5: Penasaran
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)
****
Siapa ya, yang tadi Zulfa tungguin?
Apa calonnya?
Kayaknya iya deh, itu calonnya.
Beribu pertanyaan mulai menghinggapi benaknya, prasangka yang menjadi temannya, dan syaitan yang sedang menguasai dirinya.
"Astaghfirullahaladzim," desisnya yang tidak tenang sembari duduk di kasur. Menghentikan acara mondar-mandirnya.
"Astaghfirullahaladzim," desisnya karena telah terlalu banyak berprasangka.
"Astaghfirullahaladzim," desisnya lagi untuk memohon ampun kepada Allah.
Setelah beristighfar beberapa kali, Zikri mulai merasa tenang. Pikirannya mulai kembali dingin, dan siap untuk berpikir jernih.
Sungguh maha benar Allah dengan firmannya yang terdapat dalam Q.S Ar-Ra'd ayat 13, yang artinya,
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
Mengingat Allah membuat hati orang-orang yang beriman tenteram.
Pikirannya sekarang tertuju pada Rega.
Zikri akan menghubungi Rega dan menyuruhnya bertanya pada Maya tentang Zulfa.
Zikri yang masih menggunakan pakaian khas gurunya meraih benda pipih yang berasa di nakas. Dia mengetik nama lengkap Zulfa pada hp-nya yang sedang memperlihatkan harus diisi kata sandi terlebih dahulu.
Detik selanjutnya, hp Zikri terbuka, dia langsung menekan aplikasi WhatsApp untuk menghubungi Rega.
Tak lama kemudian, Zikri mengirim pesan pada Rega.
Assalamu'alaikum. Ga, tanyain istri ente dong, tentang Zulfa.
Ane lagi penasaran sama dia pas naik mobil Avanza hitam pulang ngajar.
Ane jadi kepikiran apa mungkin Zulfa udah punya calon atau belum.
Mungkin istri ente lebih tau, makanya ane minta tolong sama ente.
Send
Pikiran Zikri sekarang mulai tenang, dia tinggal menunggu balasan dari Rega.
****
Seseorang wanita bergamis ungu ditambah dengan jilbabnya yang senada duduk disalah satu sofa yang berada di ruang keluarga dengan pandangan menatap lurus keluar jendela.
Udara sore hari membuat ingatannya tertarik pada kejadian tadi di sekolah saat istirahat.
Wanita itu adalah Zulfa.
Zulfa heran kenapa Omnya berkata seakan-akan Zikri menyukai Zulfa.
Padahal Zulfa rasa dia baru kenalan lusa saat membahas tentang acara PHBI.
Om Zafran ada-ada ajah! Semburat senyuman menghiasi wajah cantiknya. Tanpa tak sadar, dirinya tengah diperhatikan seseorang.
Zulfa mengendurkan senyumannya lalu menatap ke sebelah kanan.
"Astaghfirullahaladzim," ucapnya yang kaget melihat Abram berada di sampingnya.
"Kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri!" tanya Abram.
"Itu, Yah, Zulfa inget kejadian tadi siang pas lagi istirahat, kejadiannya lucu!"
"Emang gimana? Ceritain sama Ayah dong, Nak!"
Zulfa mengangguk, lalu menceritakan secara detail tentang awal dia bertemu Zikri sampai Om Zafran yang bertingkah unik, tak lupa Zulfa juga menceritakan tentang Rafi.
"Zikri itu siapa, Nak?"
Dari tadi Zulfa hanya menceritakan Zikri, Om Zafran dan Rafi, tanpa memberi tahu Zikri siapa.
"Qori di tempat Zulfa kajian, Yah. Guru baru juga di SMP tempat Zulfa ngajar. Mungkin Om Zafran lebih tau dia. Zulfa liat mereka akrab banget," jelasnya panjang lebar.
"Kayaknya ada yang suka sama putri Ayah, nih! Iya, nggak Bu?" Abram menatap Ibu Zulfa yang baru saja duduk di samping Ayahnya.
"Iya tuh, Yah! Kayaknya kita bakalan cepet punya mantu." Novi–ibunya Zulfa terkekeh kecil.
"Apaan sih, Bu? Kok jadi bahas mantu?" Pipi Zulfa memerah karena merasa dirinya tersudutkan.
"Iya tuh, Kak Zulfa cocok sama Pak Zikri!" celetuk seorang laki-laki yang baru saja datang, disusul dengan Rafa di belakangnya.
"Emang dia gimana, Fi?" tanya Novi yang penasaran.
"Pak Zikri itu baik, Bu. Ganteng, pinter, suaranya bagus, pokoknya dia cocok sama kak Zul!"
"So tau banget kamu, Fi! Adik kamu so tau banget ya, Fa? Nyampe bilang Kakak cocok sama dia segala lagi." Zulfa menatap Rafi sinis, karena dia merasa risih jika dibilang cocok dengan laki-laki yang baru dia kenal. Dia hanya anggap Zikri teman biasa, tidak lebih.
"Adik Kka juga kali! Iya Kak, Rafi emang So tau!" Rafa berpihak pada Zulfa, karena dia tidak berkomentar apapun. Dia hanya menyimak dan duduk manis.
"Aku kan emang tau, Kakak! Kan dia tadi ngajar kelas aku!"
"Iya deh terserah kamu, asal Rafi bahagia!"
"Kalo kamu ngerasa cocok sama dia, mendingan suruh dia ke sini!" ucap Abram yang membuat Zulfa heran.
"Buat apa Zulfa nyuruh dia ke sini, Yah?"
"Khitbah kamu!"
"Nggak salah, Yah?"
Abram menggeleng, "Itu juga kalau kamu ngerasa cocok sama dia."
Zulfa hanya tersenyum tanpa menjawab ucapan Ayahnya.
"Allahuakbar Allahuakbar ...."
Suara adzan berkumandang mulai terdengar, langit mulai memancarkan cahaya jingganya. Keluarga Abram menghentikan percakapannya karena mereka langsung mengambil air wudhu.
****
Sehabis salat Magrib dan mengaji sebentar, Zulfa meraih benda pipih yang berada di nakas lalu duduk di kasur.
Dia mencari nomor seseorang di ponselnya. Tak butuh waktu lama, akhirnya Zulfa menemukan nomor Maya yang ia cari.
Zulfa menelpon Maya, dia ingin menceritakan tentang Zikri padanya.
Setelah beberapa menit Maya tak mengangkat telpon dari Zulfa, akhirnya dia mendengar suara sahabatnya di seberang sana.
"Assalamu'alaikum, Zulfa?"
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, May!"
"Mau curhat, ya?"
"Iya!" Tanpa basa-basi, Zulfa langsung menceritakan kejadian tadi di sekolah sampai tentang keluarganya yang seakan-akan menyudutkan Zulfa.
"Kamu suka sama dia?"
"Nggak lah! Baru ajah kenal!"
"Beneran?"
"Iya Maya!"
Zulfa mulai greget dengan Maya yang menggodanya.
"Menurut aku, kamu cocok sama dia!"
Untuk kesekian kalinya Zulfa mendengar dirinya cocok dengan Zikri. Rasanya itu membosankan.
"Apanya yang cocok?"
"Banyak kesamaan antara kamu dan Zikri, Zul! Mulai dari awalan nama, kebiasaan, pekerjaan dan yang lainnya!" Zulfa mendengar kekehan dari Maya di seberang sana.
Zulfa bergeming.
"Kalau Zikri mengkhitbah kamu, bakalan diterima nggak?"
Untuk kedua kalinya, Zulfa mendengar lagi kata khitbah. Lagipula Zulfa belum berpikir sejauh itu, walau dia juga ingin mendapatkan pendanaan hidup.
"Kejauhan! Masa dia mau mengkhitbah aku? Baru ajah kenal!"
"Ngga ada yang nggak mungkin kan, Zul?"
"Aku kan nggak suka sama dia, May!"
"Cinta hadir seiring berjalannya waktu, Zul. Semuanya butuh proses!"
"Terus?"
"Aku cuman mau tau jawaban kamu kalau Zikri mengkhitbah kamu!"
"Aku nggak tau, Allah kan sang pembolak balik hati, aku takut pilihan yang aku ambil salah! Jadi aku bakalan serahin semuanya sama Allah! Itu juga kalau dia beneran mengkhitbah aku!"
"Iya terserah kamu! Aku selalu doain yang terbaik buat kamu!"
"Makasih, May!"
"Sama-sama."
Setelah Zulfa mengakhiri telponnya dengan salam, dia langsung menyimpan hp-nya di nakas. Lalu dia berbaring di atas kasur, matanya menatap langit-langit kamar yang didominasi warna putih dengan pikiran campur aduk.
****
Assalamu'alaikum, Afwan baru bisa publish sekarang.
Tadi siang mau lanjut ada kepentingan mendadak.
~21 Maret 2019~
🌸Jazakumullaahu Khayran🌸
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top