20. Saling Bergantung
Berada di bawah sejumlah mata yang memberi penghakiman melemahkan hati. Tangan Revan bergelincir dari lututnya ketika dia mulai berkaca-kaca di bawah hunjaman tajam mata Life Power. Mereka menatapnya sinis, hilang belas kasih dan jijik.
Revan menumpu tangannya pada tanah, tergores kerikil-kerikil dan semakin menunduk. Dia memejam erat-erat mata saat kalimat-kalimat mempertanyakan perbuatan keluarga Revan pada Jekha. Mulut pemuda itu masih menutup rapat, tetapi Revan merasakan tatapan tajam yang seakan-akan melubangi kepalanya.
Jekha maju selangkah, tetapi tidak mendekati Revan. Lantas ia berkata, "Semua peningkatan kekuatan ini karena keluarganya."
Suara Jekha terdengar tanpa emosi, tidak ada keramahan juga di dalam sana. Saat mengucapkan kata 'keluarga', Revan merasa tunjukan jari kedua Jekha menusuk tulang belakangnya. Dia mulai sadar, Jekha memainkan kekuatannya pada tubuh Revan, memainkan tulang yang bisa pemuda itu gerakan sesuka hati.
"Demi masa depan Tuan muda yang akan memimpin klan, demi kemakmurannya sendiri, mereka ingin menggunakan kita sebagai alat perang, sebagai boneka."
"Sebagai pionnya!" teriak Jekha berang.
"ARGH!"
Tulang memang bukan benda, tetapi seolah-olah memberikan pembalasan, Jekha menggenggam tulang Revan dalam pikiran. Ia menarik maju dengan satu sentakan tulang belakang bawah Revan sehingga pemuda berdarah Cina semakin tersungkur.
"Ma-maafkan aku ... a-aku-"
"Tidak tahu?" potong Jekha melanjutkan ucapan Revan yang terprediksi. Namun, lelaki yang hampir menyatu dengan tanah menggeleng.
"Aku ingin digunakan kalian ... untuk menyerang klanku," pinta Revan yang mengangkat kepalanya memandang Jekha.
Pemuda brunette itu mendadak terkesiap. Rahangnya jatuh tak percaya akan keinginan Revan yang menawarkan diri untuk memberikan balas pada keluarganya sendiri. Jekha mengerutkan kening, matanya menyipit kala melihat Revan tersenyum manis seakan-akan tidak ada beban yang mengelayutinya.
Kenapa kamu seperti ini? Kenapa membuatku sulit?
"Kenapa ...?" tanya Jekha hampir lirih. "Mereka keluargamu, kami bukan."
"Mereka memang keluargaku, tapi aku tidak lagi mengenal mereka." Revan membangkitkan badannya meski hanya kembali bertumpu pada tanah. Matanya seolah-olah tidak bosan memandang ke bawah-menyembunyikan setetes air yang jatuh. "Kamu temanku," tambah Revan pelan sembari meletakkan batu di depannya.
Jekha tidak mengerti kenapa dirinya terguncang melihat batu, hanya batu biasa. Dalam pikirnya, ajakan waktu itu hanya alasan sepele belaka yang membuat mereka jadi dekat. Memang mengesankannya sampai-sampai ia hampir bingung, berteman karena alasan yang mana. Namun, Jekha baru sadari, yang memang Revan butuhkan adalah orang yang bisa menemani kesendiriannya.
Jadi karena itu kamu menolongku dan Czou di sana, di tempatmu sendiri? Karena aku temanmu ....
Tanpa peringatan, benda berwarna ungu dengan isi putihnya yang berkibar terlempar ke hadapan Revan. Pemuda Cina itu termengung menatap buku yang sempat Jekha renggut dari tangannya.
"Aku adalah teman yang buruk, tidak sepenuhnya bisa percaya, memanfaatkanmu juga menyerangmu." ungkap Jekha yang berjalan mendekati Revan.
Anggota Life Power mulai meneriakinya, meminta menjauh, melupakan kalimat iba Revan. Namun, seakan-akan telinga Jekha tuli, ia meneruskan langkah hingga ke depan Revan. Jekha mengambil batu yang tergeletak lalu memegangi siku Revan, mengajaknya berdiri.
"Ini, kamu juga mungkin korban," ucap Jekha sembari memberikan batunya lagi kemudian ia melanjutkan, "Tapi Revan tidak akan melepaskan aku sama Czou kalau Revan tidak bisa dipercaya."
"Kak kamu yakin? Tidak ingatkah sudah berapa kali dia menyerang kakak?" protes Jerri tidak mengerti.
Jekha dan Revan sama-sama menunduk, mereka merenungi ikatan pertemanan yang berawal dengan maksud tersembunyi. Oleh karena itu, banyak kejadian yang tak terhindarkan harus mereka lewati.
Jekha kemudian tersenyum menatap semua anggota Life Power yang mempertanyakan keputusannya. "Lagi pula kita tidak akan bisa membaca buku ini tanpanya, aku masih harus bergantung padanya."
Memang benar, mau sejauh apa pun pengetahuan yang Theo dan Dyovor miliki tentang kekuatan, masih sangat jauh dibanding yang klan Ri tahu. Satu-satunya cara untuk mendalami misteri di balik kekuatan mereka hanya dengan buku yang Jekha curi dari klan Ri. Buku yang asing berada di tangan orang asing, sekalipun Czou berusaha mengingat mandarin yang dia pakai ketika kecil masih tetap Revan yang mampu mengurai isi di dalamnya.
Jerri mendesah berat. "Baiklah, selanjutnya apa?"
Dyovor bertopang dagu dengan telapaknya memikirkan langkah ke depan. "Katamu, Tetua klan Ri ingin menjadikan kita pasukan boneka perang?"
Jekha mengangguk. Ia membawa Revan mendekati Life Power yang berkumpul, tetapi masih menjaga sedikit jarak. "Jika kita menghentikan efek yang mengendalikan para pemilik kekuatan, mereka tidak akan mendapatkan siapa pun."
"Menghentikan? Menghentikan orang-orang yang kekuatannya seperti Revan?" tanya Theo skeptis. "Itu akan sulit, belum kita menghentikannya, mereka sudah mengendalikan kita."
"Kak, ingat soal tanaman!" Jekha mengingatkan hingga semua orang tiba-tiba mendapat pemahaman mengenai yang ia maksud. "Untuk mengontrol banyak orang, satu perapal pasti akan keberatan, makanya mereka perlu sesuatu yang bisa menahan kontrol orang banyak seperti tanaman yang tersebar itu."
"Dan tanaman itu pasti punya inang yang menjadi pusat kendali semuanya!" seru Czou mulai mengerti.
Mike ikut maju ke dalam diskusi, dia bertanya, "Terus bagaimana menghentikan inangnya? Kita tidak tahu seperti apa kan?"
"Buku ...."
Semua pasang mata mendadak melirik Jemija yang berujar pelan. Mereka semua serempak langsung menatap buku yang Revan pegang. Seakan-akan paham, Revan mulai membuka isi buku tersebut, dia dengan saksama membaca tiap baris kalimat yang tertulis di dalamnya sampai matanya berbinar menatap buku lega.
"Pellionia Repens, tanaman berdaun ungu yang dipelihara turun-temurun oleh suku bayangan, ... suku bayangan?" Revan menggelengkan kepalanya bingung mengapa klannya disebut suku bayangan. Dia berusaha untuk tidak mempermasalahkannya dan kembali melanjutkan, "Meningkatkan kekuatan ketua dalam memegang kendali setiap kekuatan anggota suku. Ketua suku perlu bermeditasi bersama tanaman ini untuk menyatukan kekuatan, tetapi banyak perkara karena ketua suku yang terlalu serakah dalam menggunakan Pellionia Repens sehingga salah satu klan menggoreskan darah ketua untuk menahan kekuatan tanaman tersebut. Kekuatan tanaman akan bisa digunakan jika ketua yang terpilih telah menanam sehelai rambutnya di dekat akar tanaman tersebut."
"Apa itu berarti hanya Kak Revan yang bisa menahan kekuatannya?" tanya Jerri dengan kesimpulannya.
"Tapi Revan belum menjadi ketua ...," celetuk Jekha memandangi buku itu lekat-lekat.
Revan yang merasa semua tiba-tiba merenung ikut berkata, "Kalian bisa menggunakan darahku."
Jekha hampir melayangkan protes lantaran tidak tahu seberapa pengorbanan darah yang diperlukan. Namun, Revan dengan cepat menambakan, "Di sini katanya hanya perlu sedikit ... ada juga informasi yang sesuai dengan kekuatan kalian."
Pemuda brunette dengan iris keabuan diam-diam menghela napas lega. Meski bentrok yang mereka alami cukup alot, ia tidak mau mengorbankan hidup seseorang. Dengan informasi yang mulai terbeberkan, Life Power mulai memahami bagaimana tepatnya kekuatan mereka digunakan, termasuk Jekha. Ketika kakek Revan memberi tahunya, Jekha menjadikan Revan sebagai percobaan beberapa saat lalu.
Ia agak merasa bersalah melakukannya tanpa sepengetahuan Revan. Ya, walau saat mencobanya, Jekha juga sekaligus menyerangnya. Akan tetapi, pembuktian itu benar adanya, ia bahkan bisa mengendalikan organ seseorang selama mempunyai wujud.
Tatkala mereka mulai berlatih dengan fungsi kekuatan yang sebenarnya, Jekha menyembunyikan diri tertutup dari yang lain. Kekuatannya memang sudah tidak berada dalam tekanan lagi, tetapi tubuh Jekha sudah menghadapi segala bentuk penyiksaan sampai jari-jemarinya kaku tidak bisa digerakan.
Oke, Jekha memang tinggal memikirkan benda apa pun dan tanpa menunggu hitungan detik akan berada dalam pengaruh telekinesisnya. Namun, Jekha perlu memulihkan tubuhnya agar tidak menjadi beban saat memulai penyerangan.
Jekha yang sedang berusaha melatih gerak tangannya tiba-tiba didatangi Revan. Pemuda itu menjulurkan bukunya lalu berujar, "Seperti yang kamu tahu, kepalaku dipasang pelindung asap dari Pellionia Repens supaya aku tetap dalam kendali kakekku, akan sangat membahayakan kalian kalau aku masih begini jadi aku ... membutuhkan bantuanmu."
"Kamu tahu aku bukan pengendali asap atau kabut," kata Jekha mengingatkan.
"Aku tahu, tapi asap termasuk wujud gas, kamu bisa merasakannya dan ... menariknya keluar dariku."
"Oh kamu benar, aku akan mencoba."
Jekha mengarahkan konsentrasi ke kepala Revan, pemuda itu memejamkan mata perlahan. Namun, bayangan kumpulan asap ungu yang Jekha pikirkan tidak dapat benaknya pegang. Ia lantas tidak berhenti, apa lagi setelah melihat senyum simpul Revan. Jekha menjulurkan tangan dan membuat gestur dengan mengepung tekanan dari dua telapak tangannya lalu secara perlahan menarik keluar asap tersebut.
Revan pun turut serta mendorong asap yang dia rasa bernaung di kepalanya. Ketika perasaan dingin meninggalkan dahinya lenyap, Revan membuka mata, kedua telapak tangannya bersama milik Jekha menahan pelindung asap yang baru saja dikeluarkan. Mereka saling menatap sebelum mengangguk, kemudian bersama-sama melakukan tepukan yang menyebabkan asap tersebut hilang.
Suara Dyovor tiba-tiba memenuhi seluruh basemen dengan semangat. "Penyusupan untuk menghentikan masalah ini siap!"
.
.
.
Bersambung
WADUH MENDEKATI AKHIR BERASA MAKIN NGAWUR GUE
wesla dikit lagi yoook
Jangan lupa vote dan comment
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top