7: Sebuah Harapan

Menciptakan sebuah harapan itu mudah. Tapi sangat sulit untuk merubahnya menjadi kenyataan.

_DewiMaharani_

"Zikri?"

Zikri hanya tersenyum.

"Siniin kuenya!" ucap Zulfa yang menyadari bahwa kue yang dipegang Zikri adalah miliknya.

Dengan cepat Zikri memberikan kantung plastik yang berisi kue itu pada Zulfa.

Rafi yang baru saja datang dari mobil untuk mengambil sesuatu, melihat Zulfa dan Zikri tengah berbincang. Rafi hanya tersenyum tipis melihat kakaknya yang jarang mengobrol dengan laki-laki selain mahramnya kini sedang berbicara dengan Zikri–guru barunya.

"Kak, Zulfa!" Suara Rafi membuat Zulfa dan Zikri menoleh bersamaan kearahnya.

"Kamu dari mana, Fi?" tanya Zulfa yang melihat Rafi semakin dekat dengannya.

"Dari mobil. Tadi aku kan udah izin sama kakak kalau aku mau bawa handphone yang ketinggalan di mobil!" ucap Rafi yang membuat Zulfa mengerutkan kening karena heran.

Dari tadi Zulfa hanya memikirkan betapa malunya dia saat duet bersama Zikri kemarin. Hingga membuat dia tak mendengar apa yang diucapkan Rafi.

Zulfa hanya beristighfar dalam hati. Dia tidak bertanya terlalu banyak pada Rafi karena dia tau ini salahnya yang kurang fokus.

"Pak Zikri, saya duluan, ya!" Zulfa menyatukan kedua tangannya ke arah Zikri. Sedangkan Rafi dia mengulurkan tangan kanannya bersiap untuk mencium punggung tangan gurunya.

Setelah mencium punggung tangan Zikri, Rafi langsung menyusul Zulfa yang telah berada di dalam mobil.

"Rafi, berarti tadi kakak tanya sama Pak Zikri dong?"

"Tanya apa kak?" tanya Rafi yang duduk di samping Zulfa yang tengah berada di belakang kemudi.

"Tanya kue buat Ibu. Tadi kakak mendadak lupa. Tapi,kenapa jawabannya bener, ya?"

"Mungkin kebetulan, Kak!" ucap Rafa yang duduk di belakang.

"Mungkin jodoh, Kak!" celetuk Rafi yang membuat Zulfa menatapnya kesal, karena so tau.

"Udah kak, jangan ditanggepin ucapan si Rafi. Mendingan jalanin tuh mobilnya!" ucap Rafa yang sudah mengetahui ke mana arah pembicaraan mereka.

Zulfa langsung menuruti Rafa, yaitu menyalakan mobil dan kembali pulang ke rumah.

****

Sesampainya di rumah, Rafi menceritakan kejadian Zulfa bersama Zikri saat membeli kue pada Abram.

Abram sangat antusias mendengar cerita Rafi yang membahas Zulfa dan Zikri.

"Aduh kuping Zulfa kok panas, ya?" Zulfa mengelus-ngelus kedua telinganya dengan kaki yang berjalan ke arah Rafi.

Ragi dan Abram hanya terkekeh.

"Geser, Dek!" titah Zulfa pada Rafa yang sedang memakan kue sembari menatap adik dan ayahnya sedang terkekeh bersama.

Rafa langsung bergeser ke sebelah kanan. Dengan cepat Zulfa langsung duduk di samping Rafa.

"Uluhh, makan terus pantesan kaya kungfu panda!" Zulfa menyentuh pipi Rafa yang hampir mirip bakpao.

"Enggak kaya kungfu panda, Kak! Enak ajah, masa aku mau disamain sama kungfu panda?" celoteh Rafa yang tak berhenti makan.

Jika sedang bosan, Zulfa sering meledek adik-adiknya. Memanggil Rafa dengan sebutan kungfu panda saja sudah cukup menghibur dirinya sendiri. Apalagi membahas Rafi yang selalu mengoceh tanpa batas, yang selalu membuat Zulfa tertawa.

****

Zikri melihat Zulfa yang sedang berhadapan dengan murid lelaki. Dengan cepat Zikri menghampirinya.

Zulfa yang tak menyadari kehadiran Zikri terus mengoceh.
Dia sedang menasehati muridnya yang susah diatur.

"Farhan, jangan minta lagi uang sama mereka, ya!" ucap Zulfa dengan penuh kelembutan.

Zulfa sedang menasehati muridnya yang selalu meminta uang pada murid lain.

Merasa iba pada murid-murid yang disuruh untuk memberi uang pada Farhan, sebagai wali kelas Zulfa tidak bisa diam saja.

"Tapi Bu aku lakuin itu kan terpaksa!" ucap murid bernama Farhan dengan menunduk.

"Terpaksa buat apa?"

"Buat beli rokok, Bu!" Ucapannya membuat Zulfa kaget.

Rokok?
Anak sekolah yang masih duduk di bangku kelas tiga SMP sudah mengenal rokok dan berani menghisapnya?
Jika anak SMP saja sudah menghisap rokok, mau dikemanakan bangsa ini?
Kapan Indonesia maju, jika anak sekolah yang seharusnya belajar sungguh-sungguh malah menghancurkan kehidupan dirinya sendiri untuk kedepannya?

"Sejak kapan kamu suka menghisap rokok?" tanya Zulfa yang berharap Farhan berkata jujur padanya.

"Pas awal SMP, Bu! Dan sekarang malah jadi kebiasaan!"

"Kamu tau kan rokok itu berbahaya?"

Farhan mengangguk karena dia tak bisa berbuat apa-apa.

"Rokok kan bisa merusak badan kamu. Terus kamu mau badan kamu sakit-sakitan gara-gara kamu suka menghisap rokok?"

Farhan menggeleng.

"Kalo takut merusak badan, kenapa dilakuin?"

"Ikut-ikutan tren, Bu!"

Ucapannya membuat Zulfa ingin tertawa dan menepuk jidat. Karena itu adalah alasan yang lucu.

Zulfa hanya tersenyum.
"Kalau gitu nanti Ibu nguruh orang tua kamu dateng ke sekolah, ya!"

"Jangan, Bu! Nanti aku dimarahin!" elak Farhan yang tak mau diadukan kelakuan yang dibuat dia sendiri pada orang tuanya.

"Nanti kebiasaan, Farhan. Nanti Ibu bakalan bicara baik-baik sama orang tua kamu. Karena ini juga bukan salah kamu sepenuhnya, tapi juga kesalahan orang tua kamu yang enggak terlalu merhatiin pergaulan kamu!" ucap Zulfa yang membuat Zikri mengembangkan senyumannya.

Anak orang lain kamu perhatiin. Aku cuma berharap kamu yang menjadi tulang rusuk aku. Dan menjadi ibu dari anak-anak kita.

Tapi pada kenyataannya, mendapatkanmu akan sangat susah. Tak semudah yang dibayangkan.

****

InsyaAllah cerita ini update setiap hari, ya!

Syukron buat yang udah mau baca.

~28 April 2019~

🌸Jazakumullaahu Khayran🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top