26. Ketakutan


Mobil Atlas memasuki pekarangan rumah. Di liriknya ke samping dan dilihatnya Anin sudah tertidur pulas. Ucapannya tadi yang mengatakan bahwa dia lelah benar adanya, Atlas pun juga merasakan hal yang sama.

Terlalu sibuk memilih beberapa perlengkapan bayi hingga lupa waktu ternyata lumayan menguras tenaga. Tapi entah kenapa rasanya lelah itu tak sebanding dengan rasa bahagia yang Atlas rasakan.

Mesin mobil di matikan, Atlas mulai melepas seat belt dan mendekat ke arah sang istri. Tangannya mengusap pipi Anin dengan lembut.

Beberapa kali dia memanggil Anin untuk membangunnya, namun hal itu tidak berefek apa-apa. Anin sepertinya benar-benar kelelahan.

Atlas mengembuskan napas, kalau dia tetap memaksa untuk membangun Anin dia takut hal itu akan menganggu Anin dan bahkan istrinya bisa kehilangan rasa kantuknya. Jalan satu-satunya hanyalah dengan cara menggendongnya dan membawanya ke kamar agar tidak mengusik tidurnya.

Atlas membuka pintu dan turun dari mobil, ditutupnya pintu mobil pelan-pelan agar tidak mengagetkan Anin. Perlahan Atlas berjalan mendekati pintu bagian kiri dan dibukanya.

Atlas mulai melepas seat belt yang Anin kenakkan. Wajahnya dan Anin kini begitu dekat, Atlas tersenyum tipis. Disingkirkannya rambut yang menutupi wajah Anin dan diselipkannya di daun telinga Anin.

Pelan-pelan Atlas mengangkat tubuh Anin, wajah Anin pun kini menempel di dada Atlas.

Setelah menemukan posisi menggendong yang nyaman, Atlas menutup pintu mobil dengan punggungnya. Dia mulai melangkah masuk ke dalam rumah.

Sesampainya di kamar, Atlas meletakkan tubuh Anin pelan-pelan di atas tempat tidur. Seharusnya Anin membersihkan tubuh terlebih dahulu tapi sayangnya Atlas tidak tega kalau harus membangunkannya

Atlas menarik bad cover dan menutupi tubuh sang istri hingga ke bagian dada. Selanjutnya dia pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Sepuluh menit berlalu, Atlas keluar dari kamar mandi Anin masih dalam posisi yang sama. Atlas ikut naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Anin. Matanya tidak lepas menatap wajah sang istri.

Sungguh, saat ini Atlas hanya mencintainya. Cinta yang berhasil datang karena terbiasa bersama.

Telunjuk Atlas mulai jail memainkan hidung mancung Anin. Tapi ulah Atlas justru mengusik tidurnya hingga Anin membuka mata.

"Ehh, maaf. Aku ganggu kamu, ya?"

Dua bola mata Anin langsung berotasi, dia terkejut karena tiba-tiba sudah berada di dalam kamar.

"Kamu tadi tidurnya pules banget, makanya aku gak bangunin. Maaf ya, aku ganggu tidur kamu."

Anin membuka mata meski masih dilanda rasa kantuk. Dia pun mengubah posisi menjadi duduk.

"Kenapa Mas nggak bangunin aja. Tadi pasti berat karena harus gendong aku ke kamar."

"Enggak, kata siapa berat."

"Tapi aku lagi hamil, berat badan aku udah naik, Mas."

"Tetap aja aku masih kuat, Nin."

Wajah Anin terlihat lesu, rasanya benar-benar lelah. Padahal tadi dia lebih banyak duduk di kursi roda.

"Mau mau mandi dulu?"

"Iya kayaknya, Mas. Pegel banget soalnya."

"Yaudah, mau aku siapin airnya?"

"Emm nggak usah, aku bisa sendiri."

"Yaudah, pelan-pelan jalannya. Nanti takutnya kamu jatoh lagi."

"Iya, Mas."

🌷🌷🌷

Alina baru saja tiba di kontrakannya. Pertemuannya dengan Atlas tadi masih terus terekam jelas di benaknya. Bukan tentang dia dan Atlas, melainkan tentang perlakuan Atlas terhadap Anin.

Alina melihat Atlas yang sibuk bercengkrama dengan Anin sambil sesekali menyuapinya. Jujur, ia merasa cemburu. Pernyataan yang kemarin-kemarin ketika dia menegaskan telah bahagia melepaskan Atlas seperti hanyalah kalimat penenang saja.

Dia tetap cemburu.

"Lagi mikirin apa?"

Alina mendongakkan kepalanya. Sosok perempuan kini berdiri di depannya. Dia adalah Becca, teman yang terus setia menemaninya hingga saat ini.

"Nggak mikirin apa-apa, cuma ngerasa cepak aja."

"Pasti mikirin masalah hutang lo di rumah sakit, kan?"

"Iya."

"Lo sih, sok-sokan lepasin Atlas. Gue kan udah bilang, lo berhak perjuangin dia."

"Mulai, mulai ngehasutnya. Ngasih Sarah buat temen itu yang bagus kek. Ini malah nyuruh yang enggak-enggak."

"Yee, lo-nya aja yang bego. Kalau gue mah pasti bakal aduin semuanya ke Atlas. Aduin perbuatan nyokapnya yang udah ngancem, terus lo nggak bakal kesulitan deh buat mikirin bayar hutang di rumah sakit."

"Atlas udah bahagia, aku nggak bakal usik dia lagi. Kehidupan aku sama doa udah beda, bukan aku lagi prioritasnya sekarang. Hati itu bisa berubah dan nggak akan selamanya bisa sama, jadi percuma."

"Lo lagi ceritain faktanya? Lo ngerasa udah percuma buat rebut Atlas lagi? Apa itu artinya lo masih berharap?"

Alina mendesah resah

"Lo sedih karena bukan jadi prioritas Atlas lagi?"

"Udah, nggak usah dibahas ya. Gue capek banget dan gue mau tidur."

Becca tersenyum sarkas, cepat atau lambat dianpasti bisa mempengaruhi Alina lagi. Hanya Alina yang bisa membuat Atlas berpisah dengan istrinya, disaat semua itu terjadi Atlas pasti membenci Alina dan setelah itu dia punya peluang untuk masuk ke dalam kehidupan Atlas

🌷🌷🌷

Anin keluar dari dalam kamar mandi setelah membersihkan tubuh dan bergantian pakaian. Dilihatnya Atlas yang sedang duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya, sesekali laki-laki itu tertawa.

"Mas ngapain?"

Anin mengintip ke ponsel Atlas dan melihat video anak bayi yang menggemaskan.

"Nggak tau nih isi beranda aku tiba-tiba dipenuhi sama bayi-bayi yang lucu. Ada aja tingkahnya, ini ayahnya lagi gantiin dia popok tapi belum apa-apa ayahnya udah dipipisin."

Anin ikut tertawa mendengarnya

"Kalau anak cowok katanya emang gitu, Mas."

"Nanti kalau kamu melahirkan, kamu istirahat yang cukup ya. Biar aku yang mandiin sama gantiin dia popok. Kamu cukup kasih ASI aja."

"Memangnya kamu bisa?"

"Belum, sih. Tapi nanti aku pasti bakal belajar."

Anin duduk di samping Atlas, kepalanya dia sandarkan di bahu kekar milik Atlas. Atlas memutar kepala ke samping hingga pipinya menyentuh kepala Anin.

"Makasih ya, Mas."

"Makasih untuk?"

"Udah mau terima anak kita dan antusias kamu buat nunggu dia lahir. Padahal anak ini hadir tanpa cinta."

"Kamu gak boleh ngomong kayak gitu, anak ini mungkin kita hadirkan tanpa cinta. Tapi anak ini yang bikin rasa cinta diantara kita itu ada, dia yang udah berhasil menyatukan hati kedua orang tuanya. Kamu inget? Dulu kamu pernah minta waktu untuk bikin aku jatuh cinta, kan? Sekarang kamu berhasil, kamu berhasil bikin aku jatuh cinta lewat anak ini."

Anin tersenyum tipis, tapi hatinya terenyuh mendengar kalimat Atlas.

Dulu Anin selalu berfikir mustahil kalau Atlas mencintainya. Tapi atas keberaniannya mengambil keputusan untuk mengandung anak Atlas membuahkan hasil, semesta pun ikut merestui dengan dijauhkan Alina dari Atlas selama beberapa waktu hingga Atlas pun akhirnya bisa lebih fokus untuk menerima kehadirannya.

"Akhir-akhir ini aku kepikiran sesuatu dan itu bikin aku ketakutan."

"Kepikiran tentang?"

"Gimana ya kalau seandainya aku meninggal?"

Kening Atlas mengkerut, dia menegakkan tubuhnya yang awalnya bersandar di hearboard. Pertanyaan Anin berhasil mengagetkannya.

"Kamu ngomong apa?"

Anin mengangkat kedua bahunya. Dia juga tidak tahu kenapa hal itu bisa menghantui pikiran.

"Kalau seandainya itu terjadi, apa kamu bakal kembali sama Alina? Apa kamu bakal lupain aku?"

"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu, Nin. Memangnya kamu gak mau lihat anak kita? Kamu tega ninggalin kita?"

"Tapi kan ini seandainya, Mas."

"Nggak boleh, kamu gak boleh berandai-andai perihal yang buruk-buruk. Aku masih pengen kita sama-sama, aku baru berhasil mencintai kamu, Anin. Jadi tolong jangan bicara begitu lagi, kamu bikin aku takut."

Anin tak menjawab. Tapi dia bisa melihat kejujuran Atlas yang mengatakan bahwa dia takut akan kehilangan dirinya.

"Aku nggak mau Alina, aku nggak mau perempuan mana pun lagi, aku cuma mau kamu."

Atlas memegang pipi Anin dan mengecup keningnya lama.

"Jangan bicara begitu lagi."

Anin menganggukkan kepalanya. Atlas menarik tubuh Anin dan memeluknya. Benak Atlas bertanya-tanya, apakah ini suatu pertanda? Apakah dia akan kehilangan Anin?





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top