⚘6. Skill Lab⚘
Nilla menutup mulut dengan kedua tangan saat menyadari lidahnya terpeleset. Wajah Bieru yang memerah membuat rona di paras Nilla menguap.
"Ma-maaf, Dok."
Bieru menatap nyalang mahasiswinya. "Nilla, saya tahu kamu pintar, tapi kamu nggak bisa mengekang lidahmu. Cara bicaramu ini justru akan menjegal kesuksesanmu, Nil. Camkan itu! Sekarang keluar! Kembalilah setelah kamu merenungkan kesalahanmu! Bila tidak terima, silakan kamu ganti bagian lain!"
Mata Nilla berkaca. Namun, ia hanya berdiri dan membungkuk sebelum berpamitan."Maaf, Dok. Terima kasih. Saya permisi dulu."
Bieru mendengkus, menatap punggung Nilla yang menjauh. Gadis cantik dan pintar itu terlalu arogan dan sombong sehingga seenaknya saja berkata-kata. Lelaki itu hanya mengeratkan rahang berusaha meredam amarah.
***
Sesampainya di kos, setelah meletakkan tas di atas meja, Nilla mengambrukkan begitu saja tubuhnya ke kasur pegas. Gadis itu melepas kacamata, dan memejamkan kelopak mata sejenak.
Bayangan Bieru yang marah, membuat Nilla didera rasa bersalah. Ia menggigit bibir mengingat nasihat ibunya agar selalu menjaga lidah.
"Mbak, lidah tidak bertulang. Tapi bisa membunuh orang atau justru membunuh dirimu sendiri."
Nilla bangkit. Ia menghampiri meja tulis dan mengeluarkan laptopnya. Di saat seperti ini, ia rindu bapaknya yang berpulang tepat saat hari ulang tahunnya.
Gadis itu membuka lipatan laptop, dan menyalakan layarnya. Ia hendak membuka email dengan harapan ada kabar dari Aga. Lelaki itu yang menjadi figur ayah saat Nilla kehilangan sosok pengayom dalam hidupnya.
Mata Nilla membeliak. Senyum lebar tergambar di wajah saat ia membaca email Agarela masuk di inboxnya. Jari gadis itu terburu-buru mengarahkan kursor ke baris surat terbaru. Sambil menunggu email terbuka, ia mengambil kaca mata yang ia letakkan begitu saja di atas kasur.
Nilla duduk. Kepalanya mendekat ke layar, dengan mata menyipit.
Dear, Nilla,
Maaf baru balas. Kabar Om baik saja. Om sudah membaca e-mailmu yang terakhir. Ehm, Om hanya bisa bilang, kamu harus lebih rendah hati. Bagaimana pun dia dosenmu, gurumu yang akan mengantarkanmu menjadi seorang dokter. Om harap skripsimu lancar dan bisa menjadi dokter yang baik.
Regards,
Om Aga.
Nilla mengerutkan bibir. Otaknya mencerna surel singkat yang dikirim Aga. Nasihat lelaki itu laksana titah ayahnya. Ia berjanji akan memperbaiki diri.
Dear, Om Aga
Baik, Om. Nilla akan laksanakan. Wisuda besok, apakah Om bisa datang? Nilla ingin bertemu.
Nilla
Balasan telah dikirim. Nilla hanya mendesah panjang.
***
Bieru termangu memandangi laptopnya. Matanya menatap deretan huruf yang tertoreh di layarnya, sementara pikirannya teringat pada peristiwa siang tadi. Bieru tahu Nilla adalah mahasiswi yang pintar. Tapi bila IQ tidak diimbangi EQ, percuma saja. Sebagai seorang pendidik, ia wajib menegur bila ada muridnya yang tidak bisa menghormati orang yang lebih tua.
Bieru menggeleng. Apa yang salah dengan anak itu sehingga bersikap arogan dan angkuh. Seolah lidahnya selalu saja menggetarkan kata yang membuat telinga lawan bicaranya memerah.
Saat Bieru larut dalam lamunannya, derik pintu kamar yang ia pakai untuk bekerja terdengar. Seorang gadis kecil dengan piyama tidur bergambar Frozen menghampiri dirinya. Lelaki itu melirik jam duduk yang ada di atas meja kerja. Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam.
Dengan rambut acak-acakan, Violet mengusap matanya. "Papi."
"Kenapa bangun, Sayang?" tanya Bieru sambil mengangkat Violet yang sudah berdiri di samping dia duduk ke pangkuannya. Lelaki itu mengecup lembut pelipis yang basah karena keringat walaupun sebenarnya mereka tidur dengan menggunakan AC.
"Kok belum bobok?" Violet menyandarkan kepalanya di bahu kekar Bieru.
"Papi masih ada pekerjaan. Sekalian mengecek pesan yang masuk," jawab Bieru.
"Kenapa Vio bangun? Mau pipis?"
Violet menggeleng. "Vio mimpi dikejar monster."
Bieru terkekeh ringan. Tawanya memecah kesunyian malam. "Ya udah. Papi bereskan dulu mejanya. Vio ke kamar dulu ya?"
Violet menggeleng berulang. "Nggak mau. Mau sama Papi. Coba Violet punya Mami pasti nggak sendirian!"
Bieru menggelembungkan pipinya, lalu mengembuskan udara dengan kasar. Topik yang sama dibahas lagi oleh Violet. Lelaki itu tidak menjawab, karena memang ia tidak bisa memberikan apa yang diinginkan oleh putrinya sekarang.
Saat jarinya sibuk menutup jendela di layar laptopnya, Violet yang masih ada di pangkuannya berkata lagi. "Pi, besok Vio dijemput Papi lagi ya? Violet ikut Papi ke kantor."
"Vio, Papi banyak pekerjaan. Besok Papi masih harus mengajar, trus masih ada rapat."
"Vio janji nggak ngerepotin Papi! Janji, Pi!" Violet mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf "V". "Vio nggak mau di rumah sendirian."
"Besok Papi nggak bisa jemput, Sayang. Di rumah ada Mbak Des." Bieru menarik udara dalam-dalam, berusaha bersabar.
"Kan ada Om Ezra atau Tante Ore yang bisa jemput. Biasanya juga gitu, kalau Papi, Opa atau Oma nggak bisa jemput, Om atau Tante yang jemput."
Bieru melirik ekspresi Violet. Miss Drama Princess sudah beraksi. "Kita lihat besok. Tapi Papi nggak janji!" kata Bieru dengan tegas.
***
Namun tetap saja antara kata tegas dan kenyataan tidak sinkron. Keesokannya tetap saja akhirnya Bieru harus meminta tolong Ezra karena pagi tadi Violet sudah memohon-mohon agar ikut ke kantor papi.
Violet sangat senang ketika dijemput Ezra karena lelaki itu salah satu orang dewasa yang memanjakannya. Pajak jemputan berupa makan siang di sebuah resto steak selalu ditodongkan ke sahabat sang papi. Ezra pun dengan rela memberikan apa yang dimau oleh Violet. Setelahnya, barulah mereka pulang ke kampus, menunggu Bieru di ruang dosen.
Ruang dosen terlihat sepi saat mereka masuk. Hanya ada meja tak berpenghuni yang berjejer rapi serta Rina yang sekarang sedang sibuk mengetik di depan komputernya. Ezra masih ada pekerjaan lainnya, memberi materi praktikum.
Ezra menurunkan bocah berseragam sailor. Lelaki itu merapikan pakaian Violet. Atasan bermotif kotak oranye dengan kerah seperti pelaut, dan bawahan polos warna senada membuat gadis kecil itu terlihat menggemaskan. Rambut Vio kali ini dikepang satu dengan banyak karet dari pangkal sampai ujung sehingga kucirannya bisa menegang ke atas.
Setelah meletakkan tas di kursi Bieru, Ezra membungkuk. "Om, ke ruang praktikum dulu ya? Papi sebentar lagi selesai mengajar. Vio tunggu di sini ya?"
"Iya, Om."
Ezra mengelus poni Violet yang menutupi dahi, lalu berlalu dari ruang dosen itu.
Setengah jam kemudian Bieru baru menyudahi kuliahnya setelah memberikan tugas yang menurut mahasiswanya sangat tidak manusiawi.
"Tidak usah mengeluh! Itu belum apa-apa! Kumpulkan di meja saya minggu depan!" seru Bieru ditanggapi dengungan tak jelas para mahasiswanya.
Setelah memberesi laptop, ia bergegas menuju ke ruang dosen. Sambil berjalan cepat, ia mengecek ponselnya. Ada beberapa pesan masuk. Salah satunya dari Ezra.
[Ezra]
Titah sudah dilaksanakan! Vio ada di ruang dosen bersama Rina. Aku langsung ke ruang praktikum.
Bieru tidak menjawab. Ia langsung mengantungi gawainya yang layarnya terdapat garis retak. Lelaki itu tidak ingin mengulangi tabrakan dengan mahasiswa untuk ke sekian kalinya.
Saat membuka pintu ruang dosen, ia melihat tak ada kehidupan di situ. Alisnya mengernyit. Bahkan Rina yang selalu setia duduk di meja dekat pintu juga tidak terlihat.
Bieru berjalan menuju ke mejanya. Kepalanya celingak celinguk sambil membungkuk untuk memeriksa kalau-kalau Violet yang suka bersembunyi ada di balik meja.
"Vio? Violet Sayang?"
Dilihatnya permukaan meja yang selalu rapi itu penuh dengan buku sketsa dan crayon 48 warna yang terbuka begitu saja. Pangkal hidungnya semakin mengerut. Ia hanya meletakkan tas kulit hitamnya di atas meja yang kosong dari barang-barang putrinya.
Bieru duduk ke kursi sejenak. Ia berpikir mungkin Rina mengajaknya keluar sebentar. Lelaki itu mengambil kertas yang ada di meja dan mengamati gambar Violet.
Papi, Violet, Oma, Opa ... Kakak Incess?
Bieru terkekeh pelan. Violet terlihat seperti sangat mengagumi Nilla. Gadis kecil itu sepertinya sudah menemukan perempuan yang kecantikannya bisa menyaingi sang mami. Bieru akui Violet memang tak salah menilai karena Nilla memiliki paras rupawan.
Saking menghayati mengamati gambar, ia tak sadar Rina menghampirinya.
"Dok, tadi Nilla ke sini, menyerahkan proposal yang sudah direvisi, sekalian mau konsultasi. Apa dokter belum bertukar nomor hp?" Rina meletakkan bendel usulan penelitian Nilla di meja Bieru.
Bieru mengerjap sambil menggeleng. Secepat itukah Nilla merevisi, padahal ada banyak catatan yang laki-laki itu berikan. Dia pun menerima bendel proposal penelitian itu dengan tatapan nanar.
Rina terkikik, mendapati wajah Bieru yang tak bisa berkata-kata.
"Oh, ya, mana Vio?"
"Tadi pas Nilla ke sini, dia mau ikut Kakak Incess. Padahal, Nilla ada jadwal skill lab. Awalnya saya larang, eh malah nangis. Tapi Nillanya yang nggak tega. Akhirnya ya ... Vio sekarang ikut skill lab."
Bieru menepuk dahinya keras. Violet ikut ke kelas skill lab bersama mahasiswinya? Wah, bumbu rumor tentangnya bisa qsemakin sip buat digosok.
"Tenang aja. Sepertinya Nilla telaten merawat anak-anak. Muka datarnya ambyar kalau ketemu anak-anak," tambah Rina membuat Bieru semakin mengembuskan napas kasar.
***
Siang ini, Nilla mengikuti skill lab komunikasi medis khusus. Pembelajaran itu diadakan di ruangan ketrampilan klinik FK Dharmawangsa. Saat ia memasuki ruangan dengan menggandeng Violet semua mata tertuju ke arahnya.
Semua orang yang ada di ruang itu mengenal gadis kecil yang menggemaskan, putri Bieru Sagara. Violet Senja Sagara sangat terkenal di kalangan dosen dan mahasiswa baik laki-laki atau perempuan.
"Wah, Violet!" Dara memekik.
Bona yang ada di sebelahnya menoleh. Alisnya mengernyit mengamati Nilla dan Violet yang berjalan ke arah mereka.
"Vio, kenalin, ini sahabat kakak. Kak Dara sama Kak Bona."
Violet terkikik. "Cocok Kak Dara dan Kak Bona. Satunya burung Dara, satunya gajah kecil berbelalai panjang."
"Aduh, kok cocok sih? Rugi di Kakak dong, Vi." Dara pura-pura memberikan wajah kesal.
"Kakak juga lebih rugi. Habisin tempat dan bikin boros ban saking nggak kuat nahan beban!"
Nilla mengulum senyum tipis. Dua sahabatnya selalu bertengkar aneh.
"Vio, ngapain ke sini?" tanya Bona dengan suara dicemprengkan.
"Mau ikut Kakak Incess." Bona mengerucutkan bibir. Dia seperti belum pernah mengenal nama yang disebutkan Violet.
"Nilla, Dodol. Kakak Nilla kan secantik princess," tukas Dara cepat.
"Kak Dara kenapa bilang dodol? Dodol kata Papi bikin sakit gigi. Nggak boleh banyak-banyak makan dodol."
"Iya, Sayang." Dara terkesiap menyadari kesalahannya. "Vio udah cantik, kok pinter banget sih?" Dara berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Kata Papi, aku udah kelihatan cantik sejak dari perut Mami"
Dara meringis. Ia menggaruk tengkuk. Gadis itu merasa melihat Nilla versi mini. Pantas saja anak itu nempel dengan sahabatnya. Ternyata mereka sefrekuensi narsisnya.
Mereka tak bisa berlama-lama bercakap saat seorang dosen wanita memasuki ruangan. Yayuk, dokter senior yang mengajar saat itu mengernyitkan alis melihat Violet ada di situ
"Loh ini Violet kan?" Yayuk menghampiri meja.
"Iya, Oma. Vio ikut kakak Incess di sini ya. Janji nggak ganggu."
Yayuk tersenyum, memandang Nilla yang memerah wajahnya. Tangan kanan wanita paruh baya itu memperbaiki bingkai kaca mata yang melorot. "Boleh. Tapi anteng ya, Sayang."
Akhirnya skill lab pun dimulai. Pembelajaran dimulai dengan pembagian tiga kelompok, yang akan bertindak sebagai dokter, tenaga kesehatan lainnya dan pemberi feedback berdasarkan daftar tilik yang telah disediakan. Mereka akan bermain peran dengan skenario yang sudah disiapkan.
Nilla saat itu mendapat kelompok pertama yang bertindak sebagai dokter. Sedang Dara dan Bona di kelompok ketiga.
Semua mahasiswa tak terkecuali Nilla mempelajari skenario sambil mengira-ngira apa yang akan ia perankan nanti di depan kelas. Dua mahasiswa sudah ada yang presentasi memperagakan dokter dan pasien di ruang praktik. Namun, di tengah presentasi, perhatian mahasiswa terinterupsi ketika pintu diketuk dan muncullah Bieru yang membuka daun pintu.
Yayuk berdiri, berjalan menghampiri Bieru.
"Maaf, Dok. Mau jemput Vio."
Yayuk menoleh ke arah Violet yang menempel pada Nilla. "Wah, sepertinya ia sudah nempel sama mahasiswiku. Dia nggak ganggu kok. Duduk diam sambil lihat anak-anak. Kamu tenang aja, Bie."
Bieru tersenyum canggung.
"Kalau nggak enak, ya sebaiknya kamu cepat-cepat cari mami buat Vio."
💕Dee_ane💕
Part lengkap sudah ada di KK dan KBM
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top