05. Kita Berteman?

Kemungkinan aku bakal update 3 kali seminggu.

Semoga tetap setia yang mau nungguin.

Aku mohon banget kasih jejak buat yang mampir karena itu salah satu semangat buat aku.

Jangan lupa, like dan komen di bawah ini. Biar aku semangat terus. Siapa tahu kalau banyak jejak aku bisa up setiap hari 🫰🏻🫰🏻🫰🏻

Oke, happy reading 😚😚😚😚

🌷🌷🌷

Atlas tiba di rumah pukul dua belas malam. Tadi lelaki itu sempat mampir ke apotik untuk membelikan obat pereda nyeri lambung untuk Anin.

Kemungkinan maag Anin kambuh, begitu kata petugas yang bekerja di apotik tadi.

Memasuki kamar, Atlas melihat Anin yang sudah tidur di atas ranjang. Ia menatap obat yang ia beli dan kembali melirik ke arah Anin.

Haruskah dia mengganggu Anin yang sudah terlelap?

Atlas menggantungkan jas di pintu dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Beberapa saat Atlas kembali namun ternyata Anin masih belum terusik. Lelaki itu memilih mengganti pakaian dan ikut tidur di samping Anin. Semoga saja perutnya sudah sembuh.

Saat Atlas sudah terlelap, Anin pun perlahan membuka matanya. Ternyata perempuan itu tidak benar-benar tertidur. Ia menatap wajah Atlas yang dengar dengan wajahnya. Kembali tangan perempuan itu terangkat dan menyentuh pipi Atlas dengan lembut saat lelaki itu terlelap.

Hanya di saat seperti ini ia bisa menyentuh pipi Atlas, menikmati untuk memandang wajah lelaki yang kini berstatuskan suaminya.

Anin tidak pernah menyangka kalau harus menikah dengan lelaki yang tidak cintainya.

Beberapa bulan yang lalu sebelum pernikahan mereka. Anin pernah meminta waktu pada Atlas untuk berbicara perihal perjodohan mereka.

Di awal sekali Anin sudah mengatakan jika Atlas memang keberatan dengan perjodohan itu, mereka bisa sama-sama menolak.

Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Atlas mengatakan kalau mereka memang harus mematuhi apa pun perintah orang tua mereka.

Belum lagi Indri---ibu Atlas---yang memintanya untuk menyembuhkan luka Atlas lantaran ditinggalkan oleh kekasihnya.

Dengan niat baik Anin pun bersedia untuk mengobati hati yang terluka itu. Sialnya keadaan malah membalikkan semuanya. Ia yang terluka ketika masuk ke dalam kehidupan Atlas.

🌷🌷🌷

Atlas membuka matanya dan tidak menemukan Anin di sampingnya. Lelaki itu melirik jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Sebetulnya tadi subuh Anin sudah membangunkannya untuk melaksanakan solat. Tapi setelah selesai solat ia memilih tidur lagi karena betul-betul merasa lelah.

Atlas keluar dari kamar, hidungnya mencium aroma masakan yang membuat cacing-cacing diperutnya keroncongan.

Atlas terus melangkah hingga ke dapur. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Anin yang sedang memasak. Atlas mengenali aromanya. Ini seperti sup daging.

"Eh, Mas. Udah bangun ternyata. Kebetulan banget ini masakannya udah jadi. Mas, coba cicipin deh, barang kali ada yang kurang gitu."

"Kenapa kamu yang masak? Bibik mana?"

"Lagi nyuci. Aku emang sengaja masak buat, Mas. Sini cobain dulu."

Anin menarik tangan Atlas mendekati kompor. Mengambil sedikit sup dengan sendok. Perempuan itu mendekatkan sendok ke mulut Atlas.

"Ayooo."

Mau tidak mau Atlas mencicipi sup yang Anin buat.

"Gimana?" tanya Anin penasaran ketika melihat mimik wajah Atlas seperti tengah berpikir keras.

"Kurang garem? Keasinan? Atau apa?"

"Udah pas, kok."

"Beneran?"

"Iya."

"Oke kalau gitu mending Mas duduk, aku bakal siapin Mas makan."

"Tunggu, aku belum mandi, belum gosok gigi. Masa langsung makan. Jorok banget sih, kamu kebiasaan kayak gitu ya?"

"Ya aku kira Mas udah cuci muka tadi. Soalnya keliatannya udah seger, mukanya kinclong."

"Apa?"

"Muka Mas udah bersih, makanya aku pikir udah cuci muka tadi."

Atlas terkekeh pelan.

"Memang dari sananya."

"Yaudah, sana cuci muka dulu."

Atlas hendak melangkah tadi Anin tiba-tiba menarik tangannya. Hingga membuat Atlas balik menatapnya seakan bertanya 'ada apa?

"Mas katanya cuma cinta sama Alina. Kalau aku bikin Mas berubah pikiran gimana?"

"Berubah pikiran gimana?"

"Aku pernah dengar kalimat yang bunyinya kayak gini: menikah dengan orang yang kamu cintai, itu harapan dan mencintai yang kamu nikahi itu kewajiban. Kalau Mas belum cinta sama aku, boleh kan aku berusaha dan bikin Mas mau terima aku sebagai istri?"

Atlas masih diam, menatap Anin penuh tanya. Apa perempuan itu yakin dengan yang dia katakan?

"Aku nggak bakal paksa Mas buat langsung cinta sama aku. Aku cuma mau sekarang kita temenan. Aku cuma minta waktu satu tahun untuk bikin Mas cinta sama aku. Kalau memang aku gagal, aku sendiri yang bakal bantu Mas supaya mas bisa bersatu sama Alina. Kalau memang cuma Alina yang bisa bikin Mas Atlas bahagia, aku bakal ikhlasin Mas buat Alina."

Terdengar helaan napas dari mulut Atlas.

"Kamu itu terlalu baik, Anin. Nggak sepantasnya kamu begini karena pasti ada lelaki lain yang bisa mencintai kamu dengan tulus. Aku nggak mau kamu berjuang dan akhirnya sia-sia. Kalau untuk menjadi teman, aku bersedia. Kamu bisa cerita apa pun ke aku. Tapi kalau untuk cinta sama kamu, itu rasanya mustahil."

"It's okey. Nggak apa-apa. Tapi boleh kan aku coba buat luluhin hati, Mas?"

"Tapi kalau kamu gagal, kamu janji bakal bantu aku buat bersatu sama Alina?"

"Iya...."

"Oke, sekarang kita berteman."

Atlas memberikan kelingkingnya pada Anin. Dengan senang hati Anin menautkan kelingkingnya pada kelingking Atlas hingga keduanya sama-sama tersenyum.

"Kita berteman."

"Kita berteman." Kata Anin lagi.

🌷🌷🌷

"Hari ini kita mau jalan ke mana lagi, Sayang?"

"Terserah, kamu maunya ke mana?"

Alina tampak berfikir ingin jalan kemana bersama sang kekasih.

"Ke bioskop yuk. Aku udah lama banget nggak nonton bareng kamu."

"Apa nonton apa, hmm? Horor? Kamu kan penakut sayang. Nanti malah minta sleep call lagi kayak dulu."

"Hahah ya nggak apa-apa. Memangnya kamu nggak mau sleep call bareng aku?"

"Yaa mau aja sih, Sayang. Tapi kan sekarang situasinya beda. Ada Anin, nggak bakal bisa bebas kita kalau ngobrol."

"Kamu sama Anin satu kamar? Satu ranjang?"

Atlas menganggukkan kepala pelan.

Alina langsung cemberut, kedua tangan dilipat di atas dada.

"Hey, jangan ngambek dulu sayang. Dengerin, aku sama dia nggak bakal ngelakuin apa-apa."

"Tapi kenapa kalian harus satu kamar. Kan ada kamar lain!"

"Nggak ada kuncinya sayang. Semua kamar dikunci kecuali satu kamar. Kamar yang sekarang aku tempati sama Anin. Maybe orang tua aku sengaja ngelakuin itu. Aku nggak mungkin dong suruh Anin tidur di kamar asisten rumah tangga."

"Tapi gimana kalau kamu khilaf? Gimana kalau kamu sama dia ngelakuin hal itu? Kalian pasti bakal makin dekat apalagi kalau sampai punya anak!"

Atlas menggelengkan kepalanya dan meletakkan telunjuk di bibir Alina.

"Jangan bicara kayak gitu. Aku nggak mungkin ngelakuin itu tanpa rasa cinta. Aku sadar dan aku bisa kontrol diri aku."

"Tapi gimana kalau dia goda kamu, Sayang. Aku udah korbanin perasaan aku dan bersabar nunggu kamu pisah sama dia supaya kita kembali."

Atlas tersenyum gemas dan mencubit pipi Alina gemas.

Atlas tahu kalau Alina saat ini sedang cemburu. Padahal seharusnya perempuan itu tidak usah khawatir berlebihan, karena dia pun tidak akan melakukan hal di luar batas itu.

Meski Anin adalah istrinya, Atlas juga tidak mungkin tega menyentuh Anin tanpa rasa cinta. Karena itu sama saja dengan merendahkan harga diri Anin.

Anin, terlalu baik kalau sampai ia perlakuan seburuk itu.

"Aku sama dia cuma berteman. Bahkan dia tahu kalau aku nggak cinta sama dia. Dia terima itu semua. Bahkan dia bilang kalau aku nggak berhasil mencintai dia, dia bakal bantu kita buat bersama."

Alina menatap Atlas curiga.

"Kamu percaya sama dia?"

"Kenapa enggak? Dia baik dan nggak mungkin dia bohong."

"Semoga aja itu benar, ya. Semoga aja dia beneran bisa bantu kita."

"Sekarang udah nggak cemburu lagi?"

"Masih, tapi sedikit."

Bibir Alina maju beberapa senti. Atlas kembali tertawa

"Hahah, yaudah. Kalau kita sekarang kita jalan. Mumpung masih sore."

Alina pun merangkul pinggang Atlas dan mereka meninggalkan taman tempat mereka bertemu.

🌷🌷🌷

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top