⚘10. Pita Stroberi⚘
Aruna mengernyit. Selalu penolakan yang ia terima saat menyarankan anak lelaki sulungnya untuk menikah. Bieru menolak juga bila dijodohkan dengan Goreti. Padahal wanita tua itu menyukai gadis manis, adik mendiang menantunya.
"Mau seperti apa lagi gadis yang kamu suka, Mas?" Aruna mendesah panjang sambil menatap sendu sang putra.
"Mi, beri aku waktu. Aku benar-benar ingin mendapat istri yang bisa menyayangi Violet."
Aruna bangkit. Hatinya tercubit melihat Bieru yang masih merasa kehilangan. Ia mengusap lengan kekar sang putra. "Mami hanya ingin kamu bahagia, Mas. Sudah saatnya kamu melepas Ella. Jual rumah itu dan belilah rumah baru untuk kamu bisa menapaki hidup baru."
Setelah berkata demikian, Aruna keluar dari kamar, menyisakan Bieru yang termenung sendiri.
***
Bieru meneliti email-emailnya malam itu, kemudian menjawab satu per satu. Tak lupa, seperti biasa ia juga meneliti email Ella. Ia tersenyum saat membaca inbox karena email itu sengaja ditujukan untuknya seolah sang istri masih hidup. Ada email dari PERADI yang memberitahu beberapa seminar hukum yang akan berlangsung beberapa waktu yang akan datang. Kadang ada dari beberapa orang yang pernah dibantu Ella, termasuk yang mendapat perlindungan hukum yang adil dan kegiatan sosial yang lain.
Tak jarang Bieru membalas email itu satu per satu sehingga pengirimnya pasti mengira Ella masih hidup.
Bieru mendesah setelah menekan tombol "send". Kepalanya dipenuhi oleh perkataan sang mami. Tak dimungkiri Bieru masih merasa Ella hadir di hidupnya. Dulu Bieru sudah membayangkan akan hidup bersama istri dan anaknya di sebuah rumah yang ia beli saat menikah. Namun, kehendak Tuhan membuat Bieru berada di titik terendah ketika Sang Pencipta merenggut semua mimpinya. Ella pergi meninggalkannya saat berjuang melahirkan bayi mungil seberat 2 kg.
Usia Violet hampir lima tahun. Itu artinya hampir setengah dasawarsa juga Bieru menduda. Hari ulang tahun putrinya yang seharusnya bahagia, terasa mendung untuk Bieru. Lelaki itu rasanya ingin melompati tanggal 13 Desember. Bahkan, ia tak pernah sekali pun merayakan hari ulang tahun putrinya, karena yang digelar pasti acara doa bersama memperingati meninggalnya Ella.
Entah kenapa, malam ini Bieru merindukan Ella. Kalau maminya minta ia melepas Ella dan mencari perempuan lain, sepertinya Bieru belum siap. Apalagi Goreti yang diajukan. Tidak mungkin ia turun ranjang. Sedang, Nilla? Bieru mendengkus. Gadis cantik berkacamata yang lidahnya suka kepleset itu memang menarik. Tapi, Bieru menggeleng. Dari pada memikirkan mencari istri, lebih baik ia memperhatikan putri kecilnya yang akan melepas masa balita.
Setelah selesai membereskan laptop dan berkas sehingga permukaan mejanya kembali rapi, Bieru akhirnya masuk ke kamar. Jarum jam hampir bersatu di angka dua belas saat ia membuka pintu kamar. Di dalam Violet sudah berbaring dengan posisi melintang menguasai ranjang. Kadang Bieru heran, karena balitanya itu seolah tidak cukup tempat dengan ukuran tempat tidur besar. Tendangan dan jejakan pun sering dirasakan Bieru semalaman karena polah aktif putri kecilnya.
Bieru sudah bahagia hidup berdua bersama Violet. Sepertinya ia masih nyaman dengan kesendiriannya dan gelar duda yang tersandang di dirinya.
Lelaki itu tersenyum melihat rambut Violet yang masih dikepang. Pelan-pelan dibukanya pita strawberry dan karet kemudian mengurai rambut sang putri.
"Good night, Sweety. Have a nice dream."
***
Pagi ini, ada yang tidak biasa dengan Violet. Sejak bangun ia rewel. Mulai tidak puas dengan kuciran Desti, hingga akhirnya Aruna terpaksa mengulanginya yang juga dibongkar paksa oleh Violet.
"Vio nggak mau pita ini! Mana pita strawberry Vio, Oma?!" Suara melengking Violet menggema di seluruh ruangan.
"Violet kemarin taruh di mana? Oma nggak ngerti. Ayo, Vi. Nanti kamu telat loh!"
Mata Violet sudah memerah dan berlinang air mata. Seingatnya ia masih dikepang sewaktu tidur tapi sewaktu bangun tadi rambutnya sudah mengembang seperti kembang bakung.
"Bie, arek iki minta pita rambut strawberry. Kamu simpen di mana?" tanya Aruna mulai kebingungan menenangkan cucunya. Ia merasa seperti kembali ke masa anak-anaknya dulu kecil.
"Pita strawberry mana?" Bieru yang baru saja mandi berhenti sebentar. Alisnya mengerut mengingat-ingat.
"Itu ... yang ada di kepangan Vio, Pi!"
Tanpa raut bersalah, Bieru menjawab, "Ah, Papi buang."
"Papiiiiii!!!" Lengkingan itu mengagetkan seluruh rumah.
Cyan Sagara, adik Bieru, yang masih tiduran, sampai bangun dan berjalan tergopoh datang ke ruang tengah. "Kenapa sih pagi-pagi ribut?"
Violet langsung turun dari kursi dan menghambur ke pelukan Cyan. Lelaki itu mengangkat keponakannya, kemudian menggendongnya.
"Om Cy, Papi ngilangin kuciran Violet. Padahal itu yang kasih Kak Nilla." Cyan mengernyit. Ia tak tahu siapa Nilla yang dimaksud.
"Nanti Papi beliin yang baru!" jawab Bieru sambil menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk.
"Nggak mauuuu!!" Teriakan Violet semakin keras, membuat Aruna melotot padanya.
"Mas, bisa-bisa nanggepin santai. Tuh, anakmu semakin histeris! Makanya ini nih yang Mami bilang supaya kamu cari mami buat Violet. Dia butuh kelembutan seorang perempuan. Ibu yang ngertiin dan bisa ngurus dia." Aruna sudah mulai ceramahnya panjang lebar.
"Ck, Mami mulai!" Dengan gusar, Bieru meninggalkan ruang tengah yang riuh untuk masuk ke kamar.
Sementara itu di ruang tengah, Cyan masih berusaha menenangkan keponakannya. Anak lelaki kedua keluarga itu sedang menjalani pendidikan spesialis Jiwa. Keributan pagi hari itu telah mengganggu tidurnya. Padahal ia ingin hibernasi setelah mengerjakan tugas semalaman.
"Om kepangin ya?" tawar Cyan sambil mengelus punggung keponakan tersayangnya.
Violet merangkul leher omnya sambil menggeleng. "Vio cuma mau pita strawberry yang dikasih Kakak Nilla," isaknya.
Cyan melempar tatapan pada Aruna. Sambil menggerakkan bibir tanpa suara ia bertanya pada maminya, "Siapa Nilla?"
"Mahasiswa bimbingan skripsi." Aruna akhirnya duduk di sofa depan televisi.
Mulut Cyan menganga. Ia menoleh dan menatap pintu kamar Bieru yang tertutup. "Kok bisa Vio kenal?"
"Panjang ceritanya! Wes Cy mbok kamu cariin sapa gitu cewek buat maminya Vio." Wajah Aruna tertekuk memikirkan nasib anaknya.
Cyan menghampiri maminya masih dengan menggendong Violet sementara sang papi yang baru saja pulang dari jogging akhirnya bergabung.
"Kenapa cucu Opa kok pagi-pagi nangis?" Aditya Sagara ikut duduk di sofa. Ia menyelonjorkan kaki dengan kedua kaki terbuka lebar. Punggung tuanya disandarkan di sandaran sofa.
"Pi, mbok kasih tahu Bieru supaya cari istri sekaligus maminya Vio."
Aditya terkekeh. Ia mengusap peluh dengan handuk yang tersampir di leher. "Ya urusan jodoh biar Bieru yang tentukan toh. Dia tahu yang terbaik. Bahkan pas bikin Vio sebelum nikah pun udah dia pikirin mateng-mateng."
"Ish, Papi ini sama aja sama anak sulungnya."
"Mas Bieru yang sama kaya Papi, Mi," koreksi Cyan.
"Kalian ini ya. Untung, Mami punya Mbak Aya yang bisa ngertiin Mami. Emang laki-laki keluarga Sagara ini bikin pening. Nggak bapak nggak anak laki-laki sama aja." Aruna mendesah kencang. Ia memilih bangkit untuk mengambilkan air putih untuk suaminya.
Aditya hanya menggeleng saja kalau istri sudah mulai mengomel.
"Vio, kalau misal Vio punya Mami, Vio mau Mami seperti siapa?" tanya Aditya iseng saat Cyan berhasil meredakan tangis gadis kecil itu.
"Tuh, Vi, ditanya sama Opa. Kali aja Opa bisa kasih ke Vio." Cyan melerai rangkulan Violet yang erat. Lelaki itu yakin kaus di bahunya sudah basah karena tangisan keponakannya.
"Beneran, Om?" Violet menyeka kasar matanya.
Cyan mengangguk, memberi kedipan pada papinya. "Iya, kan, Opa?"
"Iya, dong. Apa sih yang enggak buat cucu tersayangnya Opa?"
Jawaban Aditya itu seketika membuat mata Violet berbinar. Ia turun dari pangkuan Cyan dan beralih ke Opanya.
"Janji Opa mau ngasih mami yang Vi pengin?" tanya Violet sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
"Iya." Raut Aditya tampak serius. Ia mengaitkan kelingking besar berkulit keriputnya di jemari kelingking mungil Violet.
"Ehm, sini Vi bisik."
Aditya menurunkan kepalanya kemudian membiarkan cucunya menempelkan tangan yang membentuk corong. Lelaki tua itu bergidik saat embusan udara dari mulut Violet menggelitik pendengarannya. Namun, beberapa detik kemudian mata Aditya terbuka lebar saat mendengar apa yang diucapkan mulut kecil itu.
***
Bieru tak menyangka pita strawberry itu begitu berharga. Semalam setelah mengurai rambut Violet, ia membuang ikat rambut dan pita itu begitu saja.
"Sialan, di mana pita itu? Mana sampahnya udah diambil lagi!" Bieru menatap nanar tempat sampah injak yang kosong. Hanya plastik hitam tanpa isi yang ada di dalam.
Mendengar suara Violet yang melengking di ruang tengah, ia yakin gadis itu akan merajuk. Bieru tidak bisa melihat wajah sedih putrinya.
Lelaki itu mondar-mandir di dalam kamar. Ia menggigit bibir kirinya dengan alis yang mengerut berusaha mencari ide menemukan pita strawberry itu. Tidak mungkin ia mengais sampah dan memberikan pita itu pada Violet.
"Oh, ya, telepon Nilla! Tanya di mana belinya." Bieru akhirnya melupakan keinginan bersiap-siap. Padahal waktu sudah hampir pukul tujuh.
Buru-buru ia meraih gawai yang baru diisi dayanya. Ia lepas lebih dulu kabel charger lalu segera mencari nomor kontak mahasiswanya.
Suara panggilan terhubung sudah berbunyi. Namun, tak ada jawaban dari seberang. Bieru berjalan mondar-mandir di dalam kamar dengan gelisah. Tangan kanan yang tak memegang ponsel itu menjambak rambut karena mulai kesal dengan suara isakan Violet dari balik pintu dan panggilan yang tak kunjung dijawab.
"Nilla, kamu di mana sih? Please jawab!"
💕Dee_ane💕
Part lengkap ada di KK yak. Silakan mampir😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top