8. Pesanku Padamu

Rambut sedikit ikal berwarna pirang, kulitnya agak tan dari kebanyakan orang Rusia, tetapi freckles hampir memenuhi pipi bulatnya masih meyakinkan mata yang melihat bahwa dia ini orang asli sini. Ketika matanya yang tampak kebiruan bertemu tatap dengannya, Revan refleks mundur karena terkejut. Hal yang lebih mengesankan lagi, pemuda yang dipanggil Heliks ini ternyata banyak bicara.

Setelah Jekha memamerkannya sebagai informan untuk misi yang akan mereka emban, tidak membutuhkan waktu lama baginya membeberkan hal-hal janggal. Meski satu informasi lainnya mengejutkan Revan lagi. Sosok yang sangat hapal kondisi terkini Krasnoyarsk adalah remaja biasa saja tanpa kekuatan.

Revan langsung melirik Jekha, ingin memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Namun, Jekha menolak melihatnya. Pemuda itu berusaha keras terlihat sibuk menjabarkan rincian yang mereka perlu untuk menemukan titik lokasi yang tepat dengan mereka cari.

"Oh jadi seperti itu ...," ucap Heliks mengangguk-angguk kemudian dia mengeluarkan ponselnya.

"Kira-kira apa ada dari kumpulan gosipmu yang memenuhi kriteria tadi?" tanya Jekha.

"Akhirnya kamu menggunakan gosip untuk keperluanmu, lihat kan, gosip tidak seburuk itu!"

Jekha berdecak keras sebelum meninju pundak Heliks. "Siapa yang memanfaatkan gosip buat pendekatan sama orang yang disuka!?"

"Jangan buka aib dong!" ucap Heliks tidak terima.

Pemandangan dua remaja bersenda gurau tampak tidak asing bagi Revan. Ini sedikit mengingatkannya dengan ia dan Jekha sendiri, hanya saja kadang Jekha tidak sepasti itu berbicara dengannya. Dia tidak iri, Revan cukup sadar pertemanan yang mereka jalin di atas perjanjian untuk kebutuhan masing-masing.

"Aha! Ini!" seru Heliks langsung menyodorkan layar ponselnya ke wajah Jekha.

"Kamu langsung jelaskan saja! Jangan menunjukkan isi grup chat anehmu!" Jekha berujar sembari mendorong Heliks jauh dari badannya.

"Oke, Bos!"

"Semuanya dengar," pinta Jekha pada sisa orang di ruangan untuk mengalihkan fokus pada si Informan.

"Menurut beberapa anak terkenal dari sekolah internasional, sudah empat bulan lebih listrik di sekolah mereka mati-"

"Mati listrik? Apa yang aneh dari itu?" potong Jerri yang penasaran.

Jekha hampir menoyor Jerri jika bukan karena rasa penasarannya yang sungguh-sungguh. Remaja setahun di bawahnya adalah lambang super hero yang sebenarnya di antara semua anggota Life Power. Jerri selalu memiliki rasa tolong-menolong yang lebih tinggi dari siapa pun. Bahkan di saat hal itu mungkin dapat membunuhnya juga.

Jika tidak ada Jerri mungkin tidak ada juga dirinya. Ia, Jerri dan Heliks merajut pertemanan seerat saudara kandung, kedalaman hubungan ini yang membuatnya sedikit demi sedikit bisa melepas ikhlas kepergian Jetza.

Memang tidak ada yang bisa menggantikan kakak cantiknya. Akan tetapi, kehadiran mereka mendatangkan mimpi yang lebih baik daripada berdiam diri di rel kereta menghancurkan hidup. Jika Jerri tidak melompat dan menangkapnya, Jekha tidak akan bisa di sini.

Kini beberapa dari mereka berbagi masalah yang sama, tetapi ia akan pastikan mereka tidak melalui jalan hidup yang menyedihkan seperti dirinya. Jekha ingin semua yang sama dengannya bisa hidup tanpa rasa khawatir.

"Soalnya mati listriknya di sekolah internasional yang punya peralatan canggih buat menyelesaikan masalah itu!" balas Heliks lumayan bersungut-sungut. "Dari genset sampai mendatangkan teknisi tidak berhasil membuat listrik sekolah nyala untuk jangka waktu yang lama. Malah pihak sekolah sampai mengganti merek tenaga listrik utama yang mereka gunakan tapi tetap sama saja. Padahal tidak ada bagian yang rusak."

"Tidak mungkin kan sekolah yang punya puluhan donatur yang bayarnya dua kali lipat bayaran kamu di sini tidak bisa membeli alat-alat canggih untuk menghidupkan listrik."

Jerri menyengir polos begitu Heliks menjelaskan dengan terperinci. Di sisi lain, Jekha yang berada di belakang meja kembali melirik peta daerah Krasnoyarsk sembari melayangkan pertanyaan, "Lalu ada lagi?"

Pupil mata Heliks tersorot cahaya ponsel, jarinya bergerak cekatan menggeser layar sembari mencari informasi lebih lanjut. Namun, pemuda itu menggeleng lalu berkata, "Tidak ada lagi, tinggal konspirasi-konspirasi sekolah yang korup ... oh tapi ada juga yang bilang itu karena penyihir memberikan kutukan."

Czou yang duduk sambil menyilangkan kaki berdecak keras. Mulutnya dengan lancar mengeluarkan cemoohan, tetapi di detik itu juga ia tersadar.

"Oh benar aku juga bisa melakukan semacam tahayul terbang."

Semua yang di ruangan bawah tanah seketika menarik napas lelah. Revan yang sedari tadi diam pun mengeluarkan suara, "Apa kita akan memeriksa yang ini?"

Jekha memejamkan mata sejenak memikirkan pertanyaan Revan kemudian mengangguk pelan. Ia bertanya lagi pada Heliks, "Ada informasi yang aneh lagi?"

"Kalau mengikuti kriteriamu hum ... tidak ada. Tidak terjangkau manusia tanpa kekuatan, ada dalam skala yang besar dan lumayan lama sama paling penting terjadi di sekitar remaja yang berarti lingkungan sekolah, ya tidak ada lagi."

"Tidak ada pilihan lain lagi, kita juga tidak punya petunjuk tapi kali ini ... listrik." Saat itu juga Jekha mengembuskan napas, dalam pikiran yang berkecamuk ia menaruh harap. Petualangan mereka tidak menjadi sesuatu yang mengancam nyawa.

______________

"'Young man! If my notes should fall into your hands, remember that the best and most enduring changes are those which stem from an improvement in moral behavior, without any violent upheaval.' "

"The Captain's Daugther, Alexander Pushkin?" tebak Jekha memastikan di sampingnya.

Revan hanya balas mengangguk, lalu kembali membaca. Perjalanan menuju sekolah itu ke arah timur mereka tempuh dengan menaiki bus dari halte dua Krasnomoskovkaya sampai ke halte Vodoley di jalan Alekseyeva. Lama perjalanan sekitar empat puluh menit dan dia merasa lebih baik menghabiskan waktu dengan membaca novel karya Alexander Pushkin, seorang penulis asal Rusia. Jekha di sebelahnya menebak dengan tepat.

"Bacaan yang bagus," ucap lagi Jekha sebelum kembali berbicara dengan yang lain. Namun, belum sempat Jekha berbalik, Revan menahannya.

"Kamu tidak bilang di Life Power ada yang tidak punya kekuatan ...," tuturnya pelan.

Jekha melihat Revan sembari mengernyit, tetapi tak lama bibirnya yang agak tebal membentuk senyuman. "Oh Heliks, dia bukan anggota tapi Life Power sudah menganggapnya bagian dari kami, dia temanku dan Jerri sejak di middle school."

Kami ..., batin Revan mengulang satu kata yang terngiang di pikirannya. "Ah kalian sudah berteman lama ternyata."

"Iya, makanya aku bisa memercayakan hal yang ada di Life Power padanya," ujar Jekha sembari memandang lembut Jerri dan Czou yang sedang berantem kecil.

"Kenapa kamu melih-ah lupakan."

Revan memalingkan wajah menatap pinggiran jalan yang tampak kabur tertinggal kecepatan bus. Kehadirannya di kelompok ini memang tidak berawal baik jadi pantas saja Jekha melihatnya seperti itu setelah berbicara. Ada sesuatu yang berharga Revan pegang di tangannya dan dia bukan siapa-siapa yang berkesan untuk diberi kepercayaan.

Jekha tampak tidak memedulikan dan mulai membuka diskusi. Sebagian besar mendiskusikan hal yang pertama akan mereka lakukan saat berhadapan dengan kemungkinan pengendali listrik. Revan hanya menjadi pendengar diskusi mereka, toh dia yang satu-satunya tidak punya kekuatan.

"Kita buat dua kemungkinan, yang pertama kalau pengendali listrik ini dalam kondisi menyerang, yang paling tepat untuk mendekat dan membatasi kekuatannya hanya Czou," Jekha menjelaskan dengan suara pelan. Pemuda itu tetap meningkatkan waspada meski telah mengambil tempat duduk paling belakang jauh dari orang-orang.

Kening Czou sedikit mengernyit. "Tapi aku tidak yakin kalau saat menyentuhnya tidak akan terpental karena sengatan listrik."

"Maka dari itu, aku akan mengalihkan perhatiannya dengan mengendalikan benda bersifat konduktor yang ada di sana. Semoga saja ada banyak."

"Apa sebaiknya aku langsung menangkapnya biar Czou bisa membuat lingkaran gravitasi?"

Jekha segera menggeleng kencang. "Tidak Jerri, itu berisiko, kamu sama Revan saja mencari gardu listrik sekolah dan mematikannya supaya si pengendali tidak punya sumber energi lain untuk digunakan."

Revan yang mendengar bagian tugasnya meremat-remat tangan tanpa sadar. Wajahnya yang sudah putih berubah warna. Sedikit gelap di area mata dan kening. Namun, tidak mengubah pipinya yang kehilangan rona merah kala pemuda tersebut kedinginan.

"Kalian hanya perlu mematikan sumber listrik, jika terjadi apa-apa ...." Jekha meletakkan telapak tangannya di bahu Jerri. Tatapan mata yang benar-benar menaruh sepenuhnya kepercayaan. "Melompat jauh dari situ, gendong Revan juga terus sembunyi di halte Alekseyeva, aku dan Czou pasti akan menyusul."

Jerri sudah membuka mulutnya hendak membalas, tetapi Jekha meneruskan diskusi mereka. Tidak mengindahkan Jerri yang lumayan keberatan karena diberikan tugas yang lebih terlihat menjauhkannya dari bahaya.

"Kemungkinan kedua jika keadaan si pengendali sedang biasa saja, berarti kita hanya perlu membujuknya, tapi ini lumayan sulit karena kita tidak bisa langsung melihat si pengendali yang mana dan apa kah dia mau mendengar kita atau tidak."

"Lalu bagaimana kita membujuknya?" tanya Revan angkat suara. Hampir saja dia berkata 'kalian' dalam pertanyaannya. Bisa jadi menyebabkan yang lain mengira dirinya tidak ingin terlibat penyelidikan ini. Walau sejujurnya dia merasa agak khawatir.

Raut yang Revan lihat menusuk hatinya perlahan. Mata dan mulut yang menggambarkan garis-garis jelas mengibakan saat Jekha menatapnya lama. Sampai akhirnya pemuda itu berkata, "Maukah kamu yang membujuknya?"

Dia yakin bukan hanya dirinya yang terkejut. Czou dan Jerri juga tampak memandang Jekha tak percaya. Meski dua remaja yang lebih muda mengartikan kekuatan Revan-yang sesungguhnya tidak ada-bukan tipe penyerang, tetapi usulan Jekha sangat tidak terduga. Baru semenit sosok kakak kelas bagi keduanya mengusahakan Revan terlindungi, tetapi Jekha saat ini malah menyodorkannya ke dalam kandang singa.

Itu semua karena Jekha sedang bertaruh. Ia memang tidak berniat melibatkan Revan dalam pertempuran yang 95 persen akan terjadi, tetapi Jekha perlu melihat bagaimana kekuatan lain yang mungkin sedang meningkat berkorelasi dengan keanehan pada Revan.

"Tapi Kak, kekuatan Kak Rev-"

"Itu sekolahnya."

Ucapan Czou terpotong begitu melihat dari kejauhan gedung sekolah yang mereka tuju. Sekolah itu diapit dua halte yang lumayan jauh, antara Alekseyeva dan Vodoley. Mereka memang memutuskan untuk turun di halte Vodoley lantaran jaraknya yang lebih dekat. Akan tetapi, sesuatu yang terjadi membuat keempatnya ingin cepat turun. Mereka semua terpaku menatap beberapa kilatan kuning kecil terlihat membumbung di sana.

Selepas turun dari bus, mereka benar-benar memacu langkah segera ke sekolah tersebut. Bel pertanda darurat sudah berbunyi di mana-mana, bangunan di sayap kiri tertutupi kepulan debu akibat jatuhnya sebagian tembok. Titik tempat yang sudah parah memercikkan api tanpa peringatan.

Gedung kiri sekolah itu mulai terbakar.


.

.

.

Bersambung

Pesannya apaaaaaaaaaaaaa?

Agaknya Jekha Revan centric ini susah melebar

Jangan lupa vote dan komen

Sekian dan terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top