10. Kondisi Abu-abu

Saat angin berembus masuk begitu pintu terbuka, hampir semua orang yang ada di dalam bergidik kedinginan. Bukan hanya meremang karena dingin yang menusuk, kedatangan tanpa permisi membuat semua memusatkan perhatian waspada. Akan tetapi, usai membeberkan alasannya terlambat, Dyovor pun segera menutup pintu yang membuka lebar di belakang, lalu diikuti temannya mengambil sisi lain tempat untuk duduk.

Sunyi senyap hampir mengisi seluruh ruang jika mengabaikan suara-suara derak tempat duduk kayu yang bergeser. Waktu yang membingungkan di antara mereka akhirnya sirna ketika Dyovor mulai melihat seluruh orang. Dia memiringkan kepala sebelum berkata, "Kenapa kalian semua?"

Dyovor menilik satu-satu wajah yang terlihat menanti itu sampai matanya menangkap remaja kemarin dalam kursi roda. "Oh Mike bagaimana dengan tubuhmu?"

Mike tanpa sadar menggaruk tengkuknya. "Lumayan lebih baik, sekarang aku bisa melakukan peregangan."

"Baiklah, perkembangan yang bagus. Sepertinya kalian sedang menunggu sesuatu ya? oke-oke aku akan mulai sekarang." Dyovor mengangguk. Dia menarik orang yang di sebelahnya agar lebih terlihat lagi di hadapan para remaja penasaran.

"Hai semuanya, ini temanku Theo," ujar Dyovor memperkenalkan pemuda sekitar 20 tahun juga. Penampilannya cukup eksentrik, tetapi yang pasti tidak secupu Dyovor. Pemuda tersebut menggeser bangkunya ke belakang saat berdiri, dia memperkenalkan diri dengan mandiri.

"Aku Theo ... teman Dyovor, kurasa kalian sudah menebaknya, aku seorang telepati," ungkapnya dengan tenang. Setelah mendengar bagaimana suara teman Dyovor ini terdengar sangat friendly, semua ketegangan di pundak para remaja lenyap.

"Kalian jangan coba berpikir yang macam-macam, kekuatan Theo selalu aktif, jadi jangan membebani pikirannya," timpal Dyovor melihat raut beberapa remaja seolah-olah sedang mengetes kekuatan telepati Theo.

Dyovor menghela napas sembari melepas kacamatanya. Dia mulai menjelaskan, "Telepatinya tidak hanya terpatok saling berkomunikasi tanpa bicara tapi ...."

"Aku bisa mendapatkan informasi tentang hal yang kalian lakukan sebelum mengalami kejadian," tutur Theo melanjutkan. "Tapi itu hanya bisa jika aku berkonsentrasi penuh. Karena ini fungsi kedua kekuatanku jadi keefektifannya tidak sama seperti fungsi utama."

Jerri mengangkat tangan-anjuran Jekha supaya tidak asal-asalan menyela. "Dengan kakak yang menemukan informasi dari apa yang kami lakukan sebelum musibah menimpa, bisa mendeteksi penyebab kenapa terjadi peristiwa yang dimaksud?"

"Pertanyaan bagus Jerr," ujar Dyovor sambil tersenyum mengangguk-angguk. "Kita baru bisa mendeteksinya jika beberapa dari yang mengalami lepas kendali kekuatan melakukan hal yang sama sebelum itu terjadi."

"Makanya Kakak meminta kita mencari kasus yang serupa agar bisa menyimpulkan penyebabnya dengan akurat ...." Jekha ikut berujar setelah memutuskan kontak mata dari Theo yang terus melihatnya seperti mengenang sesuatu.

Dyovor menjentikkan jari semangat. "Betul sekali, Jekha," balasnya penuh senyum. Penyebutan nama Jekha kentara berisi penekanan. Lelaki yang selalu menjaganya itu melirik pada Theo dengan rona bahagia ibu-ibu yang melihat anaknya di pentas seni.

Jekha memalingkan wajah ke samping muram. "Tapi kami baru menemukan orang sedikit, hanya dua ...."

"Bukankah kamu juga pernah mengalami kejadian yang sama, hanya saja dampaknya tidak separah yang lain, Czou juga."

Ia lantas mengangkat kepala memandang Dyovor terperangah. Saat pemuda itu melakukan kontak matanya, dia menunjuk rendah ke belakang Jekha. Mantan kakak kelasnya kembali mengingatkan, tetapi Jekha tidak mau melihat siapa yang di belakangnya. Ia tahu dengan sangat jelas, siapa yang tengah berada di belakang.

Itu kembali mengingatkannya pada malam yang membuat mereka terus-menerus berhubungan. Jekha memang mengawasinya dan tidak lupa akan hal itu. Namun, selama saling bersama, ia merasakan bimbang yang kuat. Revan memberikannya impresi penuh enigma, kadang ingin mengkhawatirkannya, di lain waktu Jekha tidak ingin pemuda itu maju lebih jauh.

Jekha pula yang memulai taruhan terhadap remaja itu, saat kak Dyovor membeberkan apa yang dia lihat pada Revan setelah insiden Jemija. Hanya untuk meyakinkan perasaan gamangnya pada kehadiran pemuda berdarah Cina.

"Yang aku lihat di kepalanya ...." Mata Dyovor menyorotnya serius. Di depan pekarangan klinik yang seluruh jalannya tertutupi guguran daun oranye mereka saling berhadapan.

"Ingat saat aku bilang, di sudut saraf otakmu ada titik kecil asap?"

Jekha langsung mengangguk. Ia ingat pemeriksaannya yang berujung terkena semprot Dyovor. Namun, bukan saatnya Jekha mengenang salah satu memori lucu jika hal itu sampai membuat rahang Kakak di depannya ini menegang.

"Di kepalanya ada lebih banyak asap ungu yang menutupi jaringan sarafnya, auranya mirip yang ada dalam kepalamu-"

"Ka-kalau begitu, dia harusnya sudah lepas kendali lebih parah sejak awal!" seru Jekha skeptis.

"Iya tapi ada satu hal lagi ...," ujar Dyovor menahan sebentar perkataan. Lelaki itu mengamati Jekha yang tengah menahan diri, entah itu menyingkirkan rasa percayanya atau keraguan yang selalu meliputi tiap membahas Revan. "Ada selaput yang menahan kekuatanku masuk, tapi sepertinya tidak berpengaruh jika sesuatu ke luar dari dalam sana."

Tangan Jekha yang mengepal, mengendur lepas. Ia menggeleng-geleng terus kemudian berkata, "Jika tidak ada yang bisa masuk ke sistem sarafnya, bukankah seharusnya dia bisa jadi lebih gila dari aku?"

Dyovor memandang langit di atas mereka yang mulai menggelap. Dia perlahan menggeleng juga. "Aku tidak mengerti."

"Aku juga Kak!"

"Aku tidak tahu, apa dia ada dalam bahaya atau malah membahayakan, haruskah aku mengujinya lagi?" Jekha berujar penuh kefrustrasian. Hampir menyalang pada sosok teman kakaknya tanpa peduli rentang usia mereka.

"Jekha jangan gegabah!" tampik Dyovor tegas.

Ia meletakkan telapak tangan di dahi dan menyeretnya melewati muka. "Aku akan mencobanya ... kita hanya akan diam di tempat yang sama jika tidak berbuat apa-apa, kan?"

Dyovor tidak menjawab bahkan saat Jekha berjalan meninggalkannya. Dia menatap cemas punggung belakang Jekha yang semakin mengecil. Jetza ... aku harap dia mengambil pilhan yang tepat.

Jekha di kejauhan berhenti melangkah kala sudah tidak berada di sekitar klinik. Ia mengeraskan kepalan tangan, lalu menengadah menatap gelapnya malam. Kenapa ... apa aku benar-benar sudah merasa berteman dengannya?

Jekha menarik napasnya sangat pelan dan kembali mengangkat kepala. Di depannya, Jemija dan Theo sudah saling berhadapan. Dengan lima orang yang dalam pemeriksaan, mereka memulai cara penyelidikan ini lewat bantuan kekuatan Theo.

Sinar ungu perlahan berpendar dari pucuk kepala Theo hingga seluruh badannya. Kemudian binar itu merangkup badan Jemija seperti tubuh Theo yang sekelilingnya bercahaya. Dalam waktu yang kurang dari 30 detik, Theo menyudahinya dan langsung memeluk Jemija sembari mengusap punggng remaja tersebut. Terlihat mulutnya mengucapkan sesuatu yang hanya bisa Jemija dengar sampai pemuda itu membalas pelukannya lebih erat.

Jerri kemudian mendorong kursi roda Mike ke depan Theo. Hal yang sama terjadi lagi, tubuh keduanya berpendar keunguan.

Kilas balik yang Theo lalui pada Mike biasa saja. Dia menemukan Mike yang ternyata sangat perhatian merawat sebuah tanaman. Dalam lingkup sosialisasinya juga, Mike tidak seperti Jemija yang berada dalam perundungan. Kepribadian remaja ini cukup supel, masih ada teman yang bisa saling berbagi. Emosinya pun tidak dalam taraf yang mengkhawatirkan, masih selayaknya emosi remaja biasa tanpa kekuatan.

Mendekati kejadian di mana kekuatannya secara tak sadar mengambil alih tubuh Mike hampir membuat Theo membuang kursinya. Mike yang tengah membersihkan pot tanaman berdaun ungu dengan corak horizontal lebar seperti semangka tiba-tiba merasa sakit kepala. Pot yang dia pegang jatuh dengan isinya berhamburan. Beberapa petir listrik mulai menyambar tak tentu arah di sekitanya, menjadi penyebab dinding yang patah dan listrik utama terpicu hingga korsleting.

Orang-orang tidak menyadari kondisi Mike karena remaja itu berada di ujung sisi gedung kiri, di teras bersama kumpulan tanaman. Maka dari itu, ketika gerombolan orang datang, mereka tidak melihatnya. Namun, Mike di tengah ambang kesadaran berusaha melirik kerumunan yang datang tepat saat Jekha dan kawan-kawan sampai.

Perhatiannya teralih pada rematan tangan, lalu raut yang tampak tidak tenang. Begitu Mike memandang wajahnya, mata yang tampak sipit dengan kening berkerut serta rambut hitam legam yang terayun, menghempaskan embusan ungu dengan cepat padanya. Mike meremas kepalanya yang seperti tertimbun alat berat. Akibat nyeri tak tertahankan, Mike pun berteriak kesakitan bersamaan ledakan kilat yang keluar dari tubuhnya.

Theo membelalak kaget. Pendar ungu langsung lenyap ketika ia berdiri dan segera menerebos mendekati sosok wajah yang sesuai deskprisinya dengan pemicu kekuatan Mike.

"Je-Jekha ... minggir!" ucap Theo dengan napas memburu ketika melihat Jekha di depan orang yang dia tuju. Theo tampak ragu melihatnya dalam jarak dekat, padahal sejak awal kehadiran dia di sini selalu mencuri pandang ke arah Jekha.

Theo sekali lagi mencuri lihat ke arah Jekha, keterkejutannya seperti akan habis hari ini. Dia merasakan aura yang sama ketika menyelami kejadian yang Mike alami pada Jekha dan pemuda di belakang, tetapi tampak lebih kuat. Tubuh Theo memancarkan lagi cahaya ungu dan langsung menampilkan pertemuan Jekha Revan serta pengujian kekuatan remaja bermata sipit itu yang menghantarkan rangsangan kuat pada saraf Jekha.

Tangan Theo menyingkirkan Jekha dari tempatnya, membuat semua orang berdiri terkejut. Pemuda itu lalu berkata, "Menjauh darinya!"

.

.

.

Bersambung

Ah semakin buru-buru kayaknya

Semoga tetep di jalurnya ...

Jangan lupa vote and comment

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top