11. Raungan Sesak

Jekha duduk tersungkur begitu jatuh dari bangkunya. Kedua tangan yang penuh luka berusaha menopang badannya yang baru saja tergusur tiba-tiba. Sosok berambut cepak berdiri membentengi Jekha penuh siaga di tempatnya tadi duduk. Menyisakan Jekha yang terperangah dalam kondisi ini.

"Hati-hati dengannya!" seru Theo mengukuhkan kuda-kuda tanpa melirik wajah-wajah terkejut di belakang.

Ia menyaksikan sendiri, sepasang mata hitam memandang tidak mengerti. Dalam sekejap satu gebrakan telah membuat semua orang menodong tatapan waspada untuknya. Revan berdiri ragu dan berkata, "Apa maksudmu?"

Namun, bukannya mendapat jawaban, orang bernama Theo ini memendarkan cahaya keunguan darinya. Revan tidak memiliki waktu mengelak dan tergiring pengaruh kekuatan yang katanya dapat mengorek informasi keseharian.

Revan bertemu dengan pemuda pendatang baru dalam ruang hampa. Selain kehadiran roh keduanya yang tampak nyata, ruang itu kosong dari atas hingga bawah. Dia pun terkesiap begitu ingin mengeluarkan suara menjawab pertanyaan sengit Theo.

"Kenapa ... kenapa tempat ini kosong? Kamu! Kamu menyembunyikan sesuatu?" Theo menggertakkan gigi geram.

Semua kalimat yang sudah Revan susun sama sekali tidak keluar. Dia hanya membuka mulut seperti komat-kamit tanpa ada satu getaran pun yang terdengar. Dia membelalak tak percaya, meraba-raba lehernya seakan-akan kehilangan hal berharga yang ada di sana.

Theo di seberangnya pun menyatukan alis. Jelas sekali wajahnya bertanya-bertanya akan Revan yang kalang-kabut sendiri. "Apa yang kamu lakukan!? Cepat jelaskan, kenapa informasimu kosong!"

Hanya melalui gerak tubuh Revan menyampaikan keresahannya. Dia hampir merosot sambil terus menunjuk mulut juga leher dan membuat tanda silang dengan lengannya. Akan tetapi, komunikasi satu arah yang tak berjalan itu harus terhempas karena kabut ungu tiba-tiba menutupi jarak pandang. Theo tertiup kabut hingga keluar dari zona kekuatannya sendiri.

Pemuda yang baru saja melakukan telepati, kehilangan keseimbangan dan mundur beberapa langkah. Dia terperanjat menatap remaja di depannya yang tengah mengeluarkan asap ungu. Namun, asap yang sedang merambah seketika merebak cepat dalam diameter melebihi markas mereka.

Theo melirik Dyovor dari ujung matanya, lalu berseru, "Dyo, stabilkan transmisi sarafnya!"

"Ada yang menghalangi Theo! Aku tidak tau di bagian mana yang-"

"Coba saja!" sergah Theo sembari memundurkan diri, menyatu bersama yang lain. "Tidak ada kah dari kalian yang punya kekuatan tipe bertahan?"

Masing-masing anggota Life Power saling melirik ragu, kemudian tiga remaja lain maju lebih depan, mengeluarkan kekuatan mereka yang dapat membentuk kubah perisai ungu. Dyovor juga maju sembari memegang pergelangan tangan yang dia arahkan pada Revan, matanya turut bersinar dan mulai menggerakkan telapak tangannya dengan lambain lembut seolah-olah tengah menghaluskan kain kusut. Dia menggunakan instingnya berharap bagian saraf yang sedang Dyovor jinakkan tepat.

Jekha yang sudah ditarik mundur Jerri ke dalam kubah perisai menggapai kaki Dyovor. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tercekat. Kemudian teriakan menggema dari arah Revan, pemuda itu menjerit kesakitan memegang kepalanya. Mata Jekha semakin melebar melihat penampakkan yang tidak asing.

Sama sepertinya malam itu.

"AH SAKIT!" Revan berteriak mengerahkan seluruh jiwanya.

"Apa ... apa yang terjadi?" ucap beberapa anggota Life Power khawatir.

"Apa yang kulakukan ...."

Dyovor pun menurunkan tangannya lemah, sinar keunguan di matanya juga menghilang kala terperangah kondisi Revan di depan. Ada cahaya ungu berkedip-kedip dari dalam dahi dan kepalanya, kemudian dalam sekejap gelombang kabut yang menghempaskan datang lagi menerpa sekeliling Revan lebih kuat. Anggota Life Power yang bukan tipe bertahan kebanyakan terhempas.

Jekha salah satunya. Saat ia mendongak melihat ke sekitarnya, bangunan markas mereka sudah tidak berbentuk, orang-orang tertelungkup sehabis terlempar menabrak benda-benda sekitar. Dengan bantuan tangan yang entah kenapa terasa lemah, Jekha menopang dirinya bangun, tetapi detik berikutnya sakit yang tidak asing menyerang kepalanya lagi.

Sakit bagai tertancap paku menghantam Jekha. Kesakitan ini lebih dari apa yang telah ia alami, seperti naik berkali lipat sakitnya. Bukan hanya Jekha saja, tetapi setiap anggota Life Power mulai berbagi sakit yang sama.

Telinganya menangkap setiap suara kesakitan bercampur dalam jeritan, raungan dan erangan. Ia dengan susah payah melihat ke sekeliling, tetapi benda-benda yang berasal dari markas mulai beterbangan di sekitarnya. Kemudian terlempar ke segala arah tak tentu.

Di sisi lain Czou yang menabrak pohon-pohon sekitar markas pun mulai membentuk lingkaran pelindung gravitasi otomatis. Benda yang dalam pengaruh telekinesis Jekha terpantul ketika mengenainya, tetapi cakupan yang terlalu dalam lingkaran menyebabkan pohon yang ada di dalam ikut melayang sepertinya. Tak berbeda jauh, Jerri pun kehilangan kendali atas kekuatan melompatnya yang sangat cepat sehingga dia terantuk kesana-kemari, menjatuhkan setiap hal yang dia pijak serta membuat lebam akibat hantamannya sendiri.

Jekha berusaha merangkak mendekati Heliks yang kini menatap horor kejadian di antara mereka. Namun, kekuatan yang tidak berkoordinasi dengannya malah menyambar kepala Heliks sampai pemuda itu tertelungkup.

"Hel-Hel ... Heliks!" panggil Jekha tersendat-sendat.

Pemuda yang terpanggil langsung melihat ke arah Jekha dengan panik, dia terburu-buru bangun dari posisinya. Namun, Jekha segera berteriak menghentikan.

"Berhenti, jangan mendekat!"

Jekha tersengal-sengal dengan napas yang memburu, peluh juga turut menghiasi wajahnya yang berpendar ungu pekat. "Pergi! pergi ... dari sini! Ba-bawa Revan ... menjauh dari kami!"

"Ta-tapi Je ...," ucap Heliks menjatuhkan tubuhnya.

"Cepat!"

"Cepat ja-uhkan dia da-ri kami!" sahut suara Dyovor yang tengah meringkuk memerangi nyeri saraf yang berkedut di seluruh tubuh.

Heliks pun beranjak menuju Revan, ia hampir tersandung menabrak benda yang berserakan. Markas yang berada di sekitar taman ini telah hancur beserta sekelilingnya, pohon-pohon ambruk, patung pansuran terbelah, tempat duduk ada yang menjadi bola besi remasan tak berguna dan ada pula yang patah menjadi dua. Meski Heliks tidak memiliki kekuatan, dia juga sangat takut begitu ada di dekat Revan. Sekitar pemuda itu kosong karena hempasan kabutnya dan dia memikirkan apa yang terjadi jika ada orang yang mendekatinya.

Heliks menggigit bibir kuat-kuat sebelum melirik lagi Jekha yang kewalahan mendapat terjangan benda yang terpengaruh telekinesisnya. Dia menyeka air mata yang tertahan di pelupuk, lalu bergumam pelan, "Jekha bertahanlah."

Pemuda berambut ikal yang agak tan itu kemudian lari secepat mungkin sampai menabrak Revan. Lengannya dia selipkan di perut Revan dan tanpa peringatan langsung mengangkatnya di pundak. Heliks langsung berlari dengan Revan sejauh-jauhnya sambil menahan tangis.

Jekha yang menutupi kepalanya dengan lengan dari benda-benda terbang mendongak lalu bertemu tatap Heliks. Raut teman yang seperti kembarannya itu sangat enggan pergi meninggalkan Jekha. Kemudian Jekha melihat Revan yang tengah meremat rambutnya keras-keras sampai menangis, ia tidak mengerti sesak yang ikut meramaikan sakit di tubuhnya. Dua sudut mulut Jekha tak tahan melengkung ke bawah, tangan yang ingin menggapai pun langsung membentuk kepalan.

Ia kecewa.

Kenapa kamu membuat kami ... seperti ini

Saat bayangan Heliks yang memanggul Revan semakin jauh, Jekha berteriak keras. Mengeluarkan seluruh isi hati dan rasa sakit yang menerpa. Kepungan benda dalam telekinesis pun mengerubungi Jekha tanpa ampun.

.

.

.

Bersambung

Sudah memasuki bagian klimaks sepertinya
Jangan lupa vote and comment

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top