04. Wanita Lain


Atlas meminggirkan mobilnya di bahu jalan. Tadi orang tua Atlas meminta mereka untuk menginap saja. Tapi dengan santainya Atlas menolak dengan dalih ingin berduaan dengan istrinya.

Padahal kenyataannya malah sebaliknya. Bukannya menghabiskan waktu dengan sang istri, lelaki itu malah kembali memulai aksi gilanya untuk melanjutkan kencannya dengan Alina lantaran tadi sempat tertunda.

Anin mencoba untuk mengajak Atlas pulang. Alih-alih mendengarkan, ia malah memberikan beberapa lembar uang kepada Anin sebagai ongkos agar perempuan itu pulang menggunakan taksi.

Tak lama taksi yang ditumpangi oleh Alina pun berhenti tak jauh dari mobil Atlas. Perempuan itu keluar dari dalam taksi dan berjalan semakin dekat ke arah mobil Atlas.

Anin menelan ludah. Ini benar-benar kelewatan, Atlas bahkan tega menyuruhnya pulang sendirian demi memenuhi hasratnya untuk bersenang-senang dengan Alina.

"Sekarang cepat turun. Kamu bisa pakai taksi itu."

"Tapi, Mas..."

"Nggak ada tapi-tapian. Kamu tahu kan sejak awal aku udah janjian sama Alina. Jangan berlaga pura-pura lupa atau memasang wajah sok sedih biar aku kasihan."

"Kalau aku nggak mau gimana?" tanya Anin dengan nada sedikit menantang.

"Kalau kamu nggak mau, gampang. Kamu bisa pulang pakai mobil ini dan aku yang pergi sama Alina pakai taksi. Tapi...."

Atlas kembali melirik ke arah Anin.

"Kalau sampai aku nggak pulang ke rumah malam ini karena nggak dapat taksi buat pulang, kayaknya aku bakal tidur di hotel."

"Sama Alina?"

"Maybe."

"Jangan gila kamu, Mas."

"Ya sekarang semuanya ada di tangan kamu. Kamu mau pulang pakai taksi itu atau ...."

Ucapan Atlas terhenti karena Alina mengetuk kaca bagian kiri tempat Anin duduk.

Mau tidak mau, rela tidak rela Anin harus keluar.

Ia menatap Alina dengan tatapan tak terbaca. Tak menyangka kalau pelakor yang selama ini ia lihat di televisi sekarang malah nyata ada di depannya dan malah menjadi wanita yang senang berhubungan dengan suaminya.

"Kamu tenang aja, aku sama Atlas cuma sebentar."

Anin tak menyahut. Ia melangkahkan kakinya meninggalkan mobil Atlas. Samar-samar tadi telinga Anin mendengar Atlas menyambutnya dengan suka cita dan terdengar panggilan sayang dari mulut Atlas.

Dadanya sesak seketika, oksigen yang ada di dunia seakan lenyap hingga membuatnya tak mampu bernapas dengan tenang.

Ia menghapus air mata yang sempat jatuh. Cepat-cepat dia menaiki mobil itu.

Bukannya memilih pulang, Anin malah nekat diam-diam ingin mengikuti Atlas dari belakang.

Ia tidak akan rela membiarkan suaminya itu terus menerus menjalin hubungan dengan Alina. Kendati wanita itu adalah kekasihnya dan perempuan yang lebih dulu mengenal Atlas ketimbang dirinya.

Karena pada kenyataan sekarang dialah yang jauh lebih berhak untuk memiliki Atlas.

Setalah beberapa lama mengikuti Atlas. Anin melihat mobil suaminya itu berhenti di salah satu restoran mewah yang ada di Jakarta. Ia melihat Atlas turun dari mobil sambil berlari ke arah pintu sebelah.

Nyeri...

Itu lah yang Anin rasakan ketika Atlas membukakan pintu dan menyambut tangan Alina untuk keluar dari mobil mewah itu. Kedua insan itu sama-sama tersenyum.

Memasuki restoran dengan tangan yang bertautan. Pandangan Anin dihalangi oleh genangan air mata hingga tak mampu melihat Alina dan Atlas secara jelas. Dipejamkan-nya kelopak mata hingga lagi-lagi jatuh butiran bening itu.

Ia gagal lagi untuk tidak menangis. Mau sekuat apa pun dia menahan cemburu tetap akan kalah kalau sudah melihatnya seperti ini.

🌷🌷🌷

"Atlas, aku berterimakasih banget sama kamu karena kamu masih menyimpan seluruh cinta kamu buat aku. Aku pikir setelah aku ninggalin kamu waktu itu aku bakal kehilangan kamu."

Atlas tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Mana mungkin aku bisa meninggalkan apalagi melupakan kamu. Seluruh isi kepala aku ini cuma kamu, kamu, dan kamu."

"Apa iya? Gimana sama kerjaan kamu?" tanya Alina balik sambil menaik-turunkan aslinya.

Atlas menyipitkan mata dan memajukan bibir beberapa senti.

"Itu mah nggak terlalu penting. Yang paling penting itu kamu."

Alina tertawa mendengarnya, meski pun sudah berulang kali Atlas meng-gombalinya seperti itu, tetap saja Alina tak pernah bosan mendengarnya.

"Kamu mau pesan apa sayang?" tanya Atlas ketika seorang pelayan datang menyapa sembari membawa buku menu makan dan minum.

"Eeumm, apa ya .... Kayaknya ini deh." Alina menunjukkan menu chicken steak saus enoki.

"Minumnya?"

"Kamu tahu, kan, aku suka jus jeruk."

Terdengar kekehan dari mulut Atlas. Tak lama lelaki itu pun mengatakan kepada pelayan bahwa pesanan makanan yang ia mau sama seperti pesanan Alina.

"Kenapa di samain? Memangnya kamu nggak mau makan yang lain?"

"Nggak mau. Karena aku sama kamu selain satu hati juga satu selera."

"Ihhhh gombal lagi!"

Dengan gemas Alina menjawil hidung Atlas hingga lelaki itu memekik.

"Sakit tahu sayang, kalau hidung aku copot gimana gak bisa cium wangi kamu lagi."

Cepat-cepat Alina membekap mulut Atlas. Takut nanti ada yang mendengar dan malah jadi bahan sorakan.

"Apa sih sayang?!!"

"Kamu yang apa-apaan. Jangan ngomong kayak gitu, nanti kamu dikatain lebay, mau?"

"Ya biarin. Aku nggak peduli."

Tanpa Alina dan Atlas sadari, seseorang terus memperhatikan interaksi mereka sejak tadi.

Anin, memegang dada yang nyeri. Seharusnya dia memang tidak melakukan aksi konyol ini untuk mengikuti Atlas. Karena risikonya pasti begini. Dia akan merasakan sakit kala melihat Atlas dan Alina yang menghabiskan waktu dengan romantis seperti ini.

Kenapa harus Alina? Kenapa harus wanita lain yang beruntung, kenapa bukan dirinya?

Mas Atlas

Mas... Cepat pulang ya.

Aku tiba-tiba takut sendirian di rumah.

Perut aku juga gak enak. Kayaknya tadi terlalu banyak makan sambel di rumah mama.

Mas, aku mohon jangan pulang kemalaman. Aku takut kalau perut aku makin sakit. Ujungnya nanti bisa ke rumah sakit

Mas boleh kalau mau jalan sama Alina. Tapi Mas juga gak boleh abaiin aku sebagai istri kamu, Mas.

Kira-kira itulah sederet pesan yang Anin kirim untuk Atlas. Semoga ia lekas membaca pesan yang sudah dikirim itu.

Karena tak kuat menyaksikan keduanya lagi, Anin memilih pergi dari tempat itu tanpa memesan apa-apa.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top