⚘12. Dilema⚘

Bieru hanya bisa termangu memandang sang putri. Permintaan Violet itu terasa berat untuk dipenuhi. Bagaimana bisa Violet meminta Nilla menyuapinya? Jelas Bieru tidak akan sampai hati mendatangi Nilla dan meminta gadis itu untuk datang dan membantu urusan rumah tangganya. Siapa Bieru bagi Nilla? Dia hanyalah dosen pembimbing skripsi.

Tak lebih!

Aruna mendesah panjang. Ia yang sedari tadi berdiri di belakang Bieru menepuk pundak putranya.

Bieru mendongak. Pandangannya sendu, sesendu hatinya yang mencemaskan kesehatan sang putri. Bieru takut kebobolan lagi. Sejak Ella mendiang sang istri yang meninggal sewaktu melahirkan Violet, ia merasa tidak berguna sebagai suami. Padahal dia dokter yang seharusnya bisa menjaga kesehatan istrinya yang sedang mengandung.

"Gimana, Mi?" tanya Bieru lirih. Ketukan di bahunya itu seolah menyuruh Bieru menurunkan gengsi demi anak semata wayangnya.

Aruna paham kegelisahan Bieru. Di sisi lain, ia juga cemas dengan kondisi cucunya. "Kenapa itu Violet? Dia seperti kesengsem sama Nilla. Makanya Mami bilang udah kamu ambil Nilla jadi istri."

Alis Bieru tertaut karena gusar. Maminya seolah menggunakan kondisi untuk membujuknya melepaskan status duda. "Ck, Mami ini! Selalu ujung-ujungnya ke arah situ? Heran! Nilla itu pakai aji-aji apa sampai Violet langsung nemplek kaya perangko."

Aruna menatap cucunya. Melihat wajah Violet yang pucat dia tak tega. Kalau dulu Aruna masih bisa menggendong untuk menyuapi cucunya sambil melihat ikan hias di kolam belakang, tapi kini tulang tuanya tak mampu kalau harus menggendong Violet yang kini semakin berat.

Namun, Bieru tak mengindahkan kegundahan maminya. Ia kini mengambil jarik yang tergeletak di samping Violet berbaring. Lelaki itu menyampirkan batik gendong merah di bahunya.

"Gendong Papi ya? Sambil lihat-lihat ikan di belakang?"

Violet menggeleng. "Dingin."

Gadis mungil itu pun lalu menaikkan ujung selimut sebatas leher hingga hanya kepalanya saja yang terlihat.

Bieru mengernyit. Otaknya berputar mencari cara. Matanya berbinar saat sebuah ide singgah di kepala. "Oh, ya, Papi lupa. Tadi Kak Nilla ngasih pita stroberi buat Vio. Tapi berhubung Vi nggak mau makan, Papi simpen lagi."

"Beneran? Mana?" Suara Violet terdengar serak seperti kodok.

Bieru mengerucutkan bibir. Ia berpura-pura meremas saku celana kanannya., enggan memberikan pita itu. Kepalanya menggeleng berulang. "Maem dulu. Baru dapat pitanya. Kalau nggak, Papi yang bakal pakai."

"Papiii!" Suara Violet manja.

"Makanya, sekarang maem dulu." Bieru tersenyum lebar saat idenya berhasil.

"Oma ambilin maem ya?" Aruna menawarkan diri.

"Ehm, nggak mau. Sama Papi. Gendong, Pi. Vi mau maem di luar sama lihatt ikan."

Kalau sudah begini, Bieru hanya mengembuskan napas panjang. Tapi, demi Vio, senyuman lebar Bieru yang menjawab pinta sang putri.

"Papimu belum mandi loh, Vi. Bau ecut." Aruna memencet cuping hidungnya sambil mengerut. Ia yang merasa kasihan dengan anak sulungnya itu berusaha membujuk Violet agar tidak manja.

"Bau keringet Papi manis. Vio suka kok, Oma."

Bieru terkekeh. Ia mengangkat tubuh kurus Violet dan membebatnya dengan jarik gendong. Lelaki itu sangat fasih menggendong anak karena sejak Violet masih bayi mau tidak mau ia merawat putrinya sendiri bersama sang mami sewaktu di Australia.

"Aduuhh, Papi bisa encok lama-lama gendong Vio kaya gini." Bieru bergaya seolah terbebani.

Namun, Violet tak mengindahkan. Ia menggelendot manja di gendongan sang papi.

Akhirnya, perut Violet bisa terisi walau sedikit. Obat penurun panas pun bisa masuk setelah makan. Menurut pemeriksaan Bieru, demam Violet masih diobservasi lebih dulu, sehingga hanya perlu antipiretik dan multivitamin.

"Wah, pinter anak Papi. Besok pasti sembuh." Bieru meletakkan botol obat di nakas sebelah tempat tidur. Ia menyeka anak rambut Violet dengan lembut.

"Mana pitanya, Pi?" Violet menodong dengan tangan menengadah.

Bieru merogoh sakunya dan mengeluarkan pita yang masih berbungkus plastik. Mata Violet berbinar menerima pita berbandul stroberi.

"Bilang kakak Nilla 'makasih' ya, Pi."

Bieru sok merajuk. Ia menyedekapkan tangan. "Kok sama Kakak Nilla. Sama Papi?"

"Yang kasih kan kakak Nilla." Violet meringis dengan wajah yang masih pucat walau Bieru masih pura-pura kecewa.

Sungguh, Bieru masih heran saja kenapa anaknya bisa langsung cocok dengan Nilla mengingat interaksi mereka yang tidak terlalu sering.

"Pi, temani Vio." Gadis kecil itu menepuk permukaan ranjang di sebelahnya.

"Papi belum mandi. Papi mandi dulu ya?"

Namun, Violet menggeleng. Ia menahan tangan kekar Bieru dengan pandangan penuh harap.

Bieru mendesah. Senyum tipis terukir di wajahnya. Ia akhirnya naik dari tidur walau tidak nyaman karena tubuhnya yang terasa lengket. Lelaki itu berbaring miring dengan berbantalkan lengan yang tertekuk.

Violet juga mengubah posisinya. Jemari mungilnya menelurusi sudut rahang tegas sang ayah.

"Pi, tadi malam aku mimpi ketemu Mami."

Seketika wajah Bieru memucat. Rasa nyeri menusuk jantung dan menyekat tenggorokannya.

"Mimpi apa?"

"Mami cuma ngajakin jalan-jalan di taman bunga. Cuma ... lama-lama wajah Mami kok jadi Kakak Nilla ya, Pi?" celoteh Violet.

"Kok bisa?" Alis Bieru mengerut, saat mengikuti cerita Violet.

"Nggak tahu." Violet mencebik, sambil menggeleng.

Bieru mengembuskan napas panjang. Ia melingkarkan tangan kanannya di atas badan Violet seraya menepuk pelan.

"Violet suka Kakak Nilla?" tanya Bieru disambut anggukan sang putri. "Kenapa?"

"Kak Nilla cantik, baik, dan pinter. Violet suka rambutnya lembut kaya Elza. Kulitnya putih, matanya bagus, hidungnya mancung persis Barbie."

Bieru mengangguk-angguk. Dalam hati ia setuju pendapat anaknya. Tak dimungkiri, mahasiswinya sangat cantik. Bieru menyadari saat ia memberi bimbingan di rumah. Dalam jarak dekat ia bisa memindai wajah tirus yang memperhatikannya saat memberi bimbingan. Bahkan waktu itu, jantungnya sempat berdetak sangat cepat karena mata almond yang cantik itu menatapnya intens.

"Papi juga suka Kak Nilla?" tanya Violet tiba-tiba.

Bieru mengerjap. Tidak tahu jawaban apa yang harus ia berikan. Ia memajukan bibirnya sambil mengerutkan alis seolah berpikir keras.

"Suka."

"Kalau Kakak Nilla jadi Mami Violet, Papi suka?"

Sontak Bieru tergelak. Ia mencium putrinya yang cerdas. "Aduh, anak Papi ini diapain Kakak Nilla sih?"

"Habis Kakak Nilla baik, Pi. Nggak tahu kenapa Violet suka banget."

Bieru tersenyum. "Sayang, anggap aja Kakak Nilla itu kaya kakaknya Violet."

Violet memandang kecewa saat mendengar jawaban Bieru. "Violet pengin punya Mami. Kayak temen-temen yang lain."

Bieru hanya bisa memberikan tarikan bibir tanggung karena tidak bisa menjawab pinta putrinya.

***

Malam itu Bieru terjaga pada pukul 9 malam. Ia terlelap saat menemani Violet tidur. Rasa lengket di badan mengganggu tidurnya. Maka ia pun memutuskan untuk mandi.

Selepas mandi, Aruna yang saat itu masih berjaga dan sedang menonton televisi itu memanggil anaknya. Bieru pun menghampiri sang mami dan duduk di sebelahnya.

"Capek?" tanya Aruna.

"Nggak, Mi." Sering pertanyaan itu ditujukan padanya sejak dahulu. Violet adalah buah cintanya bersama Ella sewaktu mereka belum menikah.

Balita itu adalah konsekuensi dari sebuah tindakan nekat karena Bieru dan mendiang Ella tidak bisa menahan diri dan melakukan sebuah dosa besar.

Aruna meraih tangan kekar Bieru, lalu menepuk pelan punggung tangan anaknya. "Mas, kalau seperti ini, Mami ingat kamu tiba-tiba bilang minta nikah karena udah menghamili Ella. Waktu itu papimu sempat menghajarmu habis-habisan dan menyalahkan Mami karena tidak bisa mendidikmu."

"Maaf, Mi." Bieru menyandarkan kepalanya yang masih basah di bahu sang mami. Kala penat seperti ini, bahu seorang bunda adalah tempat yang sangat nyaman untuk bersandar. "Khilaf. Habis enak sih."

Aruna mengetuk dahi sang putra lalu mengacak rambut tanpa gel. Walau lelaki sulungnya itu sudah dewasa tetapi di mata Aruna, tetap saja Bieru adalah bayi kecilnya.

Bieru meringis, mengusap dahinya kasar

"Mas, ehm, menurut Mami, nggak ada salahnya kalau kamu mengambil Nilla jadi istri. Toh dia kelihatan sayang dan gemati sama Violet." Aruna menatap kosong layar televisi yang masih menayangkan sinetron. Ia bahkan tidak mengindahkan alur ceritanya saat itu.

"Nggak bisa, Mi. Please, jangan paksa. Akan sangat menyakitkan baginya kalau bersamaku." Suara Bieru terdengar merintih.

"Kenapa, Mas?" Suara Aruna meninggi. "Ore kamu tolak, dijodohin yang lain kamu nggak mau, terus Nilla yang disuka Violet pun kamu enggan. Mami itu prihatin, Mas. Mami akui kamu cinta sekali dengan Ella sampai berbuat nekat seperti itu. Tapi, Ella sudah pergi! Biarkan dia tenang dan kamu memulai hidupmu yang baru. Harus dengan cara apa Mami bicara?"

Namun, belum sempat Bieru menjawab, suara Violet terdengar dari kamar. Lelaki itu bergegas bangkit dan berjalan cepat menuju kamar.

"Kakak Nilla, pitanya hilang." Violet terisak dalam tidurnya. "Maaf, maaf ...."

Bieru segera menghampiri putrinya, lalu menepuk pipi Violet. "Vi, Vi, bangun, Sayang!"

Violet membuka matanya lebar. Matanya merah dan berkaca-kaca. Bahkan bulir bening menetes di pelipisnya.

"Violet Sayang, kenapa ehm?"

Violet memghamburkan pelukan ke arah Bieru. "Papi, Violet mau ketemu Kakak Nilla sekarang!"

Bieru menepuk punggung kecil yang bergetar itu. "Kakak Nilla udah tidur. Kan udah malam."

"Mau Kakak Nilla!"

Tangis Violet pecah menguasai malam. Bieru panik karena anak kecilnya tak bisa ditenangkan. Badan yang lelah telaj mengurai kesabarannya, membuat letupan nada tinggi.

"Violet Senja Sagara! Jangan manja!" Sergahan Bieru itu mampu membungkam Violet. Balita itu sesenggukan tanpa suara.

Aditya yang sudah beristirahat, akhirnya bangun, dan memasuki kamar. Melihat Bieru yang membentak cucunya, lelaki tua itu mendekati Bieru dan mengambil alih Violet.

"Ini yang dulu Papi bilang! Memang gampang mempunyai anak tanpa rencana? Lihat apa yang kamu lakukan sama cucuku, Bieru Sagara? Kalau nggak bisa asuh putrimu sendiri, jangan sok-sokan kuat! Kamu punya keterbatasan dan sekarang saatnya kamu untuk mencari istri yang bisa ikut memberikan perhatian seorang ibu bagi Violet."

Bentakan Aditya itu membuat Bieru hanya terdiam. Tak dimungkiri ia sangat lelah. Haruskah kali ini ia mengikuti saran orang tua? Di antara semua perempuan, hanya dua orang yang disukai Violet. Goretti dan Nilla.

Bieru tidak bisa turun ranjang. Perasaannya pada Goretti hanya sebatas seorang kakak pada adik. Sedang Nilla? Bieru menggeleng. Dalam hati, ia tertarik dengan gadis muda itu. Tapi terselip rasa takut karena ada satu hal yang mengganjal.

💕Dee_ane💕💕

Happy reading. Selamat Hari Kamis Manis.

Di KBM  dan KK sudah lengkap ya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top