15. Setir Kendali
Rombongan besar yang memakai kemeja biru lengkap dua kantung di depannya sudah hilang dari pemandangan. Memasuki dalam lebatnya hutan bambu mengartikan orang-orang itu jauh dari cakupan.
"Xiān shēng, kenapa Anda tidak menerima bantuan mereka mencari Tuan muda?" ucap lelaki setengah baya yang masih memandangi hutan bambu.
Ri Xue berhenti melangkah, badannya sudah mengarah kembali ke area pondok klan. Ada decakan kecil yang terdengar, tetapi pelayan lumayan berumur ini tidak bisa melihat ekspresinya. "Jika mereka mencari Ri Pan, mereka juga akan menemukan remaja-remaja itu."
Kakek berusia 78 tahun itu sedikit melirik sebelum melanjutkan lagi kata-katanya, "Pelayan-pelayan Ri Pan dan yang tadi masih di ruangan?"
Pelayan pribadi Ri Xue yang sudah mengikutinya sejak masih muda mengangguk kecil. "Masih Xiān shēng."
"Kita kembali ke sana," perintah Ri Xue.
Namun, pelayan tua mengangkat kepala memandang ragu-ragu. "Apa Anda akan memberi mereka hukuman? Tuan muda memang sering pergi tanpa bilang, kan? Dan itu sudah biasa."
"Ri Yin ... akhir-akhir ini kamu semakin sering bicara."
Pria yang dipanggil Ri Yin mendadak gelagapan dan langsung mundur. Dia tidak berbicara lagi setelah ucapan Ri Xue kemudian mengikuti langkah sosok pemegang posisi Kakek Agung di klan saat ini.
Mereka sampai di ruangan Ri Xue menerima Alberto dan antek-anteknya Divisi Penangkapan kekuatan Liar, di sana masih ada empat orang yang melipat kaki mereka. Saat kedatangan Ri Xue terdengar, empat orang itu lantas merapalkan banyak kata maaf dan mengulang-ulang sujud. Ri Xue dengan santai melewati keempatnya lalu memandang ke sisi jendela berlawanan dari pintu, matanya melihat gorong-gorong yang cukup besar berada di bawah seluruh kediaman klan. Sepersekian detik tanpa siapa pun sempat bersiap, Ri Xue mengayunkan telapaknya ke belakang, seketika empat orang tersebut berlutut tegak terdiam.
"Tidak masalah jika Ri Pan kabur, terlebih dengan para remaja itu, tetapi kalian datang memberitahu di saat yang tidak tepat," ucap Ri Xue penuh penekanan di akhir. Dia berbalik mengangkat dahi saat menatap empat orang yang berlutut.
______________
Pertama kali turun ke dalam terowongan yang amat lebar sekitar sepuluh orang dewasa berjajar, membuat Revan merinding. Cahaya dari luar terputus dan yang dia lihat hanya petromak kecil menempel di setiap tiga meter ke depan. Tidak serta-merta membuat terowongan yang redup itu cukup terang meski Revan masih bisa melihat dinding pembangunan kereta bawah tanah yang belum terpoles cat dan jalan pijakan yang masih berupa beton.
Ada dua versi markas yang Revan ketahui, yang ada di sekolahnya dan satu lagi yang dia ledakan. Masih Jekha juga yang membawanya ke tempat persembunyian mereka, walau kali ini tidak ada ajakan yang pemuda berambut brunette itu tujukan.
Jekha masih berjalan di depannya, beberapa senti di belakangnya tepat Heliks yang mengikuti. Revan memang bukan tawanan, tetapi Heliks kadang kali meliriknya seakan-akan memastikan dirinya tidak kabur. Sepanjang perjalanan mereka ke sini, Jekha sama sekali tidak lagi melihatnya setelah melempar tamparan.
Suara-suara bergema dalam lorong hingga terdengar ketiga pemuda yang masih sekitar tujuh meter lagi sampai. Semua suara berharap antusias pada sosok laki-laki yang berjalan sangat depan. Revan menatap tanah beton dengan mulut melengkung ke bawah. Mereka akan kecewa ....
"Hei, hei aku dengar suara langkah kaki! Itu Kak Jekha pasti!"
"Tapi suaranya ada banyak-"
"Dia kan menghubungi Kak Heliks, Kak Jekha pasti dengannya."
Tikungan yang cukup lebar menanti di depan. Sekumpulan remaja yang menunggu harapan untuk kembali pada asal aslinya. Walau harapan itu masih sangat samar di hati dan jawaban yang Jekha tunggu pun belum menemui titik kelegaannya.
Jekha menahan diri selama perjalanan. Tidak melihat ke belakang, tidak berputar dan menjegatnya untuk melontarkan semua yang terpendam dalam hati, tidak juga menghajarnya yang membuat ia dalam kondisi ini, setidaknya belum untuk sekarang. Karena Jekha belum tahu harus melakukan apa, memberikan pertimbangan atau balasan, ataupun cara menyelamatkan diri dari situasi sekarang.
"Menurutmu jawaban Kak Revan apa?"
Dua pasang kaki sama-sama berhenti, mengalami keterkejutan yang sama. Namun, pemuda paling depan terus melanjutkan tanpa memperhatikan bagaimana sosok yang di belakang terpaku begitu sahutan berikutnya terdengar.
"Apa-apaan, pastinya sengaja! Kamu tidak ingat dia membawa bahaya ke dekat Kak Jekha langsung!"
Aku pembawa bahaya itu sendiri, batin pilu Revan. Dia menatap punggung Jekha yang terasa sulit digapai. Waktu-waktu itu berlalu mereka berjalan berdampingan, kadang melempar canda lalu hubungan yang perlahan terbentuk dia hancurkan karena ketidaktahuan.
Di sisi lain, Jekha pun mengutuk diri. Merasa tak becus lantaran lama terlena dalam bimbang yang belum ada ujungnya. Katanya kamu akan menarik ketakutanmu sendiri dan benar saja, ia yang mengundang hal buruk datang. Aku membawa masalah.
Suara-suara yang bercakap terpantul di terowongan mulai bersorak ketika menjumpai Jekha di belokan. Kegembiraan itu merembet pada semua yang sedang terjaga.
"Kan Kak Jekha sama Kak Heliks," ujar Jerri sambil menyikut temannya di samping.
"Kak Jekha! Kak Heliks! Kalian tidak ap-"
Jekha melihat semua wajah yang terpaku, mulut mereka berhenti bercuap. Tentu ia tahu apa yang menyebabkan kegembiraan itu sirna, dirinya sama sekali tidak perlu membalikkan badan saat Life Power mulai menjatuhkan telunjuk dan mempertanyakan sosok di belakang.
Jerri yang pertama bertanya, "Kenapa dia ada di sini?"
Atmosfer itu berbalik dalam satu hitungan. Semua mendadak waspada, menyiagakan pertahanan diri, persis empat hari yang lalu meski kali ini mereka lebih memiliki persiapan. Sinar keunguan dari setiap orang berpadu seakan-akan membuat perisai perlindungan, hanya menyisakan Jekha yang masih dalam mode normal. Namun, ketika ia membalikkan diri, matanya langsung menatap kedua bola mata di depan dengan tajam kemudian pendar ungu pekat seketika menyala bagai berkobar-kobar.
"Kuharap kata-kata yang keluar darimu bukan tidak tahu lagi," ucap Jekha datar. "Jawab pertanyaanku dengan jelas, apa yang kamu rencanakan dengan membuat pemilik kekuatan lepas kendali?"
Mata Revan tampak bergetar, tetapi Jekha berusaha tidak peduli. Laki-laki yang menjadi pusat perhatian pun membalas, "Apa yang kurencanakan? Apa yang bisa kurencanakan kalau aku baru tahu punya kekuatan seperti ini!"
"Kakak bisa baru tahu punya kekuatan? Terus kenapa Kakak membawa tanaman daun ungu itu ke seluruh kota? Menyebarkan efek yang membuat banyak pemilik kekuatan lama-lama hilang kendali?" ujar yang lain begitu merasa tak sabar untuk melemparkan konfrontasi.
Dyovor menepuk pelan kepala pemuda yang baru saja berbicara. Dia bergumam pelan dekat telinganya, "Tenangkan emosimu, semakin emosi bergejolak semakin kekuatanmu naik."
Revan kembali menyahut. Suaranya mulai terdengar tak yakin dan gelisah. "Tanaman daun ungu? Pellionia Repens maksudmu?"
"Kakak tahu tanaman itu ... aku lihat juga waktu itu Kakak menaruhnya dekat Kak Jekha!" Jerri juga menyerukan kesaksiannya.
"Ingatanku juga masih segar, Van, kamu menaruh itu dekatku, melempar daunnya yang jatuh padaku dan kita bermain." Jekha berdiri di tengah-tengah merentangkan tangan. "Kekuatan Mike juga semakin terpicu karena merawat tanaman itu, kamu benar-benar seniat itu menaruhnya di dekat orang yang memilik kekuatan."
"Tapi Jekha! Aku hanya membawa tanaman itu ke sekolah!" Revan memandangi kedua tangan lalu menangkupkannya pada kening. "Aku tahu kamu sudah muak tapi aku benar-benar tidak tahu ... tidak tahu kalau tanaman itu bisa meningkatkan kekuatan kalian."
Heliks tampak sudah kehabisan sabar, dia ingin berlari menuju Revan, ingin membuat pemuda berdarah Cina itu berhenti mengatakan 'tidak tahu'. Namun, dengan tangan Jekha yang merentang, laju Heliks tertahan. Tiba-tiba sapuan gelombang angin menerpa mereka, Revan di sana meremat kepalanya gelisah. Semua segera bersiap-siap, tetapi gelombang berikutnya datang tanpa menunggu persiapan.
Gelombang yang terpantul menuju Revan kembali, membuat pemuda itu terhuyung lemah. Di sisi Life Power, mendadak kubah ungu terbentuk dari bawah dengan cepat dan memantulkan reaksi yang dihasilkan dari emosi Revan. Semua anggota Life Power melihat kepada sosok yang baru saja bangun sembari menahan tangannya di udara berjalan sampai di sebelah Jekha. Czou baru saja membuat perisai gravitasi.
"Kak Revan tenang," ucap Czou memfokuskan pandangannya pada Revan. "Aku tidak ingin kekuatan Kakak membuatku menghancurkan beton-beton di sini."
"Revan, jika kamu tenang, kami tidak akan menyerangmu." Jekha berkata tetap terasa datar walaupun ada ketegasan dan prihatin yang bercampur. "Hanya jika kamu tidak berniat jahat."
"Niat jahat apa Jekha?! Aku bahkan tidak bisa mengendalikan kekuatanku sendiri!" teriak Revan seakan-akan pasrah.
"Kamu! Berani bilang tidak lag-"
"Tunggu," sela Theo menghentikan perkataan menggebu-gebu Heliks. "Kamu, Revan bisa menjaga jarak dulu? Ini untuk kebaikan kita bersama agar tak saling mempengaruhi kekuatan."
Revan yang menenangkan napas memburunya, mundur dalam diam. Dia mengambil langkah yang lumayan jauh sampai-sampai matanya yang mulai kabur karena air mata menatap kumpulan orang di sana bagai semut. Meski rasanya Revan ingin maju dan meneriakkan pada setiap kepala bahwa dialah yang tertinggal dalam gelap, sungguh tidak mengetahui apa-apa.
Theo menurunkan tangan yang menahan bahu Heliks, sementara Jekha masih tetap menjaga dari depan teman-temannya. Pemuda yang menginterupsi kemudian bertanya hati-hati, "Kamu benar tidak bisa mengendalikan kekuatanmu?"
Dari kejauhan, Jekha melihat Revan yang menggeleng lemah lalu pemuda itu berkata, "Aku tidak bisa mengendalikan kekuatanku atau bagaimana kekuatanku bekerja, aku tidak tahu ... tidak mengerti."
Jekha membatin, jika kamu tidak bisa mengendalikan, tidak tahu lalu kenapa seolah-seolah semua ledakan kejadian itu membuat kami terperintah untuk melawan kekuatan sendiri? Siapa yang memberi perintah? Siapa yang mengendalikan kekuatan kami?
先生 - Xiānshēng+
Guru/Tuan+
.
.
.
Bersambung
I think i couldnt get the feeling
Jangan lupa vote and comment yaw
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top