirnya muncul di benaknya, matanya melebar karena terkejut. "Jangan bilang kau akan menikahinya ?!"
"Tenang. Aku tidak akan menikah dengan siapa pun, kau tahu itu. Aku hanya butuh cincin dan pakaian untuk membantunya," kata Sebastian keras kepala.
"Kenapa? Dan membantunya untuk apa?"
"Dia akan menghadiri pernikahan mantannya jadi aku akan menemaninya. Toh aku sudah berpura-pura menjadi tunangannya tempo hari jadi seharusnya melakukannya sekali lagi bukan menjadi masalah."
"Mantan yang mana? Yang datang dengannya ke ulang tahunmu akhir pekan lalu?"
"Tidak, mantannya yang lain. Tapi mantan yang kau sebut itulah yang akan menikah besok."
"Besok?! Bagaimana pria itu bisa bertunangan dan menikah dalam seminggu?!"
Sekarang setelah Thornton mengatakannya dengan keras, Sebastian tidak bisa tidak memikirkan betapa anehnya situasi ini. Ia sangat marah atas nama Andin sehingga dirinya tidak sengaja mengabaikan detail kejadian itu. Pria itu tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pernikahan tapi sudah pasti Damon akan membutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk menemukan wanita yang bersedia untuk dinikahi. Kecuali Damon berselingkuh di belakang Andin ketika mereka masih berkencan. Dugaan ini membuat Sebastian semakin kesal.
"Entahlah. Mungkin dia selingkuh dengan gadis yang akan dinikahinya." Sebastian mengangkat bahu.
Thornton menggelengkan kepalanya. "Sekretarismu ini pasti sudah terlalu banyak bergaul. Berapa banyak mantan yang dia miliki?" Rahang kakaknya mengeras tidak setuju kemudian menambahkan, "yang lebih penting, kenapa kau mau membantunya? Itu kan urusan pribadinya. Stay away from it, Sebastian."
"Karena aku ingin melakukannya. Karena itu akan berarti sesuatu."
Thornton menghela napas panjang. Adiknya pasti sudah gila. Pria yang lebih tua itu mengangkat tangannya untuk mengingatkan. "Dia itu sekretarismu, Sebastian. Dia pegawaimu. Tidak lebih. Di luar pekerjaan, dia bukan tanggung jawabmu."
"Tapi dia telah berubah menjadi sesuatu yang lebih."
"Oke, aku akui, dia memang lumayan manis. Dia membuatmu bergairah. Semua orang bisa melihatnya malam itu ketika kalian berdua berada di lantai dansa. Tapi kau bahkan tidak mengenal wanita itu, Sebastian. Hanya dengan mendengarmu membicarakan betapa banyak mantan gadis itu-"
"Hanya ada dua mantan!" protes Sebastian. Entah bagaimana ia merasa agak protektif terhadap Andin. "Pria yang bernama Damon itu dan pria lain yang kutemui kafe tempo hari."
"Dua yang kau tahu," Thornton memperingatkan adiknya sekaligus membungkam argumen Sebastian yang tersisa. "Dia mungkin bukan gadis yang baik. Bisa saja mungkin-"
"Yah, aku tidak peduli dia gadis yang bagaimana!" Sebastian merasa sudah cukup. Tangannya menghantam meja saat pria itu berdiri. "Aku ingin merasakannya lagi. Aku harus tahu. Dan aku akan tahu." Sebastian mondar-mandir di kantor, jelas terganggu, tangannya bergerak-gerak gelisah. "Saat aku menciumnya-"
"Ya ampun! Kau mencium sekretarismu?! Kau bisa menghadapi tuntutan hukum! Apa yang kau pikirkan?"
Mengabaikan saudaranya, Sebastian terus berbicara, "Aku belum pernah mengalami hal seperti itu dalam hidupku sebelumnya. Dia berbeda, Tony."
"Berbeda tidak berarti itu baik untukmu," komentar Thornton sambil menghela napas. "Just let it go, Brother."
Perkataan Thornton memang rasional namun Sebastian justru menatap kakaknya dengan ketidaksabaran yang mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti, tidak memiliki pengalaman untuk mengerti.
"Aku tidak bisa melepaskannya," kata Sebastian dengan tekad yang kuat.
Thornton menatap wajah saudaranya yang penuh dengan frustrasi lalu menghela nafas berat. Jelas ada yang salah dengan adiknya. Sebastian tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya, dia selalu santai dan menikmati gonta ganti pasangan. Sekarang Sebastian tampaknya tinggal di negeri fantasi, bermimpi dan membuang-buang waktu memikirkan cara untuk menyenangkan sekretarisnya. Fantasi dan kenyataan tidak mungkin dapat bersama. Harapan tidak akan pernah bisa terpenuhi dan hanyalah membuang-buang waktu untuk mengejar mereka. "Suatu hari kau harus melepaskannya."
Sebastian meringis dan bergumam, "Maybe. Tapi tidak sekarang saat aku masih punya kesempatan untuk membantunya. Kau mungkin berpikir bahwa membantunya hanya membuang-buang waktu."
Benar sekali, pikir Thornton.
"Tapi ini tidak. Kau mungkin berpikir itu gila, tetapi membantunya benar-benar membuatku bahagia. Aku akan mencari gaun itu di internet. Aku yakin ada situs web tempat aku bisa membelinya."
Harapan yg tercermin dalam suara Sebastian memberi tahu Thornton bahwa saudaranya membutuhkan bantuan dengan cepat atau akan sedikit pekerjaan yang diselesaikan pada ekspansi bisnis yang telah mereka kerjakan selama berbulan-bulan ini. Thornton langsung berubah pikiran. Semakin cepat harapan dan ekspektasi Sebastian kandas, semakin baik. Yang harus ia lakukan hanyalah membantu Sebastian dengan kegilaannya. Begitu saudaranya menyadari bahwa semuanya tidak ada gunanya, ia akan kembali ke akal sehatnya.
"Tidak perlu bersusah payah, Sebastian," Thornton menenangkan.
"Aku akan melakukan apa saja," balas Sebastian dengan tegas, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. "Aku harus membantunya."
"Kalau begitu biarkan aku membantumu," kata Thornton sambil tersenyum kecil. "Kau tahu betapa bagusnya Ava berpakaian, kan? Aku akan menghubunginya dan memintanya untuk membantumu menemukan gaun untuk sekretarismu."
"Apakah kau benar-benar akan membantu?" tanya Sebastian sedikit tidak yakin.
Thornton mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor istrinya. "Aku sedang menelepon istriku, bukan?"
*******
ANDIN
"Sayang, kau harus menunjukkan bajumu! Aku tahu ini pernikahanku tapi aku ingin melihat gaunmu juga," kata Damon riang sambil menepuk tangannya dengan tidak sabar.
Andin menghela nafas panjang dan mengangkat tangannya keatas. "Yang penting, tolong jangan marah."
"Oh, aku tidak suka dengan nada bicaramu," komentar Damon sembari menghela nafas.
"Cobalah berpikir seperti ini, ini adalah pesta pernikahanmu jadi kau yang seharusnya jadi fokus perhatian. Semua mata harus memandangmu. Ini adalah hari besarmu sehingga bila aku memakai gaun apapun juga, itu tidaklah penting," tukas Andin mengangkat bahu.
"Amat sangan penting ketika Sebastian Freaking Summers ada di sana bersamamu!" protes Damon, mata pria itu melebar tak percaya menatap sahabatnya.
"Bisakah kau berhenti memanggilnya seperti itu?" Andin menurunkan tubuhnya dan duduk di tepi tempat tidurnya. "Dia masih bosku." Kemudian gadis itu mengingat surat pengunduran dirinya dan menambahkan, "Yah, setidaknya untuk dua setengah bulan ke depan."
"Oke. Tapi tunjukkan dulu padaku gaun yang akan kau kenakan besok."
Andin berdiri dan berjalan ke lemari pakaiannya lalu mengeluarkan sebuah gaun putih polos. "Ini."
Reaksi pertama Damon adalah terkejut. Kemudian bibirnya terbuka lebar hingga rahangnya berada dibawah. "Apakah kau bercanda?!"
"Oh, ayolah," erang Andin sambil meletakkan gaun itu di atas kasurnya lalu duduk di sebelahnya. "Ini tidak seburuk itu."
"Tidak, ini lebih buruk! Apa kau ini pengantin perawan yang mencoba mencuri Tanner dariku atau apa? Gaun itu sepertinya sudah berabad-abad umurnya!"
"Kau berlebihan, Dee."
"Mungkin saja, tapi tidak ada yang memakai gaun berenda seperti itu jaman sekarang."
Andin hendak mendebat ketika ada ketukan di pintunya. Gadis itu berkedip, bingung. Siapa gerangan yang akan berkunjung pada Sabtu sore?
"Sebentar, ada orang di depan pintu," katanya kepada Damon lalu berjalan ke pintu depan. Anehnya, ada seorang messenger di balik pintu yang tersenyum, sedikit memiringkan topinya ketika Andin membuka pintu.
"Miss Andin Williams?" kurir itu bertanya yang dijawabnya dengan anggukan. "Ada kiriman khusus untukmu. Bisakah Anda menandatangani di sini?" Ia menyerahkan mesin itu, Andin dengan cepat menandatanganinya begitu gadis itu selesai memeriksa ulang bahwa paket itu memang ditujukan untuknya.
"Dari siapa ini?" Andin bertanya pada diri sendiri ketika ia tidak dapat menemukan nama pengirim di paketnya.
"Saya tidak tahu. Tidak disebutkan di sini," kata pria itu sambil mengangkat bahu. "Mungkin ini adalah kejutan untuk Anda." Kurir itu mengedipkan sebelah mata lalu menyerahkan paket itu padanya dan pergi setelah berkata, "Selamat siang, Miss Andin!"
Setelah pria itu pergi. Andin menatap kotak panjang dan datar yang diberikan oleh kurir, bertanya-tanya dari siapa kotak itu berasal dan apa isinya.
"Apa itu?" Damon yang mengikutinya ke depan bertanya dengan rasa ingin tahu.
"Aku tidak tahu," jawab Andin jujur sambil membalik paket, mencari tulisan alamat atau nama. "Tidak ada alamat pengirim."
"Yah, buka saja dan lihat apa isinya!" seru Damon, "Mungkin kau baru saja memenangkan lotre atau semacamnya."
Andin tertawa mendengar ucapan sahabatnya. Karena ia tidak pernah membeli lotere, ia ragu hal itu yang sebenarnya terjadi. Tetap saja, didorong oleh rasa ingin tahu, gadis itu mengambil gunting dari dapur. Dengan mudah guntingnya memotong selotip dan Andin dengan hati-hati membuka kotak itu. Hal pertama yang dilihatnya adalah sutra, warna merah tua yang mewah, ditutupi kilau halus yang memantulkan cahaya. Gadis itu membuka kotak itu, melihat isinya, dan menatapnya dengan mata terbelalak.
"Ini sebuah gaun," akhirnya Andin berkata, terdengar sedikit tidak percaya. Bukan sembarang gaun. Itu adalah gaun yang benar-benar indah, dan bahkan hanya dengan melihatnya di dalam kotak, ia tahu bahwa harga gaun itu lebih mahal daripada upah mingguannya. Warnanya merah tua dengan kilauan kecil yang menghiasi rok sifon tipis. Rok bawahnya terbuat dari sutra tebal dan gaun itu saat dia menariknya keluar, lebih berat dari yang biasa dia pakai. Ia belum pernah melihat bahan yang begitu bagus sebelumnya.
"Sebuah gaun?" tanya Damon, "Hmm, sepertinya sama sepertiku, kurasa teman kencanmu ingin kau berpakaian bagus, Andin Mia Bella."
"Apakah menurutmu Sebastian yang mengirim ini?" Andin bertanya, masih shock.
"Siapa lagi?" Damon bertanya secara retoris sambil memutarkan bola matanya.
"Oh, ada sebuah catatan," kata Andin, melihat catatan putih yang terlipat di dalam kotak.
"Bacalah, Darling! Kuharap ia menulis sesuatu yang romantis!"
Andin menggelengkan kepalanya. "Kurasa tidak, apalagi jika Sebastian benar-benar yang mengirimkan gaun ini."
Andin membuka catatan terlipat dan mulai membaca. "Dear Andin. Apakah kau menyukainya? Jika ya, maka tolong kenakan itu untuk pernikahan besok. Aku akan menjemputmu jam lima. Bisakah kita melanjutkan sandiwara kita lagi? Aku harap Demon akan menyesal telah membiarkanmu pergi. P.S. Aku harap kau juga menyukai cincinnya."
"Oh my God! Dio Mio!" Damon mengipasi dirinya dengan satu tangan secara dramatis. Pria itu mengangkat tangan Andin agar dirinya bisa membaca catatan itu sendiri. "Aku tahu dia salah mengeja namaku menjadi Demon tapi aku tidak peduli. Gaun, catatan, dan kemudian ada cincin! Bagaimana aku bisa menolak?!"
Andin meletakkan catatan itu meja dan matanya menangkap sosok sebuah kotak kecil di dalam kotak datar panjang itu. Ia segera tahu bahwa kotak yang lebih kecil berisi cincin itu. Damon segera meraihnya dan berteriak riang melihat safir empat karat yang indah dikelilingi oleh berlian kecil. "Ini adalah hal terindah yang pernah kulihat!" Damon berbalik menghadap Andin, matanya penuh harapan. "Kau akan memakainya kan? Gaun dan cincinnya. Tolong katakan ya, Andin Mia Bella!"
Meskipun fakta bahwa cincin itu sangat indah dengan pita emasnya yang ditenun menjadi pola sulur, dan jenis cincin yang ingin ia pakai jika ia benar-benar bertunangan, Andin tidak yakin apakah ia sebaiknya memakainya atau tidak. Sandiwara itu seharusnya berhenti begitu Leroy keluar dari kedai kopi itu.
Damon meraih tangannya dan memasangkan cincin di jari manisnya. "Yang benar saja, Darling," kata Damon saat matanya bertemu dengan mata Andin. "Menurutku kau harus benar-benar menikahi pria ini, kalau tidak biar aku saja yang menihahinya."
Andin sangat terkejut dengan cincin itu sehingga ia bahkan tidak bereaksi terhadap godaan Damon.
* * * * * * *
A/N: (( demon = setan :DD )) menurut kalian sebastian sengaja salah tulis gak nih hahahahaha panjang bener ya bab ini soalnya a gabung dua bab jadi satu biar mantep bacanya. semoga suka yaa, kalau suka dan pingin ceritanya lanjut terus, jangan lupa vote dan komen yaa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top