24. Aku, Memilih Kamu
🌷🌷🌷
Sebelum sore Atlas sudah kembali ke rumah. Dia memasuki kamar dan melihat Anin yang sedang tertidur pulas dengan tv yang masih menyala.
Atlas melangkah mendekati sang istri dan mengecup keningnya dengan lembut.
Kedua bola mata Anin terbuka ketika mendapat sentuhan lembut seperti itu. Dia melihat wajah Atlasnya g begitu dekat dengannya.
"Eh aku ganggu kamu tidur, ya?"
Anin mengubah posisinya menjadi duduk, diliriknya jam yang sudah menunjukkan pukul tiga. Sehabis solat dzuhur dia kembali tertidur lantaran merasa tubuhnya tidak enak.
Kehamilan yang semakin besar sering kali membuat tulang-tulangnya terasa sakit. Hanya dengan tidur dia merasa tubuhnya sedikit lebih rileks.
"Kamu udah pulang, Mas?" bukannya menjawab pertanyaan Atlas, Anin justru malah balik bertanya.
"Udah, kan cuma sebentar."
Anin hanya menganggukkan kepalanya.
"Kenapa? Kamu pegel, ya?"
"Iya, badan aku sakit semua."
"Yaudah, sini. Aku pijitin."
"Eh, jangan, Mas. Aku nggak bermaksud suruh kamu buat pijitin aku, kamu kan juga capek baru pulang kerja."
"Kata siapa aku capek, Nin. Aku nggak ngapa-ngapain juga." Atlas menggeser posisi, ditariknya kaki Anin kemudian diletakkannya di atas pahanya.
"Kaki kamu jadi bengkak begini. Kemarin nggak bengkak, kan?"
"Iya, dari tadi pagi udah kelihatan. Ternyata makin besar. Kaki aku jadi jelek, ya?"
Atlas tertawa mendengar rengekan Anin.
"Kata siapa jelek. Malah jadi lucu begini," tangan Atlas mulai berpindah-pindah, memijit kaki Anin secara bergantian.
"Aku emang gak tau sih cara pijit yang bener. Tapi seenggaknya ini bisa mengurangi rasa pegel kamu."
"Makasih ya, Mas."
"Iya ..." Kata Atlas singkat
"Eh, omong-omong kita kan belum beli perlengkapan bayi. Bagusnya kita beli dari sekarang aja gak sih? Kan udah mau lahir juga dede bayinya." Tiba-tiba Atlas baru teringat satu hal. Dia belum membeli perlengkapan bayinya karena selama ini masih terlalu fokus menjaga kesehatan Anin dan kandungannya. Mereka jarang bepergian ke luar, kalau pun keluar pasti hanya sekedar pemeriksaan atau jalan sebentar untuk menghilangkan rasa suntuk.
"Tapi masih dua bulan, kan?"
"Ya maka dari itu, karena nanti pasti bakal susah kalau terlalu mepet. Besok kalau kamu udah merasa baikan, kita beli perlengkapan buat anak kita, ya..."
"Yaudah ..."
Mata Anin tertuju pada lengan baju Atlas yang menempel noda berwarna merah. Dia menyentuh bekas merah yang mulai mengering itu. Mata Atlas ikut melihat bagian yang Anin sentuh.
"Ini noda darah? Darah apa, Mas?"
Atlas gelagapan. Noda darah yang ada di bajunya pasti noda darah milih Alina. Atlas bahkan tidak sadar ada bekas darah yang menempel di sana.
"Ini darah apa, Mas?"
"Ini, ini darah orang, Nin."
"Darah orang? Darah siapa? Kok bisa ada di baju kamu, Mas?" Air muka Anin berubah serius, dia semakin menegakkan tubuhnya dan melihat lebih jelas lagi.
Anin yakin, noda darah yang ada di baju Atlas adalah noda darah yang masih baru. Dia tahu baju yang Atlas kenakan tadi bersih tanpa noda.
"Oke, aku bakal jelasin ke kamu tapi kamunya jangan salah paham. Dengerin dulu sampai aku selesai ngomong."
"Jangan bikin aku takut, Mas."
"Aku tadi nggak sengaja nabrak orang sebelum berangkat ke kantor."
"Apa?"
"Dengerin dulu, sayang. Kamu tenang jangan mikir macem-macem."
"Gimana aku bisa tenang kalau kamu bilang kamu habis nabrak orang, Mas?!"
"Dia nggak terluka parah. Makanya aku langsung bawa tadi ke rumah sakit. Dia nyalip mobil aku secara tiba-tiba, makanya aku nggak sejahat nabrak dia. Tapi dia baik-baik aja, kok. Nggak ada cidera parah, cuma lecet sedikit. Mungkin tadi luka yang ada di tangannya ke baju aku pas aku nolongin dia."
Kata Atlas berusaha menjelaskan secara rinci.
"Dan orang itu Alina."
"Alina?"
Atlas menganggukkan kepalanya pelan. Wajah Anin berubah pias, dia menyandarkan punggung di Hearboard tempat tidur.
Atlas langsung menarik tangan Anin dan digenggamnya.
"Kamu jangan salah paham, setelah antar dia, aku langsung ke kantor tadi. Aku nggak mungkin ninggalin dia, gimana pun aku udah nabrak dia. Aku nggak ngobrol banyak sama dia."
Anin hanya tersenyum tipis. Apa dia bisa percaya dengan ucapan Atlas?
Bagaimanapun Alina adalah orang yang Atlas cintai dan mereka bertemu dalam sebuah insiden yang pastinya membuat Atlas merasa iba dan bersalah.
Apa iya Atlas bisa bersikap acuh pada perempuan yang pernah sangat dia cintai itu?
"Kamu percaya sama aku, kan?"
"Terus Alina bilang apa? Gimana reaksi dia saat ketemu kamu? Apa dia ngomong sesuatu?" tanya Anin.
Bagaimanapun Anin juga masih ingat bagaimana dia membuat Alina agar merasa bersalah karena mengatakan akan merelakan Atlas untuk perginya.
Karena setelah kejadian itulah Alina pergi yang akhirnya membuatnya bisa dicintai oleh Atlas seperti ini
Bagaimana jika Alina mengatakan hal itu pada Atlas? Mungkin Atlas bisa marah bahkan meninggalkannya
"Nggak ada. Dia cuma tanya gimana aku dan kamu, aku jawab apa adanya. Sesuai yang kita rasain sekarang kalau kita udah sama-sama bahagia, aku udah terima kamu sebagai istri aku dan bisa menyayangi kamu."
"Hmmm ..."
"Kamu jangan pikirin yang macem-macem, aku nggak mau kamu stress cuma karena hal sepele. Inget anak kita, dia butuh ibunya yang tetap menjaga pikirannya."
Atlas menyentuh perut Anin dan mengusapnya dengan pelan.
"Aku lebih milih kalian berdua daripada kembali sama masalalu aku. Jadi aku cuma bukan kehilangan rasa cinta aku sama Alina, aku bahkan udah gak punya keinginan lagi untuk kembali sama dia."
"Maafin aku kalau aku sempat mikir kamu bakal kembali sama dia."
"Dulu mungkin iya, tapi sekarang situasinya udah beda, Nin." Kata Atlas, dia menyentuh pipi Anin dengan lembut.
Anin bisa melihat tatapan Atlas yang tulus, tidak ada kebohongan di sana.
"Aku mohon sama kamu jangan pernah berfikir kalau aku bakal ninggalin kamu dan anak kita untuk kembali ngejar masalalu aku."
"Iya, Mas ..."
Atlas kembali tersenyum
"Udah makan? Mau aku masakin sesuatu?"
"Aku belum laper, Mas."
"Tapi bayinya butuh makan. Mau aku bikinin apa?"
"Aku lagi nggak pengen, Mas."
"Terus gimana?" tanya Atlas bingung. Kalau Anin tidak mau makan, bisa-bisa anak yang ada dalam kandungannya akan kekurangan asupan gizi.
"Aku pengennya makan stroberi."
"Yaudah, kita beli ya ..."
"Tapi mau langsung dipetik. Aku pengen metik stroberinya."
"Mau metik? Metik di mana sayang?"
"Yaa nggak tau, pokok ya aku pengen metik, Mas. Mas cari tau gitu kebun stroberi."
Atlas mengembuskan napasnya. Pasti sekarang Anin sedang ngidam.
"Yaudah, aku coba tanya mama dulu. Barang kali mama tau."
Anin menganggukkan kepalanya. Wajahnya langsung sumringah, tidak sabar membayangkan bisa memetik buah-buahan stroberi itu.
Atlas mengambil ponselnya dan langsung menghubungi mamanya. Semoga saja sang mama tahu di mana kebun stroberi yang buahnya bisa dipetik langsung oleh pembelinya.
'Assalamualaikum, Ma.'Ucap Atlas ketika sambungan telfon tersambung.
'Waalakumussalam, Atlas. Iya, Atlas, kenapa?'
'Ma, aku mau nanya.'
'Tanya apa?'
'Papa punya kenalan orang yang tau ada kebun stroberi gak? Ini aku nggak ngerti Anin punya inisiatif dari mana pengen makan stroberi yang dia petik langsung.'
Terdengar tawa dari mulut sang mama di seberang sana.
'Itu namanya ngidam, Atlas. Kadang memamg suka aneh'
Atlas melirik ke arah Anin yang masih tersenyum. Dia tampak penasaran apakah mertuanya itu punya tempat yang bisa direkomendasikan atau tidak
'Jadi gimana, Ma? Ada gak?'
'Temen mama sih biasanya ada, punya kebun stroberi. Nanti coba mama tanya dulu. Kalau semisalnya ada, nanti kamu langsung ke sana. Tapi lumayan jauh, Atlas. Di bandung di daerah Lembang. Memang Anin gapapa naik mobil sejauh itu?'
'Bandung, Ma? Itu sih kejauhan. Memangnya gak ada di Jakarta gitu?'
'Mana ada, Atlas. Stroberi itu bisa tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki iklim sejuk, sementara Jakarta cenderung beriklim panas, Kalau Bandung, Bogor dan sekitarnya setau mama banyak'
'Kalau harus ke sana kayaknya gak usah deh, Ma. Aku nggak mau terjadi apa-apa nantinya'
'Yaudah, kamu coba kasih pengertian ke Anin'
'Iya, Ma. Yaudah, nanti aku telfon lagi, Assalamualaikum'
'Waalaikumussalam'
Sambungan telepon terputus.
"Gimana, Mas? Ada?"
"Ada, Tapi adanya di Bandung. Itu terlalu jauh, jadi gak usah ya? Kita beli aja."
Wajah Anin berubah kecewa, rasa sedih tidak bisa dia tahan ketika mendapat penolakan seperti ini.
"Jangan sedih, aku begini karena aku peduli sama kamu dan anak kita. Kalau dipaksakan nanti terjadi hal buruk gimana? Apalagi kondisi kehamilan kamu juga bermasalah, kan? Aku harap kamu ngeri ya."
"Tapi aku pengen ..."
'Iya, aku tau. Tapi kamu lebih pilih mana? Kita ke Bandung dengan kondisi yang gak baik-baik aja terus nanti kenapa-kenapa atau kamu lebih milih tahan demi kebaikan anak kita?"
Anin tidak menjawab.
"Dengerin aku ya. Bukan karena aku gak mau penuhin permintaan kamu, tapi karena aku sayang. Nanti kalau anak kita udah lahir, aku mau kok antar kamu."
"Terserah."
Anin mengubah posisinya menjadi tidur dan membelakangi Atlas. Dia kembali menangis lantaran gagal memenuhi keinginannya.
"Nggak apa-apa, aku lebih tega biarin kamu nangis dari pada harus ke Bandung sekarang."
Atlas membungkukkan tubuhnya dan mencium kepala Anin dengan lembut.
"Aku mau mandi dulu, kamu nggak mau mandi?"
Tak ada jawaban
"Kalau belum ayo mandi."
Tetap tidak ada jawaban, Atlas menghela napas pelan.
"Yaudah, aku mandi dulu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top