Bab 4 : Mendekati Kematian

Para tahanan yang telah mendapatkan vonis itu tengah mengadakan rapat di sel tahanan mereka malam itu tanpa peduli bahwa malam sudah semakin larut. Bahkan para sipir bertugas pun tidak akan peduli apa yang tengah mereka lakukan. Mereka yang masih waras memilih untuk menghindari sekumpulan orang sakit jiwa itu.

"Siapa yang akan berangkat lebih dulu?" pertanyaan pertama keluar dari Kim Hongjoong, terdengar sedikit berbisik.

"Aku dan Wonwoo Hyeong satu minggu lagi," Seonghwa menjawab.

Di sahut oleh Taehyung, "aku tiga belas hari lagi."

Berlanjut pada Minhyuk, "aku satu hari setelah Taehyung."

Hongjoong tampak berpikir keras dan membuat rekan-rekannya saling bertukar pandang. Namun sebelum ada sebuah teguran yang datang padanya, Hongjoong beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati pintu sel tahanan.

"Dia ingin pergi ke mana?" tanya Wonwoo.

"Kamar mandi, mungkin ..." sahut Taehyung dengan tak acuh.

"Kamar mandi ada di sebelah sini, dasar bodoh!" sahut Seonghwa.

"Sejak kapan kita memiliki kamar mandi, idiot!" balas Taehyung, keduanya hampir terlibat baku hantam.

Hongjoong mendekat ke pintu sel dan memegang jeruji besi di hadapannya. Merapatkan diri ke jeruji besi, pandangan pemuda itu mengarah pada dua penjaga yang duduk di balik meja kerja mereka.

Dengan nada berbisik, Hongjoong memanggil. "Paman ... paman ..."

"Apa yang sedang dia lakukan?" gumam Taehyung. Sedari tadi keempatnya tidak melepaskan pandangan mereka dari Hongjoong.

"Paman ... lihat kemari ..."

Kedua petugas itu terpanggil oleh suara Hongjoong dan salah satu petugas datang mendekat setelah Hongjoong melambaikan tangannya.

"Ada apa? Kau ingin ke kamar mandi?" tanya petugas itu tanpa minat.

"Bukan itu ..."

"Lalu?"

"Jadwal eksekusiku ... tidak bisakah di percepat saja?"

Petugas itu menatap heran sebelum sebuah gumaman keluar dari mulutnya. "Sinting!"

"Aku mohon ... jika mereka semua mati, aku harus tinggal di sini sendiri. Paman tidak tahu betapa mengerikannya tinggal di sini sendirian?"

"Bicara apa kau ini? Sudah sana, kembali ke tempatmu. Aku dengar besok kalian akan dipindahkan."

Petugas itu hendak pergi, namun Hongjoong segera menahan tangannya. Pemuda itu menghentakkan kakinya seperti seorang bocah yang tengah merajuk, lalu merengek pada petugas itu.

"Ayolah Paman ... hanya dipercepat beberapa minggu saja ... Ya? Aku mohon bantulah aku ..."

Petugas itu lantas memukul kepala Hongjoong menggunakan tongkat di tangannya hingga Hongjoong melepaskan tangannya. Petugas itu berucap sebelum pergi, "kembali ke tempatmu dan tunggu saja giliranmu, lama-lama aku bisa gila jika bicara denganmu."

Hongjoong menempatkan wajahnya di celah jeruji besi dan menghela napasnya. "Paman ..."

Petugas itu berbalik dan hendak memukul kepala Hongjoong kembali, namun Hongjoong segera melarikan diri dan duduk di antara Seonghwa dan Wonwoo. Di mana kelimanya saat ini tengah duduk bersandar pada dinding.

Selama lebih dari dua bulan, mereka di tempatkan di sel tahanan sementara yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi. Hanya sebuah ruangan kosong dengan lubang ventilasi yang bahkan hanya muat untuk kepala mereka saja. Dan rencananya, besok mereka akan di pindahkan ke penjara khusus untuk menunggu waktu eksekusi mereka masing-masing.

"Apa yang kau lakukan barusan?" tanya Wonwoo.

"Aku meminta keringanan, tapi dia tidak mau mendengar."

Mendengar hal itu, semua serempak memandang Hongjoong. Bermaksud menanyakan apa maksud dari 'Keringanan' yang di katakan oleh Hongjoong sebelumnya.

Di mulai dari yang tertua. "Kau meminta keringanan?"

Di sambung oleh Taehyung, "pengkhianat!"

Berakhir pada Seonghwa, "kau ingin melakukan banding?"

"Siapa yang mengatakan aku ingin melakukan banding?"

Taehyung merasa gemas dan beranjak dari tempatnya hanya untuk memukul kepala Hongjoong. "Bicara yang jelas!"

Wonwoo mendorong Taehyung agar kembali ke tempatnya, begitupun dengan Minhyuk yang menarik bahu juniornya itu.

"Aku meminta mereka untuk mempercepat jadwal eksekusiku ..."

Semua sempat tertegun sebelum tertawa pelan dengan suara yang masih terdengar seperti orang berbisik. Karena meski mereka di nobatkan sebagai narapidana dengan tingkat kewarasan yang rendah, pada nyatanya mereka tak pernah berteriak saat larut malam dan lebih memilih bicara dengan cara berbisik.

Kepala Hongjoong di dorong ke samping, dan kali ini bukan Taehyung pelakunya melainkan Wonwoo yang lantas berkomentar, "kau gila atau apa? Kenapa kau menyebut itu dengan 'Keringanan'?"

"Mereka harusnya berterima kasih ... jika aku dieksekusi lebih awal, mereka tidak perlu membuang-buang makanan untuk diberikan padaku," Hongjoong membela diri.

Minhyuk berkomentar, "jika kami semua sudah mati, kau bunuh diri saja ..."

Seonghwa menyahut, "gigit lidahmu sendiri sampai putus."

"Aku tidak ingin mati sebagai seorang pecundang, di mana harga diriku jika aku bunuh diri?" kesal Hongjoong yang kemudian disambut oleh Taehyung.

"Kau sama sekali tidak ada harga dirinya di hadapanku."

Hongjoong menatap jengah, terdiam sesaat sebelum beranjak dari tempatnya dan langsung memukul wajah Taehyung. Namun seakan itu hanyalah gurauan biasa, rekan-rekannya hanya menertawakan hal itu.

"Bedebah! Berani kau memukul kakak kelasmu."

Taehyung beranjak dari tempatnya. Dan dengan kedua lutut yang bertumpu pada lantai, keduanya saling mencengkram kerah baju satu sama lain tanpa mempedulikan Wonwoo yang berada di antara keduanya.

"Hanya karena datang lebih awal, bukan berarti kau seniorku," ucap Hongjoong dengan memberi sedikit penekanan.

"Umurku lebih tua darimu, kau harus tetap berada di bawah kakiku," balas Taehyung tak mau kalah.

"Aish ... ini sudah malam. Lanjutkan perkelahian kalian di dalam mimpi," ujar Seonghwa yang kemudian beringsut dari tempatnya dan mencari tempat yang nyaman untuk berbaring.

Wonwoo memandang Minhyuk, dan tanpa mengucapkan apapun. Minhyuk segera menutupi wajah Taehyung menggunakan tangannya dan menariknya ke belakang. Begitupun dengan Wonwoo yang mendorong wajah Hongjoong hingga pemuda itu jatuh terduduk.

"Jika kalian berisik, kupatahkan leher kalian." Perkataan mengancam bernada santai yang keluar dari mulut Minhyuk itulah yang kemudian menutup acara berbisik mereka malam itu.



☆☆☆☆☆



Garis cahaya dari timur perlahan naik ke atas, menyingkirkan kegelapan yang sempat menutupi langit. Pagi itu kesibukan terlihat di kantor Badan Kemanan Nasional, lebih tepatnya di Cyber Room. Ruangan khusus yang di gunakan untuk memantau setiap sudut kota melalui layar komputer yang telah terhubung dengan CCTV di beberapa sudut kota dan juga siaran berita dari seluruh stasiun televisi.

Direktur masuk dengan langkah yang terburu-buru bersama beberapa ketua divisi lainnya dan segera menghampiri Somi, selaku penanggung jawab di Cyber Room. Somi lantas menyambut kedatangan sekumpulan pria itu dengan sebuah tundukan kepala.

"Bagaimana?"

"Persiapan hampir selesai," jawab Somi yang kemudian beralih pada seorang pria yang duduk menghadap komputer tepat di sampingnya.

"Alihkan layar utama pada siaran berita di Incheon pagi ini."

"Baik."

Layar utama yang terlihat lebih besar dari layar komputer lainnya tampak menunjukkan gambar yang berbeda dari sebelumnya dan berhasil menarik perhatian dari para anggota divisi itu.

Terdengar suara seorang reporter yang tengah menceritakan keadaan di pesisir Incheon saat ini. "Sesuai dengan apa yang di putuskan oleh Presiden dalam siaran semalam. Pagi ini, dua jembatan yang menghubungkan Incheon dengan Pulau Yeongjong akan di hancurkan, dan dengan begini proses evakuasi akan di lakukan melalui jalur laut ..."

Perhatian Somi teralihkan oleh alat komunikasi yang terpasang di telinganya.

"Eksekusi jembatan siap dilakukan," suara Minhyun terdengar melalui alat komunikasi yang terpasang di telinga Somi. Sedangkan saat ini, Minhyun tengah memantau keadaan di pesisir Incheon menggunakan Helikopter.

"Laporan diterima."

"Aku akan melihat keadaan di Pulau Yeongjong."

"Tetap awasi dari atas, jangan mengambil resiko untuk turun."

"Aku mengerti."

Sambungan kembali terputus. Somi lantas berucap sedikit lantang, "eksekusi jembatan akan di lakukan sekarang."

Wajah semua orang terlihat resah ketika menyaksikan detik-detik jembatan yang membentang di laut lepas itu di hancurkan dan hanya menyisakan puing-puing di pesisir pantai hanya dalam waktu beberapa menit.

"Ini benar-benar buruk," gumam Direktur yang kemudian berbalik, memandang para ketua divisi. "Awasi proses evakuasi dan laporkan keadaan terkini!"

"Baik, Direktur."

Semua orang menunduk, mengantarkan kepergian Direktur dari ruangan tersebut. Salah satu ketua divisi menatap sinis ke arah Somi lalu berucap, "kau luar bisa Nona." Dia kemudian berlalu bersama para ketua divisi yang meninggalkan Cyber Room dan meninggalkan satu orang di sana.

"Kau memiliki keperluan lain, Ketua Oh?" tegur Somi pada ketua divisi bernama Oh Sehun tersebut.

"Di mana Minhyun?"

"Dia melihat keadaan di Pulau Yeongjong."

"Ketua divisi Hwang tersambung dengan Cyber Room," lantang salah seorang yang duduk menghadap layar komputer.

"Tampilkan ke layar utama," sahut Somi.

"Baik."

Tampilan layar utama kembali berubah dan menampilkan keadaan Pulau Yeongjong saat itu yang di ambil dari ketinggian. Terlihat masih banyak penduduk di sana dan terlihat beberapa kerusakan di kota kecil itu.

"Berapa banyak penduduk di Pulau Yeongjong saat ini," pertanyaan Sehun sejenak mengalihkan perhatian Somi.

"Menurut catatan sipil tahun ini, kurang lebih tiga ribu jiwa yang menempati pulau itu."

"Belum termasuk bayi yang baru lahir," sambung Sehun. "Katakan pada Minhyun untuk menyisir kawasan hutan."

Dahi Somi mengernyit. "Untuk apa?"

"Pastikan jika tidak ada warga yang melarikan diri ke sana." Sehun lantas pergi meninggalkan Cyber Room dengan langkah lebarnya.

Somi merasa ragu. Haruskah ia menuruti permintaan Sehun atau mengacuhkannya. Kembali menatap layar utama, wanita muda itu tampak mempertimbangkan sesuatu untuk beberapa waktu sebelum tangan kirinya terangkat memegang benda yang terpasang di telinganya.

Dia lantas berucap, "Ketua divisi Hwang, kembali sekarang juga."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top