Prolog
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Aku tak tahu perasaan ini muncul sejak kapan. Yang aku tahu hanya dirimulah yang membuat hati ini bergetar. Walaupun secara langsung aku belum pernah mengobrol denganmu.
Pertama kali aku melihatmu saat aku menjadi qori di salah satu majelis ilmu.
Pada saat itu aku membaca surah Al-Baqarah ayat 221. Yang mengisahkan tentang pernikahan harus dengan yang seiman.
Tema kajian saat itu adalah wanita shalihah yang pantas dijadikan pendamping hidup. Aku lihat beberapa ciri wanita shalihah itu terdapat padamu.
Menutup aurat, itu sudah pasti. Aku lihat waktu itu dirimu menggunakan gamis syar'i berwarna maroon. Ditambah jilbab panjang dengan warna yang senada.
Dirimu juga mempunyai rasa malu yang cukup besar diantara para akhwat lainnya. Karena aku perhatikan, ketika ustadz sedang menerangkan, dirimu hanya mendudukkan pandangan dan sesekali menengadah ketika kelihatannya kurang mengerti, lalu menunduk lagi.
Aku juga tahu dirimu selalu patuh atas apa yang diperintahkan ayahmu.
Aku ingin kau juga mengabdi padaku nanti.
Sudah banyak perempuan yang memintaku untuk menjadi imamnya, tetapi aku merasa kurang srek dengan mereka maka dari itu semuanya aku tolak.
Dengan mudahnya hati ini jatuh pada dirimu yang memiliki ciri-ciri wanita shalihah. Jika aku bisa mendapatkanmu, maka aku termasuk orang yang paling beruntung.
Aku hanya tahu namamu, karena kedewasaanmu dalam menyikapi masalah yang selalu dibicarakan para akhwat.
Diantara jutaan akhwat hanya dirimu seorang yang berhasil membuatku berzina pikiran.
Hanya dirimu.
Akhlakmu yang berhasil membuatku berdecak kagum. Sifat kedewasaan dalam dirimu yang selalu aku sukai. Dalam majelis ilmu kau juga tak pernah absen.
Aku selalu ucap namamu dalam setiap sujud di sepertiga malam.
Zulfa Salsabila Putri.
Nama itu aku selalu panjatkan, karena aku berharap dirimulah yang menjadi pelengkap agamaku.
Aku berharap pada Allah, agar aku berjodoh denganmu.
Harus kau tahu, bahwa aku mencintaimu dalam diam.
Karena aku masih menunggu waktu yang tepat untuk berbicara langsung di hadapan orang tuamu. Aku juga masih memperhatikanmu dari jauh.
Ukhty aku bukanlah lelaki yang pandai berpuitis, ataupun lelaki yang suka bergombal. Aku hanya lelaki biasa yang sedang belajar menjadi shalih dan ingin mendapatkan pendamping hidup yang shalihah.
Jika Allah mengizinkan aku ingin menjadi pelengkap agamamu.
Ukhty, namamu telah terpatri dalam diri, membeku dalam hati, InsyaAllah hingga nanti.
Dirimu menjadi pengisi ketiga dalam hati, setelah Allah dan orang tuaku.
Aku ingin segera mengucapkan kalimat ini di hadapanmu dan orang tuamu.
"Apakah ukhty bersedia menjadi pelengkap agamaku?"
Muhammad Zikri Zainul Muttaqin
****
Dear ikhwan.
Dengan mudahnya kau membuatku jatuh hati.
Lantunan ayat dari bibirmu berhasil menghipnotisku. Aku sungguh takjub mendengarnya, aku hanya bisa berkata, "MasyaAllah".
Entah sejak kapan aku mulai tertarik denganmu, aku benar-benar tak tahu. Hanya saja kau selalu menjadi qori ketika aku berada di majelis ilmu.
Dear ikhwan, namamu telah terukir indah dalam hati. Dirimu selalu kurindu setiap waktu, walau hanya delusimu dalam waktu.
Aku harap aku tak berdelusi saja, karena aku ingin kau menjadi imamku.
Tetapi sayang, itu sepertinya tak bisa. Karena ada sebuah pembatas yang menjulang tinggi nan kokoh.
Kita satu agama, tetapi kita tak bisa bersatu.
Kau selalu beranggapan bahwa Allah ada di mana-mana, sedangkan aku beranggapan bahwa Allah bersemayam di Arsy.
Itu mungkin kelihatan sepele bagimu, tetapi tidak untukku.
Aku menginginkan imam yang semanhaj. Tetapi kau tidak.
Tetapi kenapa, namamu telah terukir indah dalam hati, hingga membuatku sulit untuk menghapusnya.
Zulfa Salsabila Putri
****
Jangan dulu nyimpulin dari prolog ya! Harus baca kelanjutannya biar tahu.
New Story!!
Jangan lupa ajak keluarga, sahabat dan yang lainnya agar baca cerita ana.
Syukron udh baca!
~30 Maret 2019~
🌸Jazakumullaahu Khayran🌸
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top