6: Tersipu Malu
Jika dengan mudahnya aku mampu membuat pipimu merah padam, maka aku juga akan mampu membuatmu jatuh hati dalam waktu yang singkat.
-Muhammad Zikri Zainul Muttaqin-
Sabtu siang, Zulfa telah berada di mesjid tempat kajian.
Hari ini dia tidak mengajar karena sekolah hanya sampai Jumat. Hari ini juga akan dilaksanakan peringatan Maulid Nabi.
"Zulfa!" Teriakan seseorang membuatnya menoleh ke sumber suara.
"Iya, May. Ada apa?" Zulfa berjalan menghampiri Maya yang jaraknya cukup jauh.
"Aku sama Mas Rega mau atur buat makanan yang nanti bakalan dibagiin. Terus kamu sama Zikri atur temen-temen yang lain buat ngedekor, ya!"
"Tapi, May? Mendingan aku sama kamu ajah!" Zulfa berusaha mengelak apa yang diperintahkan Maya.
"Zulfa, kamu harus nurut! Lagian kamu kan jago ngedekor, Zikri juga sama gitu! Jadi jangan nolak, oke! Selamat bekerja!" Maya langsung berlalu meninggalkan Zulfa yang masih mematung.
Tidak ada pilihan lain, Zulfa hanya bisa menurut pada Maya. Lagipula yang dikatakan Maya bahwa Zikri dan Zulfa jago masalah mendekor itu benar.
Dengan terpaksa Zulfa mengayunkan kakinya menuju area yang akan dijadikan panggung. Tepatnya beberapa langkah dari kanan masjid.
Matanya menatap Zikri yang berada di depan, tengah memperhatikan panggung yang sedang didekor oleh tukangnya.
"Zulfa," panggil Zikri yang menyadari kehadiran Zulfa di belakangnya.
"Iya?"
Zikri berjalan ke arah Zulfa. Setelah jarak mereka hanya lima langkah, Zikri bersuara, "Bantu aku menata kursi buat penonton, kamu bisa kan?"
Zulfa mendongak. Astaghfirullahaladzim, Zikri udah ada di Deket aku ajah!
"Iya, aku bisa!"
Zulfa mengikuti langkah kaki Zikri yang menghampiri tumpukkan kursi plastik berwarna biru tua.
"Ini tangga buat naik panggungnya mau dari arah mana?" tanya seorang pemuda.
"Di sana!" tunjuk Zikri dan Zulfa, namun berbeda arah.
"Mas, Mbak, jangan bikin saya pusing! Mau di sana atau di sebelah sana?" tanya lelaki itu yang menunjuk ke samping kiri dan kanan panggung.
"Maaf," ucap Zikri dan Zulfa serempak.
"Pacarannya jangan di sini, Mas, Mbak! Jadi mau naruh tangganya di mana, nih?" tanya lelaki itu yang mulai geram.
"Mau di mana, Pak Zikri?" tanya Zulfa yang melirik Zikri.
"Disebelah kanan ajah, Pak. Nanti bakalan ada marawis sama hadrah, biar gampang jadi disebelah kanan ajah!"
"Iya, Mas!"
"Panggilnya jangan pake, pak, aku masih muda!" Zikri melirik Zulfa yang hanya beda dua langkah darinya.
"Oh iya, aku lupa kalo nanti bakalan ada hadroh sama marawis," ucap Zulfa yang membuat Zikri tersenyum. Karena ucapan Zikri tidak dianggap oleh Zulfa.
"Makanya, kalo didekat aku jangan grogi. Jadi gitu kan?"
"Siapa juga yang grogi, Pak?"
Ucapan Zikri benar, bahwa Zulfa merasa canggung saat berada didekatnya, hanya saja Zulfa mencoba menutupi rasa canggungnya dengan alibi sederhana.
"Maaf lupa, jangan panggil 'pak' karena masih muda, ya? Aku tadi lupa tanya harus panggil apa, gara-gara aku baru nyadar!"
Zikri pikir Zulfa tidak menganggapi ucapannya, ternyata lain. Tadi syaitan berhasil membujuknya agar berprasangka buruk.
"Astaghfirullahaladzim," desisnya pelan.
Zikri terkekeh kecil mendengar ucapan Zulfa.
"Terus panggilnya apa?" tanya Zulfa yang melihat Zikri terkekeh.
"Mas!" Mata Zulfa terbelalak kaget mendengar ucapan Zikri.
Nggak salah apa? Masa aku panggil dia 'Mas'. Siapa dia? Heran aku!
"Biasa ajah, Zulfa, jangan kaget. Just kidding, kok! Panggil nama ajah, atau nggak aku kamu, gimana?"
Zulfa mengangguk, memanggil dengan logat aku-kamu itu lebih baik, daripada memanggilnya dengan sebutan 'Mas'.
****
Angin malam tak henti-hentinya menggoyang ranting-ranting pohon. Berlenggak-lenggok searah dengan angin yang berhembus ke sana ke mari.
Jam menunjukkan pukul 20.30 WIB. Zikri yang menggunakan pakaian hitam putih dan tim hadrahnya naik ke atas panggung.
Selain qori, Zikri juga suka menjadi vocalis tim hadrah.
"Qommarun."
Hiruk pikuk mulai terdengar dari penonton ketika suara emas Zikri mulai terdengar.
Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB. Seorang wanita bertabur make up sederhana terlihat begitu cantik dengan pakaian kuning dan biru tua. Disusul dengan sepuluh anak-anak remaja yang membawa alat-alat marawis.
Setelah mendengar gilirannya untuk tampil, Zulfa dan yang lainnya menaiki panggung yang di belakangnya terdapat spanduk bertuliskan, Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Ditambah dengan lampu warna-warni yang membantu lampu utama berwarna putih untuk penerangan, juga digunakan untuk menghiasi panggung.
Terlebih dahulu diawali oleh anak perempuan yang membawa tamborin disusul dengan orang yang membawa hajir, lalu Zulfa dan yang lainnya.
Setelah semuanya berada di atas panggung. Pembawa darbuka yang berada di paling ujung memberi komando untuk hormat pada penonton.
Detik selanjutnya mereka duduk. Lagi-lagi pembawa darbuka paling ujung yang mengawali pembukaan setelah salam.
"Busyrolana Nilnal Munaa."
Suara tepuk tangan mulai riuh mendengar suara Zulfa yang membawakan sholawat hayyul Hadi.
Setelah beberapa sholawat yang Zulfa lantunkan, penonton menginginkan Zikri duet bersama Zulfa.
Zikri yang berada di belakang para penonton dipaksa naik agar duet bersama Zulfa.
"Ustadz Zikri harus naik!"
"Ustadz Zikri sama Ustadzah Zulfa harus duet!"
Mendengar ucapan penonton yang tidak mau diam, akhirnya Zikri melangkah menuju panggung.
Sesampainya di panggung, dua anak yang memegang hajir dan tamborin bergeser ke sebelah kiri, seakan-akan memberikan tempat untuk Zikri yang akan duduk di sebelah Zulfa.
Rasa panas mulai menjalar keseluruh pipi Zulfa. Malu, itu yang ada di benaknya. Untuk pertama kalinya Zulfa duet bersama laki-laki yang bukan mahram.
"Zulfa, kita mau lantunin sholawat apa?" tanya Zikri sembari menatap Zulfa.
"Hayyul Hadi ajah," jawab Zulfa yng langsung disetujui oleh Zikri dan yang lainnya.
"Hayyûl hâdî."
"Bi ajmal dzikrô."
Gemuruh tepuk tangan semakin terdengar lebih jelas dibandingkan tadi. Dari para penonton dan panitia.
****
Udara segar mulai terhirup oleh indera penciumannya. Angin sepoi menemaminya yang sedang menyirami tanaman dengan slang. Daun dan bunga-bunga mulai berlenggak-lenggok mengikuti gerakan angin.
Jika saat dia mengajar yang menyiram tanaman adalah ibunya, maka Zulfa menyirami tanaman yang berada di belakang rumah setiap hari libur saja. menyiram tanaman yang berada di belakang rumah.
Rumah Zulfa memiliki taman yang cukup luas di belakang. Udaranya yang cukup sejuk membuat siapapun yang berada di sana nyaman. Belakang rumah juga sering dipakai untuk mengerjakan tugas Zulfa dan adik-adiknya.
Setelah menyirami tanaman telah selesai, Zulfa masuk ke dalam rumah untuk mandi.
"Zulfa," ucap Novi yang membuatnya langkah kakinya terhenti.
"Iya, Bu?" Zulfa menoleh kesumber suara.
"Ibu lagi pengen makan yang manis-manis, nih!"
"Kue atau bolu, Bu?"
"Kue coklat ajah! Sekarang kamu mandi dulu ajah! Nanti beliin ibu kue, ya!"
"Iya, Bu. Kalo gitu Zulfa mau mandi dulu!" Setelah permisi untuk mandi, Zulfa langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.
"Ibu, Rafi juga mau ikut kak Zul beli bolu dong!" ucap Rafi yang berjalan menghampiri Novi.
"Rafa, juga mau ikut. Sekalian jalan-jalan," imbuh Rafa diiringi kekehannya.
"Iya, boleh! Asal kalian mandi dulu!"
Setelah diizinkan untuk ikut, mereka langsung lari menaiki anak tangga menuju kamarnya.
****
Roda mobilnya berhenti di depan toko kue langganan keluarga Zulfa.
Zulfa dan kedua adiknya turun dari mobil untuk membeli kue.
"Dek, ibu maunya kue apa?" tanya Zulfa yang mendadak lupa pesanan Ibunya saat berada di depan etalase yang berjajar kue-kue.
"Coklat!"
Mendengar respon, Zulfa langsung memesan kue coklat untuk Ibunya dan keju untuk Zulfa.
"Nih, dek, bawa!" Zulfa menyodorkan plastik yang berisi kue-kue pada seseorang yang berada di sebelah kanannya, karena dia akan membayar kue tersebut terlebih dahulu.
Setelah Zulfa membayar kuenya, dia menoleh ke sebelah kanan.
Betapa terkejutnya dia saat melihat seorang lelaki jangkung yang sedang memegang kuenya.
"Zikri?"
****
Assalamu'alaikum, gimana ceritanya?
Feelnya kena nggak?
Jangan lupa vomennya, ya, karena itu berarti!
SatNigh jangan lupa pacaran.
Maksudnya, perbanyak baca Al-Quran.😁😁
🌸Jazakumullaahu Khayran🌸
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top