15: Cemburu?
Cemburu adalah penyakit kedua setelah jatuh cinta.
_DewiMaharani_
"Pagi semuanya!" sapa seorang lelaki yang langsung menarik kursi untuk sarapan bersama keluarganya.
"Mas, kayanya seneng banget?"
Lelaki yang ditanya hanya mengembangkan senyum manisnya pada si penanya.
"Tuh kan bener, pasti lagi seneng? Bagi-bagi informasi dong!"
Orang tuanya hanya melihat sekilas lelaki itu. Walaupun dalam hatinya mereka juga bertanya-tanya.
"Yah, Bu, Dek, aku punya kabar baik lho!"
Orang-orang yang disebutnya seketika menghentikan acara sarapannya, melepaskan sendok yang dipegang.
Mata mereka langsung membulat kearah Zikri.
"Kabar baik apa?" tanya mereka serempak, yang langsung diiringi tawa kecil dari mereka.
Zikri yang melihat reaksi mereka juga ikut tertawa.
"Kayanya aku bakalan cepet khitbah Zulfa, deh!" Mata Zikri menatap kearah mereka untuk meyakinkan ucapnya.
"Bagus dong, Ibu sama Ayah setuju banget. Iya enggak, Yah?" Yuli–ibunya Zikri melirik Akbar–ayahnya Zikri.
Akbar mengangguk setuju diiringi semburat senyum di bibirnya.
"Kapan atuh, Mas mau dikhitbah Mbak Zulfa-nya?" Widya melirik Zikri.
"Mungkin beberapa hari lagi. Tapi enggak tau Ayah sama Ibu maunya kapan." Mata Zikri yang tadinya menatap Widya kini beralih pada kedua orang tuanya.
"Niat baik jangan ditunda-tunda! Lebih cepat lebih baik!" ucap Akbar yang seakan-akan tahu apa yang ada dipikiran Zikri. Pikiran Zikri sekarang sedang bingung.
Yuli yang berada di depan Zikri juga mengangguk mendengar ucapan Akbar.
"Insya Allah Malming," ucap Zikri diiringi kekehan kecil diakhir kalimat, "sekarang kan masih hari Kamis, nunggu hari Sabtu enggakpapa kan?"
Orang tua dan adiknya mengangguk.
Tak lama kemudian, mereka kembali menjalankan aktivitasnya yang tertinggal. Zikri yang belum meletakkan nasi pada piring dengan cepat langsung mengambil beberapa centong nasi. Tak lupa juga dia menambahkan lauk pauknya.
"Dek, berangkat bareng lagi?" Zikri berucap setelah menelan air, karena dia telah selesai sarapan.
Widya mengangguk.
"Ayo Mas, cepetan! Nanti telat!"
Zikri langsung menyambar jaket hitam dan kunci mobil yang tergeletak didekatnya. Lalu mencium punggung kedua orang tuanya.
****
"Gimana, Mas, saran aku yang kemarin?" tanya Widya yang baru mendaratkan tubuhnya pada kursi mobil di samping tempat duduk Zikri.
Zikri hanya tersenyum pada Widya sembari memasang sealbethnya.
"Alhamdulillah, Dek!"
"Ok, good luck, ya buat khitbahnya semoga diterima!" ucap Widya yang diiringi kekehan diakhir.
"Hahahaha, kamu ini! Insya Allah diterima lah, Mas kan udah tau dia bakalan cepet buka hati buat Mas!" Zikri langsung menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya di jalanan.
"Yakin?" Widya menatap kearah Zikri.
"Kalau ditolak, Mas mau gimana?"
"Mas, mau bunuh diri lah!"
Widya langsung membulatkan mata mendengar ucapan Zikri yang kedengarannya memang serius.
"Are you kidding me? Seriously? Alah, Mas bucin, sih! Kebanyakan nonton drakor, ya!" Widya coba menyangkal bahwa apa yang kakaknya bilang tidak benar.
"No. Yes. Aslina, Dek! Tapi Mas enggak bucin! Mas juga enggak suka drakor. Kamu ajah kali yang suka nonton drakor nyampe nyampah bekas tisu gara-gara baper!" Zikri terkekeh mengingat kebiasaan adiknya yang terkadang suka nonton drakor.
Widya yang mendengar ucapan kakaknya hanya menatap Zikri sinis.
"Tapi, beneran lho, Mas mau bunuh diri!"
Widya menghentikan tatapan sinisnya pada Zikri.
"Ih, Mas, kok gitu? Nanti Mas mati, aku sama siapa? Kalau bunuh diri, nyasarnya ke Neraka lho, Mas, emang mau?"
"Tapi Dek, kalau Mas beneran ditolak Zulfa mau bunuh diri!" ucap Zikri penuh keseriusan.
"Mas mau bunuh diri di tangkal toge!"
Widya yang raut wajahnya tegang kini kembali berubah seperti biasa. Lalu dia memukul bahu Zikri karena kesal.
Zikri hanya tertawa melihat kelakuan adiknya yang sangat ketakutan kehilangannya.
"Aku sebel sama Mas!" Widya melipat kedua tangannya, ditambah wajahnya yang ditekuk.
"Hahah, ngambek ceritanya?"
Widya masih diam. Dia lebih memilih untuk menatap bangunan-bangunan megah yang ada di Bandung.
"Tong ngambek atuh! Ke moal dijajanan gera!"
"Maaf, Dek! Just kidding, kok! Kamu takut banget, ya kehilangan Mas?"
Widya mengembuskan napasnya berat.
"Ok, aku maafin!" Widya kemudian mengangguk, mengingat Zikri satu-satunya Kakak yang dia miliki.
"Nah gitu dong!"
"Sana turun! Udah nyampe sekolahmu, tuh!" Zikri menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang sekolah Widya.
"Eh mau ke mana?" tanya Zikri yang melihat Widya langsung membuka pintu mobil. "Salam dulu dong!" Zikri menyodorkan tangan kanannya pada Widya. Dengan cepat dan sedikit terpaksa Widya meraih tangan Zikri lalu mencium punggung tangannya.
"Sekolah yang bener, ya!" kata Zikri yang mendapat anggukan dari Widya. Tak lama dari itu dia mendengar suara pintu mobil yang dibanting dengan keras.
Zikri hanya tersenyum melihat kelakuan adiknya yang masih sama seperti anak SD.
****
Langkah Zulfa untuk pergi ke kelas IX A terhenti saat melihat seorang lelaki yang dia kenal tengah berbicara dengan murid lelakinya.
Zulfa kembali melangkahkan kakinya agar lebih dekat dengan mereka dan bisa mendengar ucapan mereka.
"Udah, ya, jangan pernah ulangin lagi! Sayangi diri kamu! Berhenti deh minum komik yang berlebihannya! Enggak batuk kan?" Samar-samar Zulfa mendengar ucapan Zikri pada seorang anak lelaki yang bajunya keluar.
Zulfa kembali melangkahkan kakinya agar lebih dekat dengan mereka.
Zikri yang asyik menasehati murid itu menyebabkan dia tidak menyadari kehadiran Zulfa yang tepat di belakangnya.
"Udah, ya, jangan dilakuin lagi! Udah kecanduan, ya?" ucap Zikri dengan suara lembut.
Calon imam, Aamiin.
Zulfa tersenyum kecil melihat Zikri yang menasehati murid yang suka meminum komik berlebihan itu.
Zulfa melihat murid itu mengangguk.
"Kamu dulu baik, ya? Tapi sekarang kok gini? Jaga, ya, pergaulannya! Karena seseorang itu tergantung temannya. Pilih temannya yang baik-baik aja! Biar enggak kebawa-bawa jadi suka mabuk! Kamu tau kan menyiksa diri sendiri itu enggak baik? Allah kan udah larang!"
Ucapan Zikri yang penuh kelembutan berhasil menghipnotis Zulfa. Lelaki itu berhasil membuat namanya terukir lebih jelas di hati wanita yang berada di belakangnya. Rasa cinta yang baru tunas itu sekarang mulai tumbuh lebih besar. Semakin tunas itu besar, semakin besar juga harapannya agar menjadi makmum Zikri.
"Ya udah, sekarang kamu masuk kelas! Bajunya masukin, biar enggak kena hukuman!"
Lelaki yang bajunya keluar itu mengangguk lalu pergi dari hadapan Zikri.
"Assalamu'alaikum." Zikri yang mendengar salam dari Zulfa terperanjat kaget, lantas menoleh dengan cepat.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Sebuah senyum menghiasi bibir Zikri.
Tak lupa, Zulfa juga membalas senyumannya.
Manis, itu yang ada di pikirannya saat pertama kali melihat senyum Zulfa.
"Tadi murid kenapa, Pak?" tanya Zulfa sembari menyejajari Zikri.
Zikri melirik kearah Zulfa yang tiba-tiba langsung sejajar dengannya. Rasa senang langsung menghinggapi lelaki itu.
"Itu tadi aku liat dia habis makan komik yang banyak!" Zulfa mengangguk lalu mengayunkan kakinya karena akan kembali bertugas.
Zikri juga ikut mengayunkan kaki, membuat dia dan Zulfa berjalan berbarengan.
Diperjalanan menuju kelas untuk membagi ilmu, mereka hanya berbincang-bincang ringan. Tak lupa Zikri juga bertanya tentang Zulfa yang sudah sarapan atau belum. Kini Zikri mulai memberi perhatian pada gadis di sampingnya.
****
"Yah, jalan-jalan yuk!" Zulfa tiba-tiba duduk di sofa, tepatnya di samping Abram.
"Tumben, ada angin apa pengen jalan-jalan?"
"Enggak tau, Yah, mendadak mau ajah!" ucapnya diiringi tawa kecil diakhir kalimat.
"Boleh, yuk, ajak adik-adikmu! Ayah mau ajak ibu dulu!"
Zulfa mengangkat tangan kanannya untuk memberi hormat pada Abram.
"Siap komandan!" Zulfa dan Abram tertawa kecil, lalu keduanya beranjak pergi.
****
Itu siapa, ya? Kok aku kaya kenal! Zulfa bertanya-tanya dalam hati ketika melihat seorang lelaki bersama seorang perempuan dari kaca mobilnya.
Loh itu kan Zikri! Terus itu siapa? Ada rasa tak enak melihat Zikri, lelaki yang mulai dia cintai bersama perempuan lain.
Perlu diakui Zulfa saat ini sedang cemburu. Sedewasa-dewasanya wanita, jika melihat lelaki yang dia sayang bersama orang lain, pasti dia akan tetap merasa cemburu.
Waktu itu Zikri tanya-tanya tentang kriteria yang biasa wanita cari itu buat kepoin dia?
Zulfa hanya menatap Zikri dengan lekat dari dalam mobil. Kebetulan sedang macet, jadi Zulfa bisa memperhatikan Zikri lebih lama bersama perempuan itu.
Pokoknya Zikri harus sama aku! Enggak boleh yang lain!
Eh, tapi aku jadi cemburu, ya? Padahal itu kan hak dia.
Tapi tetep, aku enggak bakalan ridho Zikri sama yang lain!
Tatapan Zulfa menyiratkan kekecewaan saat melihat kebersamaan bersama perempuan itu.
Apa Zikri bakalan khitbah dia?
Setan sedang beramai-ramai membisikan Zulfa agar dia berburuk sangka pada Zikri. Api cemburu semakin meletup-letup dalam dada. Jika tidak sedang bersama keluarganya, mungkin Zulfa akan turun dan melihat siapa perempuan itu.
****
Udah, ya segitu dulu. Aku mau sekolah dulu!
Maaf, ya batu bisa Up. Tadinya mau malem, tapi ada halangan.
Jangan lupa komen sma votenya.
Syukron udah mau baca.
🌸Jazakumullaahu Khayran🌸
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top