08. Permintaan Maaf


Yang katanya paling dicintai akan menetap selamanya. Tapi nyatanya yang menetaplah yang akan dicintai selamanya.

-Alina Sofia-

🌷🌷🌷

Setelah beberapa jm melakukan operasi usus buntu, Anin pun dimintai untuk belajar berjalan. Dibantu oleh Atlas Anin pun mulai melangkahkan kaki yang terasa lemas.

Tubuhnya gemetar karena menahan nyeri dibagian perut yang disayat karena bekas operasi.

Beberapa kali Anin meringis membuat Atlas memandang ke samping.

"Kalau udah gak kuat, kamu istirahat lagi. Nanti kita cobain buat jalan lagi."

Anin tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia tidak tahu apakah dia harus bahagia dengan rasa sakit yang dia rasakan sekarang. Karena dengan kondisinya yang seperti ini Atlas pun jauh lebih fokus untuk mengurus dirinya. Anin merasa bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk dia bisa lebih dekat lagi dengan Atlas.

Setelah mengenal Atlas lebih dalam lagi, Anin merasa bahwa Atlas tidak sekeras yang dia bayangkan. Meski tahu lelaki itu tidak menerima sepenuhnya pernikahan mereka, tapi dia tetap bersikap baik dan bertanggung jawab atas tugasnya sebagai seorang suami.

Sejak kemarin dia dirawat di rumah sakit, Atlas senantiasa menungguinya.

Perlakuan lembut yang Atlas berikan malah semakin membuat Anin yakin bahwa dia memang harus mempertahankan pernikahan mereka.

Anin akui mungkin dia egois karena tak mengizinkan Atlas untuk kembali pada Alina. Tapi bagaimana pun sekarang posisinya jauh lebih berhak memiliki Atlas ketimbang Alina.

Jika seandainya dia dan Atlas belum menikah, mungkin dia jauh-jauh hari akan memilih mundur.

Anin hanya tak ingin mempermainkan pernikahan mereka yang ujungnya harus berjanji untuk saling mengakhiri.

"Makasih ya, Mas. Kamu udah rela luangkan waktu kamu buat ngurus aku."

"Kamu nggak perlu berterima kasih, Nin. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Lagipula sekarang kita berteman, 'kan? Jadi aku nggak mungkin biarin teman aku jalani masa-masa sakitnya sendirian di rumah sakit."

Dua ujung bibir Anin tertarik ke samping hingga membentuk lengkungan manis. Tidak masalah kalau Atlas beranggapan seperti ini sekarang. Karena suatu saat nanti Anin sangat yakin kalau Atlas pasti akan memilih untuk menetap bersamanya.

Tidak lama pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan yang begitu familiar hingga Atlas langsung mengenali perempuan itu.

Rambutnya yang panjang dan terurai membuat dia terlihat cantik dan elegan.

Perempuan itu kembali menutup pintu dan meneruskan langkahnya ke dalam.

Atlas langsung berdiri dan menyambut kedatangan perempuan itu.

Alina, tanpa canggung perempuan itu langsung berhamburan ke dalam pelukan Atlas tepat di depan mana Anin respon Atlas pun jauh lebih mengagetkan Anin lagi.

Dua dua orang itu akan sungkan padanya, tapi nyatanya mereka malah terlihat biasa-biasa saja seakan tak ada orang lain di depan mereka.

"Kamu tahu gak sih, aku benar-benar kangen banget sama kamu. Padahal kita gak ketemu cuma dua hari. Tapi rasanya aku kangen banget, aku khawatir sama kamu. Aku pikir kamu yang kenapa-kenapa."

"Aku baik-baik aja, sayang. Terus sekarang gimana? Kamu nggak berangkat kerja?"

"Belum ada panggilan lagi, tapi katanya aku diterima buat kerja di sana."

"Serius?" Dua bola mata Atlas berbinar.

"Iyaaa."

Kembali lelaki itu membawa Alina ke dalam pelukannya.

Selang beberapa detik Alina melepaskan pagutan mereka, dia melirik ke arah Anin yang sedang duduk di atas brankar.

Sebetulnya kalau bukan ingin bertemu Atlas, dia pun malas untuk berhadapan dengan Anin. Bagaimana pun Anin adalah orang yang harus jauhkan dari Atlas.

Sudah cukup selama ini dia mengalah hanya karena faktor kasta. Kali ini Alina tak akan biarkan siapa pun yang menghalanginya untuk bisa kembali bersama Atlas.

"Gimana kondisi kamu? Kata Atlas kamu operasi usus buntu?" tanya Alina basa-basi.

"Alhamdulillah aku udah baikan. Kamu kalau memang ada perlu sama Mas Atlas nggak apa-apa. Aku izinin Mas Atlas buat pergi sama kamu."

Dua alias Alina menyatu. Perempuan itu terang-terangan menyuruh Atlas pergi bersamanya? Apa itu artinya dia mengerti kalau Atlas dan dirinya saling mencintai? Bagus, deh!

"Aku memang ada perlu sama Atlas."

"Memangnya harus sekarang banget ya, Al?"

"Kamu kan udah janji." Kata Alina yang tampak kesal. Atlas seperti menunjukkan tanda-tanda bahwa dia tidak mau meninggalkan Anin sendirian

"Nggak apa-apa, Mas. Pergi aja. Mumpung mama sama papa nggak ada di sini."

"Kapan lagi? Kalau nanti aku udah kerja pasti bakal susah buat kita jalan bareng."

Terdengar helaan napas dari mulut Atlas. Sebetulnya dia tidak tega kalau harus meninggalkan Anin sendiri di sini, tapi dia juga tidak bisa kalau harus mengabaikan Alina lagi.

Atlas tidak mau kalau penolakan dirinya membuat Akina kecewa dan kembali meninggalkan dirinya.

"Kamu benaran nggak apa-apa, 'kan?"

"Nggak pa-pa, Mas. Aku bisa panggil suster nanti."

"Yaudah, aku sama Alina pergi dulu."

Anin menganggukkan kepalanya.

Di sana Alina terlihat bahagia karena langsung memeluk lengan Atlas. Beberapa detik kedua manusia itu meninggalkan Anin sendirian.

Anin membuang napas kasar dan  berupaya menghilangkan sesak di dadanya. Sebetulnya Anin juga tidak mau kalau Atlas pergi bersama Alina. Tapi bagaimana pun Anin ingin cepat pulih. Kalau melihat dua orang itu terus bermesraan di hadapan, Anin takut akan lepas kontrol dan tidak membuat kesehatannya menurun.

Lebih baik untuk saat ini dia mengalah. Mundur satu langkah untuk maju seribu langkah adalah hal yang jauh lebih baik.

🌷🌷🌷

"Aku benar-benar minta maaf, Al. Kemarin aku benar-benar lupa. Kalau bukan karena Anin sakit, aku nggak mungkin lupa."

Atlas mengendari mobil dengan kecepatan sedang. Alina yang ada di sampingnya masih enggan bicara. Dia sibuk menatap ke arah luar jendela.

"Aku ngerti kamu pasti kecewa banget sama aku. Tapi kamu jangan salah paham, aku begini bukan berarti aku ada rasa sama dia, Al. Ini murni sebagai bentuk rasa kepedulian aku ke dia. Hanya sebagai sebatas teman."

"Teman?"

"Iya. Aku sama dia cuma berteman, meski kita terikat pernikahan, tapi kamu harus percaya kalau aku nggak mungkin cinta sama dia."

Alina mengembuskan napas resah. Apa iya dia bisa percaya dengan Atlas?

"Dia pasti bisa bantu kita buat meyakinkan mama aku. Kita pasti bisa bersama, asalkan kamu jangan pernah ninggalin aku lagi, Al."

"Jujur, aku ragu sama kamu. Apa iya aku harus percaya?" tanya Alina ambigu. Setengah hati ingin percaya tapi setengah hati malah dia merasa kesempatan untuk bersama Atlas malah semakin kecil.

Apalagi setelah melihat reaksi yang Anin berikan tadi. Seharusnya Alina senang karena perempuan itu tidak menghalanginya untuk terus bersama Atlas.
Tapi kenapa rasanya Alina malah takut dengan reaksi Anin yang hanya seperti itu?

"Kenapa kamu bisa berpikir begitu? Kamu harus percaya sama aku."

"Apa menurut kamu Anin itu baik?"

"Kamu belum kenal sama dia, Al. Kalau kamu kenal dan dekat sama dia, pasti kamu bakal beranggapan kalau dia itu memang baik. Dulu saat pertama ketemu dia, aku pikir dia juga bakal paksa aku buat terima dia. Tapi ternyata enggak, dia biarin semuanya gitu aja apalagi saat dia tahu kalau aku cinta sama kamu."

Alina tak merespon apa-apa. Tidak lama setelah itu mobil Atlas pun berhenti di pinggir jalan.

Terasa tangan Atlas menarik tangannya kemudian dikecupnya secara perlahan.

"Aku mohon sama kamu jangan berpikiran yang macem-macem. Percaya sama aku kalau kita bakal bersama lagi. Kita cuma butuh waktu untuk mempersiapkan semuanya. Untuk hari kemarin, aku benar-benar minta maaf. Hari ini nggak usah kita bahas yang sedih-sedih. Kita harus senang-senang, oke?"

"Kamu janji, kan? Nggak bakal ninggalin aku apa pun yang terjadi?"

"Iya, aku janji."

Atlas memajukan wajahnya dan mengecup kening Alina lembut. Atlas tahu selama ini Alina sudah begitu banyak berkorban, apalagi dia harus menerima kenyataan menyakitkan ketika dirinya harus menikahi wanita lain.

Atlas juga yakin alasan Alina meninggalkannya dulu bukan hanya sekedar mendiang adiknya saja. Pasti ada hal lain yang membuat Alina mantap meninggalkannya.

Dia berjanji akan mencari tahu semua itu dan akan membayar rasa sakit yang Alina rasakan sekarang.

"Jadi kamu udah maafin aku, kan?"

Alina tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Iya, aku udah maafin kamu."

🌷🌷🌷

Aku berterimakasih banget ternyata masih ada yang nungguin dan makasih karena udah ninggalin jejak 🥹🙏🏻❤️



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top