⚘16. Ketulusan Nilla⚘

Holla, apa kabarnya, Deers? Ada yang menanti Nilla n Bieru? Yuk, mari ramaikan! Yang udah tamat, ada di KK dan KBM yak

❤❤❤

Gerakan Nilla terhenti. Telinganya memerah saat mendengar pertanyaan Goretti. Nilla menghela napas panjang, kemudian berbalik dengan senyuman tipis sambil membetulkan letak kacamatanya.

"Selamat sore, Dokter Ore. Saya Nilla, mahasiswi semester 7."

Goretti mengerjap. Mulutnya menganga lebar demgan kedua alis terangkat. Siapa yang tidak kenal Nilla, mahasiswi berprestasi yang menonjol di angkatannya. Ia ganti menatap Bieru yang kini berpura-pura sibuk menata sayuran di piring saji.

"Nilla? Kok bisa kamu di sini?"

Entah kenapa saat itu, Nilla yang justru tidak rela Goretti ada di situ. Maka, dengan nada datar ia berkata, "Dokter Bieru yang menjemput. Katanya Violet kangen sama Kakak Nilla."

Alis Goretti mengernyit tajam.

"Iya, Tante. Kakak Nilla itu baik banget." Violet menunduk mengambil sesuatu dari kantung piyamanya. "Dia kasih pita stroberi ini. Aku seneng Tante dan Kakak Nilla di sini."

Goretti hanya diam, mengamati situasi. Ia melirik ke arah Bieru yang masih membisu. Suasana di dapur mendadak beku dan Nilla pun kembali melakukan apa yang ia kerjakan.

Sejurus kemudian, sup manten buatan Nilla terhidang berdampingan dengan sup creme serta garlic bread masakan Goretti. Aditya yang saat itu sengaja tidak praktek karena ingin menjaga cucunya, terperangah dengan lengkapnya menu sore itu.

"Wah, mau makan yang mana ya? Jadi bingung." Mata lelaki tua itu membulat lebar.

"Papi suka sup creme kan? Makan aja sup cremenya," ujar Aruna.

Mendengar sahutan Aruna, hati Nilla yang sedang mencuci alat masak kotor serasa tercubit seolah makanan yang ia buat dengan resep ibunya tidak diminati.

"Bener juga. Lagian sup yang bening ini bisa dimakan besok," ujar Aditya.

"Violet makan yuk? Katanya mau makan sup?" kata Bieru yang masih canggung. Terlebih saat mendengar komentar papinya.

"Violet udah makan. Zuppa soupnya Tante enak," kata Violet yang duduk di pangkuan Goretti. Setelah makan dan bisa meminum obat paracetamol, badan Violet terasa segar walau wajahnya masih pucat. Ia lebih ceria saat bercanda dengan adik sang mami.

"Kamu pilih makan apa, Mas? Masakan Ore apa Nilla?" Pertanyaan Aruna itu sengaja mengetes sang putra.

Bieru melirik tajam sang mami. Ia mendengkus pelan. "Biar adil, aku makan sup manten aja. Kali aja aku jadi manten habis ini."

Celetukan Bieru yang sebenarnya hanya candaan itu membuat Goretti menganga lebar. Setahu Goretti, Bieru selalu menghindar bila ditanya tentang pernikahan kedua.

"Vio nanti jadi Flower Girl-nya kaya pas nikahannya Tante Aya," timpal gadis kecil itu.

"Halah, gayamu mau jadi manten. Cari dulu pasangannya, baru ngantenan," kata Aditya yang menerima semangkuk sup creme dari sang istri.

Aruna terkekeh, sembari melirik reaksi Bieru.

"Tenang aja. Semua udah diatur." Bieru tersenyum simpul sambil menyeduh cairan sup bening buatan Nilla.

Nilla merasa canggung berada di situ. Tapi wajah datarnya tak menunjukkan ekspresi ketegangan di batin. Setidaknya ia beruntung memiliki wajah lempeng karena seolah menjadi topeng yang bisa menutupi suasana hatinya.

"Violet kok bisa sayang gitu sama Kakak Nilla?" tanya Goretti penasaran.

"Habis rasanya kaya ketemu Mami."

Goretti melirik Nilla. Ia kemudian berpura-oura cemberut. "Kalau sama Tante? Tante kan mirip Mami katanya?"

"Iya, mirip Mami. Tapi Tante tetep tanteku."

Hati Goretti terasa ngilu. Di depan Nilla dia ditolak mentah-mentah oleh Violet. Wajahnya seketika panas dan ototnya menegang. Senyum yang terurai menjadi terlihat kaku.

Saat yang bersamaan dering ponsel yang berada di dalam tas Goretti terdengar keras. Ia yakin mamanya mengingatkan untuk segera pulang karena ia di rumah sendiri. Ternyata dugaannya betul. Begitu ia mengangkat panggilan, Rini meminta Goretti segera pulang. Dengan kecewa gadis itu mengikuti titah sang mama.

"Ehm, Tante pulang dulu ya. Yangti di rumah sendiri." Goretti memasukkan kembali hpnya ke dalam tas. Ia mengecup dahi Violet lalu mendudukkan gadis cilik itu di sofa.

"Kamu naik apa tadi, Re?" tanya Aditya yang tak melihat mobil Goretti di depan rumah.

"Naik taksi, Om," jawab Goretti seraya menghampiri papi Bieru untuk menyalimi sebelum pulang.

"Bie, antar Ore gih," titah Aditya.

"Nggak usah, Om."

Namun penolakan Goretti disambut geraman tidak setuju papi Bieru. Mau tidak mau, Bieru mengantar Goretti pulang.

Dalam perjalanan, Goretti merasa canggung karena diamnya Bieru. Embusan AC di kabin mobil membuat suasana semakin beku. Beberapa kali Goretti melirik lelaki di sebelahnya yang menyandarkan sikunya di pintu mobil seraya mengusap dagu.

"Mas," panggil Goretti disambut dehaman Bieru. Lelaki itu bahkan tidak menoleh dan pandangannya masih tertuju pada kepadatan jalan di depan.

"Apa?" tanya Bieru kemudian mendapati Goretti tak melanjutkan bicara.

"Ada hubungan apa Mas sama Nilla?" tanya Goretti.

Alis Bieru mengerut. Ia menoleh ke arah Goretti yang melihatnya intens. "Kenapa tanya gitu?"

Goretti menggigit bibir, kemudian mengalihkan pandangan. "Maaf. Aku nggak bermaksud ikut campur."

"Aku menyukai Nilla." Bieru mendengkus mendengar jawabannya sendiri. Ia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Kebetulan Violet juga ingin dia jadi maminya. Menurutmu gimana?"

Entah kenapa Bieru sengaja mengatakan hal itu, karena tahu maksud pembicaraan Ore yang seolah tak setuju dan tak rela Bieru dekat dengan mahasiswinya.

Goretti mengeratkan rahangnya. Ia meremas tepian sling bagnya. "Y-ya, nggak papa sih. Kalau Mas suka dan Vio suka." Suara Goretti seperti cicitan karena tenggorokannya seketika terasa kering.

Suasana kembali hening. Hanya desau angin AC dan samar-samar suara riuh jalanan yang mengisi kesunyian.

"Kenapa bukan aku?" Lidah Goretti bergetar begitu saja ingin meluapkan perasaannya. Gadis itu menunduk dan membiarkan rambutnya terjuntai menutupi wajah yang semendung hati patahnya.

Bieru melirik ke arah Goretti. Tak dipungkiri, ia tahu perasaan gadis itu, bahkan sewaktu ia masih berpacaram dengan Ella. Bieru juga tahu, sejak Ella meninggal, asa Goretti yang telah pupus tumbuh kembali.

"Maaf, Re. Aku kan sudah bilang, kamu udah aku anggep kaya adikku sendiri."

Goretti mendesah. Ia menggigit bibir bawah dengan erat untuk menahan rasa nyeri di hati. Sekali lagi, harapan yang melambung itu harus terjun bebas.

"Sepertinya keinginan Mama tidak berhasil." Goretti menghela napas lalu meluruskan wajahnya.

"Maaf."

***

Sebenarnya, Nilla ingin segera pulang. Namun, Violet menahannya. Badan anak itu kembali panas sehingga Nilla terpaksa mengurungkan niatnya pulang.

Sejak pukul 6 sore tadi, Bieru belum pulang. Nilla mendesah dan saat melihat jam di pergelangan tangan kirinya, jarum pendek sudah menunjuk angka sebelas. Menurut Aruna, Bieru diminta mengantar mama mertuanya ke IGD karena tiba-tiba mendapat serangan sesak napas.

"Nilla, maaf ya. Kok kamu jadi yang repot," ujar Aruna merasa tak enak hati. Berulang kali ia merutuki anaknya karena justru mengurus mama mertuanya dengan alasan tak tega meninggalkan Rini sendiri bersama Goretti di IGD sebelum masuk ruang rawat inap. Padahal di rumah, Violet butuh perhatiannya.

Nilla yang kini menggendong Violet dengan jarik gendong hanya tersenyum tipis. Raut lelah dan kantuk tergambar di wajah walau tidak dikatakan. Ia berdiri dengan kaki bergerak ke kanan kiri untuk menimang Violet agar tidur.

Setiap kali Violet merintih memanggil maminya dalam tidur, Nilla akan menepuk pantat dengan lembut dan mengusap punggungnya.

"Kak Nilla di sini, Sayang. Mami Vio udah jadi malaikat pelindung Violet." Beberapa kali Nilla mengecup pelipis anak itu.

"Nilla kalau capek, biar Tante yang gendong. Violet biasa dimanja Bieru, opa, sama omnya. Gini ini jadinya kalau sakit."

"Tante aja yang istirahat. Biar Nilla jaga Violet. Toh udah kemalaman, nggak enak mau pulang ke kos. Nggak papa kan, Nte baru besok Nilla pulang?"

Aruna mengangguk. Ia terenyuh merasakan ketulusan Nilla. Pantas saja Violet nempel, karena gadis itu ternyata peka dengan ketulusan hati Nilla yang tetbalut dengan wajah yang dingin.

"Tante akan temani kalian sambil nunggu papinya Vio."

Menjelang pukul dua belas, akhirnya Bieru masuk ke dalam ruang tengah. Ia berjalan tergopoh menuju kamar tak mengindahkan tatapan sengit sang mami.

Begitu berada di ambang pintu kamar yang terbuka, mata Bieru mengerjap. Melihat Nilla yang tidur dengan posisi duduk bersandar pada kepala ranjang serta Violet masih ada di gendongannya seketika hati Bieru melumer. Batinnya menghangat saat melihat di kamarnya ada perempuan yang menanti dan menjaga Violet dengan penuh kasih sayang.

Bieru tersenyum miring. Ia tidak menyangka Nilla masih ada di situ.

"Kamu ini! Bisa-bisanya ninggal Violet terlalu lama! Coba kalau Nilla pulang tadi, bisa geger seluruh rumah!" Aruna berusaha menahan suaranya yang meninggi. Wajah Aruna sudah kusut karena sikap anaknya.

"Ni-Nilla kenapa belum pulang?" tanya Bieru dengan gagu.

"Dia nggak tega sama Violet. Dari sore tadi Nilla gendong dan kompres Violet terus."

Jakun Bieru naik turun menelan ludahnya dengan susah payah.

"Kalau kamu seperti ini, kamu kaya memperdaya anak gadis orang, Bie," tambah Aruna.

"Mi, aku udah putusin. Aku bakal ngelamar Nilla."

Ya, asal rahasia itu hanya Bieru yang tahu, lelaki itu yakin Nilla akan mempertimbangkan lamarannya.

💕Dee_ane💕

Silakan mampir ke KBM dan KK. Part full sudah ada di sana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top