2. °Sekedar Angan°

*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*

Pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Setiap hamba yang tidak tidak pernah berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang memiliki percekcokan (pemusuhan) antara dirinya dan saudaranya. Nanti akan dikatakan pada mereka, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.

HR. Muslim no. 2565

🍁🍁🍁

Melati terbangun dari tidurnya, lagi dan lagi kejadian masa kecil itu selalu masuk ke dalam mimpinya, padahal ini sudah tujuh belas tahun berlalu, Melati semakin merindukan ayahnya yang sudah berada di surga. Seorang laki-laki baik yang pernah Melati temui di dalam hidupnya.

Tidak lama setelah itu Melati bisa mendengar suara adzan dari handphonenya, menandakan waktu subuh telah tiba, Melati mendesis pelan, bisa-bisanya dia terlambat bangun, padahal dia ingin makan sahur untuk menjalankan puasa sunnah.

Melati mendesah resah, sekarang waktu yang paling ditunggu-tunggu sudah tiba, setelah empat tahun dia berada di Pakistan untuk melanjutkan studinya di sana, sungguh dia begitu merindukan masakan sang ibu.

"Ibu, aku akan segera pulang."

Melati beranjak dari atas tempat tidur, berjalan ke dalam kamar mandi untuk segera mengambil air wudhu dan melakukan salat. Sebelum melakukan shalat subuh, Melati terlebih dahulu melakukan shalat sunnah fajar.

Di antara shalat-shalat sunnah, ada shalat sunnah yang memiliki keutamaan yang tak ternilai harganya. Dua rakaat yang memiliki keutamaan, sampai-sampai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya. Sebuah amalan ringan, namun sarat pahala, yang tidak selayaknya disepelekan seorang hamba. Amalan tersebut adalah dua rakaat shalat sunnah sebelum subuh atau disebut juga shalat sunnah fajar. Dikisahkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , beliau berkata: "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melakukan satu shalat sunnah pun yang lebih beliau jaga dalam melaksanakannya melebihi dua rakaat shalat sunnah subuh.” (HR Bukhari 1093 dan Muslim 1191)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
“Ketika safar (perjalanan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap rutin dan teratur mengerjakan shalat sunnah fajar dan shalat witir melebihi shalat-shalat sunnah yang lainnya. Tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaksankan shalat sunnah rawatib selain dua shalat tersebut selama beliau melakukan safar. (Zaadul Ma’ad I/315)
Keutamaan shalat sunnah subuh ini secara khusus juga disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dua rakaat shalat sunnah subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.” (HR. Muslim725).

Melati duduk sambil berdzikir, matanya terpejam merasakan dirinya begitu dekat dengan Allah, Melati begitu merindukan mendiang ayahnya, berharap semoga Allah cepat mempertemukan mereka. Sebentar lagi Melati berjanji akan datang ke tempat perustirahatan ayahnya.

"Ayah, Melati sangat menyayangi ayah."

🍁🍁🍁

Melati baru saja menginjakan kakinya di bandara Soekarno-Hatta, di sana dia langsung mendapati ibu dan tantenya yang sudah menunggu kedatangannya sejak satu jam yang lalu. Melati langsung berjalan mendekati mereka berdua, memberi salam kepada sang ibu lantas memeluknya dengan hangat, sudah lama sekali rasanya ia tidak merasakan pelukan ini.

"Aku kangen banget sama, ibu."

"Ibu juga, sayang."

"Oh jadi yang kamu kangenin cuma ibu doang? Tantemu ini nggak dikangenin?"

"Ahhh, tante. Tentu dong Melati juga kangen sama tante." Melati juga memeluk tantenya.

"Tante sekarang pake jilbab?"

Tanya Melati heran. Sementara itu Hilda hanya mengangguk malu, dia baru mengenakan pakaian sepertini sejak dua bulan yang lalu, entah bagaimana laki-laki yang dia kenal bisa membuatnya seperti ini. Padahal dulu, baik Runi maupun Melati selalu gagal mengajaknya untuk menutupi rambutnya, ia hanya memberikan alasan belum siap berhijab, dia meganggap orang yang memakai hijab hanyalah orang-orang yang sudah kuat agamanya. Tapi, cara pandangnya bisa berubah semenjak bertemu dengan laki-laki yang sebentar lagi akan menjadikannya seorang istri hanya satu kalimat tapi berhasil membuat hatinya tersentil.

"Iya, bagaimana menurutmu?"

"Tante semakin cantik." Melati mengacungkan kedua jempolnya.

"Kamu tahu nggak, Melati? Sebentar lagi tante kamu ini bakal menikah, dan laki-laki itu yang berhasil nyuruh tante kamu pakai hijab."

"Wah, beneran, bu?" tanya Melati penuh selidik, dia begitu penasaran dengan sosok laki-laki yang dimaksud ibunya, sementara itu Hilda hanya bisa tersenyum malu.

"Kenapa ibu baru cerita sekarang sama, Melati."

"Ya kan nggak seru kalau ngomongnya lewat telpon." Runi terkekeh pelan,

"Kalian bisanya ngeledikin aku, ibu sama anak benar-benar kompak. Sudalah, ayo kita pulang."

Hilda berusaha menghidar, dia masih begitu malu membahas tentang calon suaminya. Apalagi sejak dulu dia begitu larut dalam permainan dunia, dia begitu terpesona pada keindahan semata, terlalu percaya akan mulut-mulut manis yang hanya memberinya kebahagiaan sesaat, hingga akhirnya terluka kerena pilihan yang salah. Begitu lama menutup hati hingga akhirnya  sekarang berhasil dipertemukan dengan laki-laki yang baik.

Sepanjang perjalanan, Melati tidak ada habis-habisnya menggoda tantenya itu, sampai-sampai Hilda kehilangan cara untuk menjawab pertanyaan Melati. Sejak kecil anak itu selalu banyak bertanya, kebiasaan yang tidak pernah berubah.

"Tante udahlah, ceritain sedikit aja. Atau kasih tau aku namanya deh."

"Namanya itu Ibrahim, Mel."

"Ihs, Kak Runi, diam dong. Nggak usah dikasih tau si Melati, yang ada aku makin habis diledekin sama dia."

Hilda memorotkan bibirnya kesal, jika saja nanti dia punya anak, Hilda yakin, kakaknya itu dan Melati akan kalah.

"Wah, sama kayak nama ayah dong. Pasti orangnya juga sebaik ayah." tebak Melati, dan benar saja, Runi semakin dibuat tergoda.

"Nggak apa-apa, yang penting aku bahagia, karena tanteku ini bisa dapetin suami yang baik. Aku yakin, dia bisa jadi imam yang baik buat tante."

"Aamiin...," Hilda juga berharap demikian, baginya sosok Ibrahim begitu jauh berbeda dari laki-laki manapun yang dia kenal. Ibrahim bahkan langsung menyatakan perasaannya begitu saja. Padahal, saat itu Hilda sama sekali tidak mengenal Ibrahim. Hilda juga tahu, orang yang baik akan bertemu dengan yang baik, lantas Hilda tidak menyangka, ditengah-tengah dirinya masih jauh dari jalan-Nya, Allah justru mengirimkan seseorang yang baik untuknya.

Laki-laki seperti Ibrahim yang sangat jarang dia temui. Laki-laki yang mendadak datang ke rumahnya dan menyatakan ingin melamar, Hilda sendiri masih begitu bingung, entah bagaimana caranya dia bisa luluh oleh laki-laki itu, mungkin ini memang kehendak Allah yang memiliki hatinya.

Hilda tidak pernah menyesal, kenapa Allah masih belum menakdirkannya menikah hingga usia yang sudah tidak muda lagi, ini salah satu rencana Allah untuk mempertemukannya dengan Ibrahim, karena bagi Hilda rencana Allah jauh lebih baik dari rencana apapun yang sudah dia bayangkan selama ini.

Selama tiga puluh menit perjalnan, akhirnya Melati sampai di pemakaman umum tempat ayahnya dikuburkan. Suasan tadi seketika mendadak berubah, Melati yang tadinya selalu tertawa sekarang berubah menjadi bisu, mempersiapkan diri agar tidak memangis di depan makam ayahnya nanti. Setelah tujuh belas tahun berlalu, rasanya masih tetap sama, begitu berat jika harus menerima takdir ini, tapi Melati tidak bisa berbuat apa-apa, semuanya sudah Allah tulis sesuai kehendaknya. Bahkan Melati sendiri tidak tahu bagaimana nanti dia akan meninggal, lalu dimasukan ke dalam tanah seperti ini.

Melati juga sangat kasihan dengan ibunya, perempuan itu memilih untuk melanjutkan stausnya sebagai janda, setia kepada almarhum suaminya jauh lebih penting bagi Runi. Padahal, sudah banyak laki-laki yang datang untuk melamarnya, tapi ibunya itu selalu saja menolak, dengan alasan kalau dia hanya ingin menjaga cintanya untuk sang suami. Bukan Runi menolak jodoh yang sudah Allah datangkan, tapi hatinya tidak pernah bisa menerima lelaki manapun, Runi juga tahu, Allah pasti paling mengerti bagaimana isi hatinya.

"Ayah, maafkan Melati. Melati baru sempat datang sekarang lagi." Melati duduk di depan makam ayahnya yang rata, sebuah pemakaman tanpa batu nisan, ini sudah memang permintaan ayah ketika masih hidup. Dia hanya ingin kuburannya rata dengan tanah, tanpa adanya batu nisa yang dituliskan namanya. Karena tidak boleh membuat bangunan di atas kuburan, baik berupa batu nisan atapun yang lainnya.

Baik Runi mapun Melati sama-sama larut dalam kesedihan masing-masing, luka yang masih begitu kentara terasa.

"Seandainya ayah kamu masih ada di sini, dia pasti akan sangat bangga sama kamu, Mel."

"Aku harap juga gitu, Bu. Aku nggak pernah berpikir kalau ayah bakal pergi secepat itu, yang aku tahu, Ayah sama Ibu bakal terus ada di samping aku."

Seandainya Melati mengerti saat itu, bahwa hari itu adalah hari terakhirnya bertemu dengan ayahnya dan hari itu juga adalah hari terakhir dia melihat wajah ayahnya, mungkin Melati tidak akan pernah mau bermain sesukanya, mungkin dia akan ada di hadapan ayahnya sambil mencium ayahnya untuk terakhir kalinya. Sayangnya saat itu dia hanyalah anak kecil yang tidak mengerti apa-apa, tidak tahu bahwa kematian adalah pemisah hidupnya dengan ayah tercinta, ternyata setelah besar dia merasakan bahwa kiamat kecil itu amat memedihkan.

Kenangan yang singkat itu sedikitpun tidak hilang dari memorinya, Melati ingat saat pertama kali ayahnya membelikannya buku gambar, awalnya Ia pikir ayahnya akan mengajarkannya untuk melukis hewan-hewan yang lucu, kecinci, kupu-kupu, kucing, kerbau, kambing dan masih banyak lagi. Tapi, prediksinya salah, ayahnya justru mengajarkannya untuk tetap menulis, dengan alasan jika Melati bosan menulis di buku tulis, dia bebas menulis di kertas tanpa bergaris itu. Melati kaget dan sangt kesal, ia menolak mentah-mentah, menganggap menulis huruf-huruf itu sudah membuatnya bosan . Namun, Ayahnya begitu pandai pandai merayu, berkat diiming-imingi es krim, akhirnya Melati menurut.

"Ayah, Melati bosan. Melati masih kecil, seharusnya Melati itu gambar kupu-kupu atau bikin gambar ayah sama ibu."

"Sayang, justru karena kamu masih kecil makanya ayah ajarkan, biar nanti setelah kamu masuk sekolah tulisannya makin bagus."

"Ayah aja yanh bikin, Melati maunya liatin aja."

Melati melipat kedua tangannya di atas dada, kesal karena tidak diizinkan untuk melukis gambar yang dia suka.

"Yah, padahal tadi kalau Melati mau, ayah kasih es krim. Tapi yaudah deh, es krimnya buat ayah aja."

Seketika mata Melati langsung berbinar, melihat ayahnya begitu antusias.

"Beneran, yah?"

"Iya dong."

"Yaudah Melati mau."

"Tapi jangan bilang-bilang ibu ya, nanti kita dimarahin." Ibrahim berbisik kepada putrinya, lantas mereka berdua sama-sama terkikik pelan.

"Siap ayah." Melati mengacungkan kedua jempolnya, sementara itu Ibrahim mengacak-acak rambut Melati dengan gemas.

Ternyata semuanya ada sebabnya, kenapa sejak dulu ayahnya tidak pernah mengizinkannya untuk melukis makhluk yang bernyawa, karena itu semua amat diharamkan.

“orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini’ ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu , beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar ” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu , beliau berkata: aku mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku?’. Maka buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha , ia berkata:
"Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pulang dari safar. Ketika itu aku menutup jendela rumah dengan gorden yang bergambar (makhluk bernyawa). Ketika melihatnya, wajah Rasulullah berubah. Beliau bersabda: “wahai Aisyah orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat adalah yang menandingin ciptaan Allah “. Lalu aku memotong-motongnya dan menjadikannya satu atau dua bantal” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan hadits Ibnu ‘Abbas
radhiallahu’anhuma, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“barangsiapa yang di dunia pernah menggambar gambar (bernyawa), ia akan dituntut untuk meniupkan ruh pada gambar tersebut di hari kiamat, dan ia tidak akan bisa melakukannya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Juga hadits lainnya dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam :
“semua tukang gambar (makhluk bernyawa) di neraka, setiap gambar yang ia buat akan diberikan jiwa dan akan mengadzabnya di neraka Jahannam ” (HR. Bukhari dan Muslim).

🍁🍁🍁

Melati masuk ke dalam kamar tantenya; Hilda. Dia bisa melihat tantenya itu sedang gelisah, mungkin karena besok adalah hari pernikahannya. Ini tentu hal yang wajar, bukan hanya bagi Hilda, perempuan manapun pasti akan merasakan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, senang, sedih, takut semuanya berpadu menjadi satu.

"Tante, kenapa?"

Hilda mendesah, wajahnya semakin memancarkan ketidak tenangan.

"Aku tahu, pasti sekarang tante lagi gelisah kan?"

"Tante juga nggak tau, Mel. Rasanya aneh, tante nggak tenang."

"Mending tante salat, minta ketenangan hati sama Allah."

Hilda mengangguk, menerima saran yang diberikan Melati. Hilda juga berharap setelah selesai salat nanti, semoga Allah memberinya ketenangan hati.

🍁🍁🍁

Bersambung

Jazakillahu Khairan Khatsiiran...









Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top