dua
Sebastian Summers duduk di mejanya dan masuk ke komputernya. Awalnya, pria itu hanya memeriksa emailnya dan memastikan bahwa dia tidak melewatkan berita penting apa pun sebelum membuka file yang diberikan Andin kepadanya. Dia sedang setengah jalan membaca dokumen itu ketika sebuah pertanyaan aneh muncul di benaknya.
'Apakah Andin akan datang dengan kekasihnya?'
Andin tidak pernah berbicara tentang kehidupan pribadinya dan Sebastian tidak dapat menyangkal bahwa saat ini dia mulai merasa penasaran. Kebanyakan wanita akan terbuka dengannya tetapi hal itu tidak pernah terjadi dengan Andin. Tapi setelah dipikir kembali, kebanyakan wanita dengan mudahnya jatuh ke dalam pesonanya kecuali gadis itu. Itu adalah satu hal yang sedikit membuat pria itu merasa frustrasi. Terkadang hal itu juga yang membuat Sebastian bertanya-tanya apakah Sebastian yang mulai kehilangan pesonanya atau Andin hanya tertarik pada jenis kelamin yang sama?
Satu hal yang pasti, Andin adalah gadis yang serius, tegang, dan tidak pernah kehilangan akal sehatnya. Bahkan pesona Sebastian yang sempurna pun gagal menaklukkan gadis itu. Hal ini telah menjadikan Andin sekretaris yang sempurna dalam industri ini, di mana artis atau aktris terlalu temperamental dan dramatis namun Andin dapat berunding dan bernalar dengan mereka. Dan lagi, hal ini bagus untuk persentase karyawan lama yang tetap bertahan di perusahaannya. Tuhan tahu Sebastian harus memecat setidaknya selusin wanita yang pernah menjadi sekretarisnya dan semua itu dikarenakan para wanita tersebut jatuh cinta pada pria itu. Sekretarisnya yang terakhir sebelum Andin bahkan lebih gila dan melemparkan dirinya telanjang pada Sebastian selama jam kantor! Itu cukup memalukan dan merepotkan untuk diselesaikan. Bagaimana cara Sebastian menjelaskan kepada HR bahwa sekretarisnya masuk ke ruangannya dan mulai melepaskan pakaiannya? Pria itu menggelengkan kepalanya dengan putus asa.
Kemudian sekali lagi, pikirannya kembali ke sekretarisnya, Andin Williams. Bahkan jika dia tidak mau mengakuinya kepada siapa pun, dia sudah mulai memikirkan gadis itu sejak lama. Bahkan saat dia bersama wanita lain. Dan kadang-kadang ketika pikirannya berani menembus ke wilayah terlarang, dia bahkan bertanya-tanya seperti apa gadis itu di tempat tidur. Dia tahu dia harus berhenti berpikir seperti ini tentang sekretarisnya. Dia tidak bisa main-main dengan sekretaris terbaik yang pernah dia miliki.
Telepon di samping lengannya berdering dan pikirannya yang mengembara kembali ke kantornya saat ia mengangkat gagang telepon.
"London Star sedang menunggu Bapak di line satu," kata Andin.
"Terima kasih, Miss Williams. Aku akan mengambil alih dari sini." Sebastian menekan tombol untuk menerima panggilan. Tidak seperti sekretarisnya yang misterius yaitu Andin Williams, tidak ada yang disembunyikan oleh London Star. Wanita itu tidak pernah merasa malu memamerkan sosoknya di depan umum atau membuat pria ngiler karenanya. Dan sejujurnya, Sebastian tidak keberatan dengan itu. London adalah wanita yang menyenangkan di dalam dan di luar kamar tidur.
"Hei, London," sapanya hangat, masih mengingat dengan jelas sosok London yang seksi dan seks dadakan mereka siang ini.
* * *
Setelah pembicaraannya dengan London, Sebastian memanggil Andin ke kantornya dan mengembalikan file-file itu bersama dengan instruksi yang jelas yang ditulisnya pada post-it lalu ditempelkannya pada dokumen itu. Ketika Andin berjalan memasuki ruangannya, mata pria itu terpaku padanya. Andin mengenakan blus dengan rok yang ujungnya sederhana, tepat di bawah lutut. Gadis itu selalu berpakaian dengan pantas. Rambutnya pun digulung dengan rapi. Namun sepertinya baru sekarang Sebastian memperhatikan betapa indah kaki Andin dan bagaimana pinggul gadis itu bergoyang tatkala ia berjalan. Gerakan itu distracting sekaligus menggoda.
Sebastian menahan pikiran-pikiran nakalnya ini dan mengarahkan pandangannya ke wajah Andin. Gadis itu cantik, tidak secantik seperti semua wanita yang pernah Sebastian tiduri, tetapi mungkin hal itu dikarenakan Andin hampir tidak memakai makeup apa pun tiap harinya. Andai saja gadis itu bisa mengganti kacamata tebal miliknya dengan softlens. Matanya beralih ke rambut gadis itu yang ditarik ke belakang dan dijepit ke dalam sanggul yang nampak terlalu ketat. Tiba-tiba Sebastian memiliki keinginan liar untuk melepas semua jepit Andin dan merasakan rambut hitamnya yang lembut dengan tangannya.
Ketika tatapan Sebastian akhirnya tiba di mata Andin, yang dia lihat hanyalah kecerdasan gadis itu, dan Sebastian tahun bahwa mereka berdua berbeda, tidak ada apa-apa selain bisnis di benak Andin. Ketidakpeduliannya terhadap Sebastian begitu jelas bahkan hampir menghina. Bagaimana gadis yang satu ini tidak jatuh ke dalam pesonanya?
"Apakah kau akan membawa seseorang?" Pria itu akhirnya bertanya, memutuskan bahwa sebaiknya bertanya langsung kepada Andin daripada penasaran terus-menerus.
Alis gadis itu terangkat, matanya melebar bingung. "Maaf, maksud Bapak?"
"Ke pesta ulang tahunku. Apakah kau akan datang dengan seseorang?"
Gadis itu terdiam selama beberapa detik sebelum dia menjawab, "Ya, saya akan membawa seorang teman."
Alis Sebastian melengkung menggoda. "Seorang pria?"
"Ya." Ujung mata gadis itu berkedut. "Apakah itu akan menjadi masalah untuk Bapak?" ujar gadis itu, menantang Sebastian meskipun nada suaranya masih dalam batas kesopanan.
"Tidak sama sekali." Sebastian mengangkat bahu seolah-olah tidak berarti apa-apa baginya apakah Andin akan membawa pacarnya atau saudara laki-lakinya. Meskipun sejujurnya, itu amat sangat penting dan pria itu amat sangat penasaran. Terutama karena pertanyaan berikutnya lebih merupakan sindiran daripada pertanyaan ramah belaka. "Dan apakah temanmu itu seorang akuntan atau penasihat pajak?"
Dahi Andin yang halus dan lembut berkerut saat gadis itu bertanya dengan nada tidak percaya. "Bapak ingin tahu apakah teman saya adalah seorang akuntan atau penasihat pajak?"
"Itulah yang kutanyakan," jawab Sebastian sambil mengangkat bahu lagi. "Jadi, dia yang mana, akuntan atau penasihat pajak?"
"Apakah Bapak sedang membutuhkan seorang akuntan atau penasihat pajak atau semacamnya?" tanya Andin bingung.
"Tidak."
Mata gadis itu menyipit karena curiga. "Lalu kenapa Bapak bertanya demikian?"
"Karena aku tuan rumahnya. Akan aneh jika aku tidak tahu sedikit pun tentang temanmu itu, terutama karena kau yang membawanya ke pesta ulang tahunku. Bukankah begitu?"
Andin menatap pria itu, tanpa berkata apa-apa. Bahunya persegi dan tubuhnya menjadi kaku. Bahkan tangannya mengepal menjadi kepalan tangan di setiap sisi sosok kecilnya. Sebastian bertanya-tanya apakah gadis itu akan memukulnya atau mungkin menamparnya karena ia telah merendahkannya. Akhirnya, gadis itu kembali membuka mulutnya. "Apa yang membuat Bapak berpikir bahwa teman saya adalah seorang akuntan atau penasihat pajak?" Suara gadis itu sedingin Kutub Utara.
"Well, apakah aku betul? Apakah teman priamu itu memang akuntan atau penasihat pajak? Atau mungkin keduanya?" Sebastian bersikeras, sedikit kesal karena Andin menghindari pertanyaan itu.
"Tidak," jawab gadis itu.
"Oke." Sebastian mengalihkan pandangannya ke layar komputernya, berpura-pura sibuk dengan apa pun yang ada di sana lalu bertanya dengan santai, "Siapa namanya?"
"Damon. Damon Matthews."
Sebastian mengerjap. Nama itu terdengar familiar. "Apakah dia itu Damon pemilik perusahaan pabrik kompor itu?"
"Tidak," jawab Andin dengan nada agak defensif. Kemudian seolah-olah gadis itu telah memperhatikan nadanya, nada suaranya kembali natural. "Pemilik pabrik kompor itu adalah Davon Matthews. Davon, bukan Damon."
"Ah, benar juga." Sebastian melirik Andin sekilas sebelum pandangannya kembali ke monitornya. Dari penglihatan tepinya, dia bisa melihat bibir Andin melunak dan mulutnya sedikit terbuka. Didorong oleh rasa ingin tahu, Sebastian menarik perhatiannya kembali pada gadis itu.
"Jujur saja, saya rasa Damon tidak akan keberatan jika Bapak salah mengira dirinya sebagai Davon," kata Andin, lidahnya keluar dari mulutnya yang terbuka dan menjilat bibir bawahnya yang kering. "Damon saya memang sangat hot."
Sebastian bisa merasakan suhu tubuhnya naik tanpa alasan yang jelas, setidaknya tidak ada alasan logis yang bisa dia pikirkan. "I will be sure to remember that!" bentaknya lalu mendorong file-file itu ke arah Andin. "Kau dapat mengambil dokumen-dokumen ini dan kembali ke mejamu. Pastikan kau sudah mengatur meeting dengan benar dan jangan lupa untuk membawa dokumen tambahan yang diperlukan jika kita jadi melanjutkan proses akuisisi."
"Tentu saja, Bos." Andin tersenyum pada pria itu ketika ia melangkah maju dan mengambil file dari meja. Kemudian gadis itu berjalan keluar dari kantor dengan menggerakkan pinggul menggoda setiap saraf pada tubuh Sebastian. Sebastian mengumpat pelan, cukup pelan hingga tak seorang pun kecuali dirinya sendiri yang bisa mendengar. Ini gila! Dia baru saja berhubungan seks dengan London Star hanya beberapa jam yang lalu dan sekarang tubuhnya dicengkeram oleh hasrat. Dan dia bahkan tidak memikirkan artis dengan suara gerah dan lekuk yang subur itu. Tidak, dia sedang memikirkan sekretarisnya yang kaku! Sekretarisnya lah yang menyebabkan bagian depan celananya terasa ketat.
"Sial!" Akhirnya Sebastian mengumpat.
* * * * * * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top