25. Berpindah Hati

🌷🌷🌷

Matahari naik ke peraduan.

Dua mata Anin terbuka. Entah ini jam berapa. Tadi selesai Subuh ia dan Atlas tidur kembali karena kelelahan

"Mas," bisik Anin. Sedangkan Atlas terlihat masih tidur.

"Mas bakal ngelakuin apa pun yang aku mau, kan?" tanya Anin menagih janji Atlas semalam lantaran kemarin gagal membawanya untuk memetik stroberi

"Kenapa emangnya?" Walau matanya tertutup, Atlas tetap menjawab pertanyaan Anin pertanda bahwa ia tak benar-benar tidur.

"Aku mau minta sesuatu ...."

"Apa, Sayang."

"Aku pengin beli kuda."

Dua mata Atlas akhirnya terbuka meski tak sepenuhnya karena masih dilanda rasa kantuk. Permintaan Anin lumayan mengejutkan dirinya.

Apa ini permintaan calon anaknya lagi?

"Buat apa sih, sayang? Kamu mau pelihara kuda? Jangan aneh-aneh begitu."

Atlas kembali menutup mata, ditariknya selimut untuk menutupi tubuhnya bersama Anin. Di luar juga hujan, membuat orang-orang merasa malas untuk melakukan aktivitas.

Anin berusaha membuat mata Atlas terbuka lagi dengan cara menaikan turunkan kelopak mata Atlas

"Buat apa? Kamu tanya buat apa? Ya karena aku pengin lah, Mas."

"Udah, jangan aneh-aneh gitu. Siapa yang mau pelihara kudanya nanti. Kalau kita gak bisa urus kudanya, kasian juga sama kudanya." Kata Atlas, matanya memang masih tertutup tapi tangannya menarik tubuh Anin untuk semakin dekat dengannya. Dipeluknya Anin hingga hembusan napas merekapun saling terdengar.

"Aku bakal kabulin apa pun itu asalkan wajar, sayang."

Wajah Anin berubah cemberut. Tapi tidak bisa marah lantaran pelukan yang Atlas berikan lebih menenangkan dirinya.

Kening Atlas mengkerut merasakan pergerakan di bawah sana. Perutnya dan perut Anin menempel hingga dia bisa merasakan pergerakan bayi yang ada di dalam perut Anin.

Tangan Atlas meraba permukaan perut Anin. Gerakannya semakin kentara dirasakan.

"Kenceng banget tendangannya. Ini gak sakit?"

Anin menggelengkan kepalanya.

"Mending sekarang kita beli perlengkapan buat bayi kita."

"Yaudah, ayo. Kamu mandi dulu."

"Tapi aku minta sesuatu dulu."

"Minta sesuatu?"

"Heem"

"Apa?"

Atlas menunjuk bibirnya. Dua bola mata Anin membulat mengetahui permintaan Atlas.

"Sana, mandi dulu."

"Cium dulu, sebentar aja."

Anin menarik kelapanya kebelakang hingga jauhbdari wajah Atlas, berkali-kali Anin menelan ludahnya

"Harus dipaksa dulu ini."

Atlas memegang kedua pipi Anin dan tanpa aba-aba dia berhasil membuat bibir Anin mendarat di bibirnya. Kecupan pun tidak bisa dihindari.

"Mas!" Teriak Anin, Atlas bergerak tawa kemudian berlari ke kamar mandi.

Anin memegang bibirnya dan tersenyum. Pipinya merah dan telinganya terasa panas. Ternyata dia bisa sampai di posisi seperti ini. Diperlakukan manis dan dicintai oleh Atlas.

Anin mengusap perutnya yang besar dengan lembut. Ini semua berkat anak yang ada dalam kandungannya.

🌷🌷🌷

"Sayang, lihat deh baju ini lucu banget." Atlas memperlihatkan baju bayi berwana pink lengkap dengan topinya kepada Anin.

Anin mengambil baju yang Atlas bawa.

"Bagus, Mas. Lucu banget."

"Ayo, kita ke sebelah sana. Di sana banyak ya g lebih lucu lagi."

Atlas mendorong kursi roda istrinya itu. Untuk berbelanja dengan waktu yang lama, Atlas tidak membiarkan Anin untuk berjalan. Karena tidak ingin jika terlalu lama berdiri Anin mengalami kram perut lagi. Meski sudah dibolehkan lepas dari kursi roda, tetap saja Atlas tidak mau ambil risiko jika hal buruk terjadi pada istri dan anaknya.

Mulai dari baju-baju, stroller, dan tempat tidur bayi. Semua perlengkapan bayi Atlas borong.

"Ini buat apa?"

"Banyak amat, Mas. Ini bawanya gimana?"

"Kan nanti bisa dianterin, Sayang."

"Iya juga, ya. Hehe nggak kepikiran."

"Ini udah siang, kita makan dulu ya."

Atlas melirik jam yang melingkar di tangan kanannya.

Anin hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon.

"Aku barusan posting foto kamu, banyak yang berkomentar katanya gak sabar pengin lihat wajah anak kita." Kata Atlas, lelaki itu terkekeh sembari membaca beberapa komentar dari netizen di postingannya.

"Tapi nanti jangan langsung diupload, ya, Mas."

"Kenapa emangnya?"

"Katanya sih bayi itu rentan sakit, bisa kena ain kalau fotonya disebar."

"Aku pernah dengar sih, tapi itu nyata emangnya?"

"Iya, nyata. Bayinya bisa sakit, rewel dan marahnya bisa meninggal katanya."

"Astaghfirullah, jangan sampai. Aku gak mau."

"Iya makanya nanti Mas jangan langsung posting. Kalau mau, nanti wajahnya ditutupin aja."

"Iya, aku nggak bakal posting langsung wajah anak kita."

Anin tersenyum, beruntung Atlas mau mengerti. Awalnya Anin pikir Atlas akan marah, tapi ternyata di luar ekspektasi, Atlas justru setuju dengan permintaannya.

Saat sedang menikmati makanan, seseorang melewati meja Atlas dan Anin. Perempuan itu berhenti ketika Anin mendongakkan kepala dan sepasang mata mereka pun bertemu.

Dia, Alina.

"Alina?"

"A---Anin?"

Pandangan Alina beralih pada Atlas.

"Kalian di sini juga, ternyata."

"Iya. Kamu kerja di sini?" tanya Anin melihat dari pakaian yang Alina kenakkan.

"Iya, aku jadi waiters di sini."

Demi memenuhi kebutuhan dan hutangnya di rumah sakit semasa adiknya dulu dirawat, Alina harus tetap bekerja untuk melunasi hutangnya. Mau tidak mau dia pun haru bekerja di beberapa tempat agar semuanya terpenuhi.

Pandangan Anin beralih pada lutut Anin yang ditutupi kain kasa dan plester. Itu pasti akibat kecelakaan yang kemarin Atlas ceritakan.

"Gimana kondisi kaki kamu? Memangnya udah lebih baik?"

"Udah, kok. Buktinya aku udah bisa kerja lagi. Kalian mau pesan apa?"

"Sayang, kamu mau pesen apa?"

Kalimat sayang yang terlontar dari mulut Atlas untuk Anin membuat dada Alina terasa nyeri. Bohong kalau dia mengatakan kalau dia baik-baik saja. Karena pada kenyataannya dia tetap terluka ketika panggilan sayang dari Atlas bukan lagi untuk dirinya.

Dia tetap terluka karena Atlas telah berpindah hati.

"Mau beef steak aja? Kamu kan suka banget."

"Iya, Mas. Boleh."

"Alina, beef steaknya dua, ya. Tapi satunya saosnya sedikit aja. Anin nggak terlalu suka sama saosnya. Dagingnya lebih dimatengin ya, soalnya Anin gak boleh makan daging setengah mateng."

Alina tersenyum tipis, Atlas begitu telaten memilihkan menu untuk Anin. Dia terlihat begitu perhatian.

"Oke, minumannya apa?"

"Mineral aja."

"Okey, ditunggu ya,"

Atlas menganggukkan kepalanya. Alina pun pergi setelah mencatat pesanan dari Atlas.

"Kamu pasti kaget ya bisa ketemu sama dia?" tanya Atlas setelah Alina pergi.

"Aku nggak nyangka dia bisa kerja di sini."

"Yaudah, biarin aja. Kamu nggak usah pikirin, ya."

"Tapi kayaknya dia masih sakit deh, lihat aja tadi jalannya pincang, kan?"

"Dia aja bilang gak kenapa-kenapa, kan?"

Anin menoleh ke belakang dan kembali menatap Atlas lagi.

"Nggak usah cemburu aku ketemu sama dia di sini." Atlas mencolek dagu Anin, tapi perempuan itu seger menepis tangan Atlas

"Diihh siapa yang cemburu,"

Meski mengelak, tapi Atlas bisa merasakan bahwa Anin pasti tidak nyaman.

"Setelah makan kita langsung pulang. Biar kamu gak cemburu lagi."

"Aku nggak cemburu, Mas!"

"Iya, iya, kamu gak cemburu."













Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top