13. Pertanyaan Buntu

Jekha mengabaikan Jerri yang hendak menahannya untuk tetap duduk. Ia berhenti sejenak memandang keduanya kemudian menarik napas dalam-dalam. Ada begitu banyak misteri yang ingin Jekha ketahui tentang kekuatannya, tentang bagaimana hal tersebut bisa ada serta tentang seperti apa kekuatan yang bisa ada.

Benarkah kekuatan seperti pengendali ... pengendali orang lain bisa ada?

Kak Dyovor memancarkan sorot mata khawatir sedangkan Kak Theo menundukkan kepala. Jekha merasa seperti ada yang tersembunyi. Namun, ia mencoba mengerti kalau itu hanyalah rasa bersalah yang menghantui dua pemuda tersebut karena telah memasukkan mereka dalam kondisi seperti ini.

"Ada banyak pertanyaan yang ingin kuajukan, tapi yang pertama aku ingin tahu, apa memang ada kekuatan yang bisa memicu kekuatan lain?" Jekha menyelesaikan pertanyaan itu dengan satu tarikan napas sebelum ia limbung. Untungnya Jerri segera menopangnya, menemani ia dalam kondisi berdiri meski beberapa anggota sudah menyarankannya duduk saja. Jekha yang keras kepala ingin bertahan.

Hal pertama yang dua pemuda itu lakukan saat pertanyaan Jekha tersampaikan hanya mendesah berat dan satunya berpaling. Kak Theo mengembuskan napas yang tampak sangat gusar. Tertangkap oleh matanya, pemuda itu mengusap telapak tangan Kak Dyovor kemudian berkata, "Aku saja."

"Kamu sudah besar ya, mirip dengannya hanya saja versi laki-laki." Theo mengucapkan kalimat yang Jekha sedikit tidak mengerti mengarah ke mana. Namun, lelaki tidak meninggalkan Jekha dalam kebingungan dan segera melanjutkan, "Aku teman kakakmu dulu, Jetza, maaf mengungkitnya lagi."

Memang beberapa waktu sebelum kedatangannya, Kak Dyovor telah menyebutkan hal itu, tetapi Jekha tidak tahu kalau Theo ini berteman dengan kakaknya sedalam Kak Dyovor. Ia hanya mengangguk pelan, menghilangkan raut mukanya yang tegang akibat tersebutnya sang Kakak.

"Kekuatan kita berpusat dari pikiran dan saraf otak, kamu bisa mengendalikan benda dengan pikiranmu, Jemija bisa mengendalikan benda metal dengan pikirannya, Dyovor bahkan bisa mengendalikan saraf manusia dengan saraf dan pikirannya sendiri. Itu berarti tidak terbatas pada apa pun yang dikendalikan selama masih menggunakan pikiran, kekuatan seperti itu ada."

"Mengerikan! Bayangkan seberapa bahayanya seseorang yang bisa mengendalikan orang lain!" keluh anggota lain bergidik mendengar penjelasan Theo.

"Aku rasa beberapa dari kalian sudah mempelajari ini, kalian tahu sistem saraf pusat berada di otak? Semua tindak laku, emosi dan pemikiran dapat diatur di sana, kekuatan kita berasal dari mengonsentrasikan saraf dan pikiran yang lebih efektif dibanding manusia biasa sehingga bisa mengatur kekuatan yang kita fokuskan. Jadi ketika seseorang bisa memerintahkan sistem sarafnya untuk mengambil alih kendali saraf manusia lain dan berbuat sesuai yang dia perintahkan, tentu itu akan menjadi keuntungan serta bahaya yang sangat besar," ungkap Theo setelahnya menatap Jekha.

Jekha makin mengerutkan wajahnya, mukanya tidak menunjukkan ekspresi yang bagus. Lantaran dalam pikirannya saat ini menyimpulkan dua kemungkinan pada sosok itu. Pada seseorang yang ingin membangun pertemanan, tetapi berkhianat. "Jadi kekuatan seperti itu memang bisa ada?" tanya lagi Jekha memastikan.

Theo pun mengeraskan wajahnya. "Jekha, aku tahu kamu membicarakan ini untuk siapa, sedikit saran untukmu, semua ini benar karenanya!"

"Karenanya disengaja atau dia tidak tahu?" balas Jekha yang berteriak. Kakinya yang sudah lama bertahan akhirnya lemas kehilangan tenaga. Sebagian besar terserap emosinya yang semakin berantakan.

Pemuda berambut cepak itu hanya menggertakkan gigi, tetapi tidak membalas apa-apa. Jekha memandang Theo prihatin lalu bekata, "Apakah ini sama seperti yang Kak Jetza alami? Karena ia memilih untuk percaya dan pergi bersama pacarnya?"

"Tidak!" Dyovor yang sedari tadi diam menyahut lantang. "Kejadian yang mereka alami jauh berbeda denganmu, Je ...," lanjut Dyovor murung.

Theo mengelus pundak Dyovor dengan sabar. Untuk mengingat lagi kejadian tentang Jetza dan Timotio menjadi momok yang sangat berat meski dia juga tahu, tiada yang lebih tersiksa daripada Jekha. Dia kembali berbicara, "Maaf aku harus mengatakannya ini dari awal, sejak kamu dan dia saling bertemu, semua peningkatan kekuatan benar terjadi karena kehadirannya. Tapi apakah dia melakukan dengan sengaja atau tidak, aku belum mengetahui itu."

"Pot yang dia bawa di sekolahmu, yang ada di dekat markas ketika Jemija sedang emosi atau yang selalu Mike rawat, tanaman itu membantunya menyebarkan efek yang membuat kekuatan meningkat."

Jekha terperanjat. Menjatuhkan tatapan pada tanah berbatu bekas proyek bangunan dengan mata melebar. Jika memang kekuatan Revan sebenarnya adalah memanipulasi orang lain, pemuda itu akan dari jauh hari mulai mengendalikannya dan itu juga jika dia memiliki maksud lain. Namun, membawa sebuah tanaman yang mampu menyebarkan efek sehingga banyak kekuatan secara perlahan mulai lepas kendali, terdengar seperti tindakan yang telah terencana.

Pemuda dengan iris keabuan segera mencari-cari ponselnya yang hampir mati. Sejujurnya Jekha belum tahu bagaimana kondisi Heliks setelah membawa pergi Revan. Namun, saat melihat tidak ada namanya atau pun Revan dalam surat edaran membuat Jekha sedikit tenang. Ia sekarang ini ingin menghubungi temannya, dengan tebal muka meminta lagi bantuan.

"Aku akan mencari tahu sendiri dia memliki niat itu atau tidak," katanya tak terbantahkan.

"Jekha! Kamu tidak harus melakukan ini semua! Maafkan aku yang telah mendorongmu bersamanya terus ...." Dyovor berkata lirih di akhir kalimatnya. Kalau diingat-ingat, memang dia yang mengusulkan Jekha tetap menahan Revan.

"Aku tahu tapi aku ingin tahu ... kenapa dan benarkah ...."

Dengan itu, Jekha memaksimalkan istirahatnya untuk dapat menemui Heliks. Mengantarkannya ke kediaman Revan, mempertanyakan hal yang telah memberati pikiran Jekha sejak awal.

______________

Langit-langit atap berhiaskan balok kayu malang-melintang dalam pupil mata hitam. Walau memandang keindahan arsiktektur bergaya klasik Cina, pikirannya berkelana jauh. Pada fragmen penuh teriakan, jeritan, kekacauan serta penghancuran. Ketika dirinya yang tidak peduli fenomena di luar nalar baru menyadari bahwa dia bagian dari kehancuran tersebut.

Revan mengabaikan ketuk sepatu yang baru saja memasuki kamarnya. Terbaring di kasur selama empat hari pun tidak benar-benar memulihkan seluruh tenaganya bahkan untuk melirik pelayannya yang masuk.

"Gōngzǐ, tabib meminta saya untuk memberikan Anda obat," ujar pelayannya yang bernama Xiao Ji pelan.

Revan perlahan mengangkat lengannya menuju langit-langit atap. Menatap lengan yang tak lama kemudian jatuh lemas. Xiao Ji di samping buru-buru memeriksa lengannya dan kembali memasukkannya ke dalam selimut.

"Xiao Ji, jawab aku, apa aku punya kekuatan?"

Pelayan Revan tidak mengeluarkan suara pada awalnya dan hanya menundukkan kepala. Namun, beberapa detik kemudian pelayan itu bergumam kecil, "Punya."

Suara tertawa renyah khas anak-anak yang kesenangan bermain menggema di kamar cukup lebar tersebut. Revan menyeka air mata yang memaksa keluar. "Apa keluargaku punya kekuatan?"

Kali ini pelayannya tidak menjawab. Laki-laki yang lebih tua darinya permisi keluar dan pergi dengan hati-hati. Meninggalkan Revan yang memasang wajah tak menyenangkan. Ia melirik kiri dan kanan melalui sudut matanya kemudian mulai menggerakkan kaki bawah menginjak lantai.

Mangkuk obat yang mengepul di nakasnya sangat tercium. Revan hanya menatap datar mangkuk tersebut lalu bergumam, "Seharusnya mereka yang diberikan ini."

Revan pun meregangkan badan setelah lama berpura-pura lemas dalam tidur. Mangkuk yang terabaikan ia buang di salah satu pembuangan di kamar mandinya.

Seharusnya anggota Life Power yang dia rugikan mendapat obat ini. Begitulah pemikiran Revan yang tidak tersampaikan. Ia menelan ludah yang tertahan, memikirkan betapa menderitanya Jekha dan yang lain. Revan sudah mendengar dari pelayan yang bergosip, mengenai sekumpulan remaja berkekuatan spesial yang melakukan vandalisme.

Siapa lagi yang mereka sebutkan jika bukan Jekha dan Life Power?

Revan memandang hampa pintu kamarnya. Karenanya, mereka semua lepas kendali, karenanya mereka semua berada dalam pencarian, karenanya ... kehidupan mereka tidak tenang lagi.

Pemuda dengan badan petite dan rambut hitam legam itu mengambil jalan memutar. Revan melompat dari jendela kamar, mendarat dalam semak-semak yang memiliki ruang seukuran badan orang dewasa jika merangkak. Dia mengarungi jalur tersebut tanpa memikirkan hal yang Revan tinggalkan di dalam kamar. Karena menurutnya, dia harus pergi untuk mengambil tanggung jawab ini.

Jalur itu menembus celah dekat gerbang samping kediaman Klan Ri. Meski sebelum sampai di sana, ada perhentingan lorong yang membuatnya harus bangun dan melalui pelataran sekitar rumah para pelayan. Sesampainya di sana, Revan segera berlari menjauhi area pondok klan, tetapi terhenti lantaran menabrak tubuh solid yang lumayan dia kenal wanginya.

Itu Jekha. Dengan tubuh berbalut luka.

Terlalu terkejut bertemu dengan sosok yang dia harap baik-baik saja membuat Revan membatu. Apa lagi ketika sosok tersebut menghadiahinya tatapan tajam penuh kewaspadaan.

Jekha mulai membuka mulut dan berkata, "Kenapa kamu membuat kekuatan kami meningkat?"

Heliks yang di sebelahnya maju di depan Jekha, menghalangi Revan untuk kontak langsung. Dia ingat waktu itu ketika Heliks telah membawanya jauh, pemuda berambut ikal menyampaikan kekecewaannya dan meminta Revan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi lebih buruk. Sekarang Jekha tampak setengah hancur dengan banyaknya luka yang menghiasi badan serta wajah tampan tersebut.

Terlebih insiden itu mendatangkan kekecewaan padanya setelah apa yang dia pinta di atap sekolah. Pertemanan yang Revan damba.

Revan seketika ingat, batu yang dia berikan dan diterimanya di atap sekolah. Kaki Revan melemas, memang dia yang harus disalahkan. Dia menggeleng-geleng terus-menerus. "Aku tidak tahu ...."

Gōngzǐ+
Tuan muda+

.

.

.

Bersambung

It seems like i'll have so much to be revised
Huhu

Jangan lupa vote dan comment ya

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top