14. Berserah
Jekha menunggu sebuah jawaban, Revan terdiam menutup mulut kala berhadapan dengannya. Suasana itu terbilang menegangkan jika saja dering notifikasi ponsel Heliks tidak turut serta. Sebab itu, Jekha menggesernya ke samping, seolah-olah mengatakan lewat gestur tubuhnya untuk meninggalkan mereka berbicara berdua. Heliks jelas ingin membantah, tetapi Jekha hanya mengisyaratkannya berada di sisi lain yang tidak jauh.
Mau tidak mau, Heliks memberikan kedua orang tersebut tempat. Dia sedikit paham melalui penjelasan Jekha tentang kekuatannya yang bisa terlonjak hanya karena emosi yang tidak stabil. Matanya melirik Revan yang agak merosot lalu Jekha hampir memegangnya, tetapi pemuda itu menarik diri kembali. Heliks lumayan khawatir melihat kondisi keduanya yang pasti sama-sama tengah emosional.
Namun, dia tidaklah jauh untuk menyaksikan pembicaraan dua orang tersebut. Sambil sesekali memeriksa notifikasi ponselnya yang tiba-tiba mendatangkan pesan. Dia sudah mengatur hanya pesan dari Jekha dan grup berbagi informasi yang akan berbunyi, jadi Heliks sudah mempunyai tebakan tentang pesan apa yang terkirim.
Tetangga satu apartemen dengannya mengabarkan perihal satu jam lalu banyak mobil yang datang ke kawasan apartemen untuk dia, katanya datang dari Divisi Penangkapan Kekuatan Liar. Heliks hampir refleks menjatuhkan ponselnya dan mengagetkan kedua orang yang tengah terlibat pembicaraan serius.
Apa divisi itu mengira aku bersekongkol dengan Life Power?
Hal yang dia pikirkan itu segera Heliks kesampingkan setelah membaca pesan berikutnya. Divisi yang menamai diri mereka Penangkapan Kekuatan Liar mencarinya hanya untuk keperluan saksi ketika insiden terjadi. Untung saja Jekha menghubunginya jauh hari dan memintanya kemari sehingga dia tidak perlu berurusan dengan orang-orang pembawa sengsara itu. Namun, seketika Heliks menyadari sesuatu.
"Kita harus pergi dari sini," interupsi Heliks menarik keduanya dari sisi jalan.
"Ada apa?"
Tepat ketika Jekha bertanya, suara derum mobil terdengar mendekat. Heliks segera membawa mereka ke jalan sepi saat pergi menuju kediaman Revan. "Rumahku kedatangan divisi itu, mereka akan memintaku sebagai saksi!" ucap Heliks tergesa-gesa.
"Di surat edaran, Revan juga tidak terdaftar, sudah pasti komplotan itu akan mendatanginya sebagai saksi juga!"
Setelah memasuki blok yang jarang dilewati orang-orang, Heliks melepaskan genggamannya pada Revan. Dia kembali berkata, "Kecil kemungkinan kamu akan mengatakan kalau kamulah yang menyebabkan Life Power menggila!"
"Ti-tidak!" Revan hampir tercekat. "Aku juga ingin menanyakan kenapa aku yang merasa tidak punya kekuatan apa-apa ternyata memilikinya! Bahkan sampai membuat ... kalian lepas kendali," ujar Revan sungguh-sungguh sembari melirik Jekha sendu.
"Kamu sungguh tidak tahu?"
Revan membuang muka ke samping. Menolak tatapan menuntut dari Jekha. "Tidak ... aku tidak tahu apa-apa."
Heliks menarik kerah baju Revan lalu membentaknya, "KAMU BILANG SEMUA INSIDEN INI TERJADI HANYA KARENA KAMU TIDAK TAHU!?"
Pemuda berambut hitam membiarkan kerah atas yang mengelilingi lehernya tertarik. Sakit yang perlahan datang mencekik dari genggaman erat Heliks dan kerahnya yang ketat tidak dia pedulikan. Revan hanya memejamkan mata menunggu hal itu.
Wajah yang selalu menunjukkan kesendirian sekarang tampak pucat, warna abu-abu hampir kontras terlihat di bawah matanya. Jekha hampir bertanya-tanya untuk ukuran kondisi seseorang yang membuat orang lain sengsara, apakah akan tampak buruk juga? Sama-sama menyedihkannya untuk dilihat.
Pupil mata Jekha tampak kosong menatap Revan dalam genggaman Heliks. Ia mungkin sudah tidak lagi melakukan pertimbangan setelah apa yang telah terjadi. Ketika pemuda itu maju dan tanpa aba-aba melayangkan tamparan lebar pada leher Revan sampai mengenai tangan Heliks yang meremat kerahnya, membuat kedua orang tersebut lepas kontak dan menatapnya terkejut.
Jekha berjalan mengabaikan tatapan keduanya. "Bawa dia," ujarnya tanpa melirik ke belakang.
______________
Dua pucuk daun teh mengapung di atas permukaan air bersama kelopak bunga kamelia di sisi cangkir. Warna hitam yang dalam terkadang meninggalkan rasa tanah saat meneguknya, tetapi tercium aroma manis seperti madu dan memiliki kesegaran alami seakan-akan berada di hutan.
"Teh yang menarik, terima kasih atas jamuannya Tuan Ri."
"Anda bisa memanggil saya, Ri Xue."
Cangkir coklat berlapiskan porselen tersimpan hati-hati. Pria yang memiliki rambut ikal kehitaman lalu mengambil selembar kertas dari orang yang mungkin menjadi asistennya. Dia menyodorkan kertas tersebut di hadapan Kakek bernama Ri Xue ini.
"Saya Alberto dari Divisi Penanganan Kekuatan Liar, kedatangan kami untuk mencari cucu Anda yang bernama Ri Pan, dia menjadi salah satu saksi dari kejadian vandalisme di taman kota empat hari lalu. Ini adalah hasil tangkapan CCTV ketika dia dan salah satu saksi lain berusaha menghindari bahaya di sana," jelas pria paruh baya yang menyebut dirinya Alberto.
Ri Xue mengambil kertas tersebut, mengamati dengan saksama foto cucunya yang berada dalam gendongan seseorang di sekitar taman. Foto itu memang memfokuskan langsung pada gambaran Revan, tetapi di sudut gambar lainnya terlihat seperti apa kekacauan itu terjadi. Dia mengembuskan napas sangat ringan dan kembali meletakkan kertasnya.
"Benar, cucuku yang ada di dalam foto ini, empat hari yang lalu dia kembali ke rumah dalam kondisi terkejut dan lemas, tetapi dia tidak menceritakan telah terjadi apa. Dengan ini, saya akhirnya bisa mengonfirmasi kenapa saat dia pulang menjadi seperti itu," tutur Ri Xue sembari menarik napas lega.
"Kalau begitu, apa kami boleh meminta kesaksian cucu Anda tentang kejadian itu? tapi itu jika kondisi Ri Pan siap kami tanyai." Alberto mengambil kembali kertas berisi potret Revan dan Heliks lalu menyerahkannya asal pada sang sekretaris di samping kursi.
Ri Xue mengelus dagunya yang sudah keriput, dia kemudian melambaikan tangan pada penjaga yang berdiri seperti patung di dekat pintu. "Empat hari seharusnya dia sudah lebih baik, panggilkan Ri Pan ke sini."
Namun, sebelum penjaga yang berdiri di dekat pintu pergi, Xiao Ji dan kedua pelayan yang pakaiannya mirip datang tersengal-sengal. Dua laki-laki dan satu perempuan itu langsung bersujud mengarah pada Ri Xue, mereka menunduk takut-takut melihat ekspresi yang tak terbayangkan dari sosok Tetua.
"Apa kalian melewatkan sopan santun? Sedang ada tamu di sini, berperilaku yang benar!"
"Maafkan kami Xiān shēng, kami pantas akan hukuman," ujar Xiao Ji hampir terbata-bata.
"Lalu ada apa ke sini seperti maling yang dikejar-kejar, cepat jelaskan!"
Xiao Ji ragu-ragu mengangkat kepala, matanya bergetar langsung saat kontak mata dengan sang Tetua. "Ri Gōngzǐ ... Ri Pan Gōngzǐ tidak ada di kamarnya, Xiān shēng."
"Kami sudah mencarinya di seluruh pondok tapi tidak menemukan Ri Gōngzǐ sama sekali," lanjut Xiao Ji.
Ri Xue mendadak bangkit, tetapi karena kakinya yang sudah kehilangan kekuatan masa muda, dia hampir tersungkur jika tidak ditahan pelayan di samping. Kakek tua ini mendekati Xiao Ji, hampir melayangkan pukulan, tetapi dia urungkan. Mengingat masih ada sosok tamu dari jauh yang kini menikmati adegan mereka.
Dia mengangguk tegas pada penjaga yang sempat dia suruh memanggil Revan. Namun, perintah itu berubah menjadi mencari Revan. Ri Xue dibantu pelayan yang selalu berada di dekatnya kembali duduk. Menyesap teh Pu'er guna menenangkan dirinya.
"Maaf membuat Anda melihat ini, Pak Alberto," ujarnya sembari menundukkan kepala sebentar.
"Tidak apa-apa, Tuan. Apakah cucu Anda suka tiba-tiba pergi sendiri?"
Ri Xue menggeleng pelan dan berkata, "Tidak, dia tuan muda yang diajarkan kesopanan sejak kecil dan satu-satunya penerus klan utama, ke mana pun dia pergi harus mengatakannya dulu."
Pembicaraan Alberto dan Ri Xue memangkas waktu sampai penjaga suruhan tuan rumah kembali. Lelaki itu membawa pemuda yang terus menundukkan kepala. Dia didorong oleh penjaga ke depan Ri Xue lalu berujar, "Katakan yang kamu lihat mengenai Tuan muda!"
"Ma-maaf Xiān shēng, sa-saya tadi melihat Tuan muda di gerbang samping klan, saya ki-kira dia sedang bertemu temannya di luar."
Penjaga menghardik lelaki tersebut, mendorongnya untuk terus bicara. Baik Alberto dan Ri Xue pun menantikan kalimatnya.
"D-dia pemuda yang berambut coklat, matanya berwarna abu dan kelihatan banyak luka di wajah dan lengannya."
Mata Alberto melebar seketika, dia segera berkata, "Itu ciri-ciri salah satu remaja yang dalam pencarian. Tuan Ri Xue, saya rasa cucu Anda dibawa oleh remaja-remaja gila ini."
"Kami sedang mencari remaja-remaja pembuat onar ini dan Ri Pan ada dalam kejadian saat itu, saya khawatir mereka akan menekan cucu Anda agar tak mengatakan hal yang sebenarnya. Sebelum ini pun, kami pergi ke rumah saksi yang lain, tetapi anak tersebut tidak ada."
Alberto menegakkan badan, memasang wajah yang amat serius. "Jika Anda bersedia, kami akan membantu mencari cucu Anda dan menjamin keselamatannya."
Ri Xue kembali bangun dari kursi dengan bantuan pelayannya, dia mendekati tempat Alberto duduk kemudian berujar, "Sepertinya tidak perlu, kami percaya, Tuan muda kami akan kembali segera ke sini."
先生 - Xiānshēng+
Guru/Tuan+
公子 - Gōngzǐ+
Tuan Muda+
.
.
.
Bersambung
Ayo semangat wan kawan, kurang dari 10 chapter lagi beres nih
Jangan lupa vote dan komen ya
Sekian dan Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top