1. Kenapa Kamu Melihat?

Dua blok dari jalan raya Svobodnyy sudah merupakan wahana roller coaster berbentuk datar.

Selain sekolahnya di jalan Tolstogo, menentukan patokan jalan dengan jumlah blok yang dilewati, lupakan saja. Angka-angka itu akan hilang dengan cepat di pikiran Jekha. Apa lagi di bawah selimut malam, semua bangunan tampak sama, apartemen berdiri sepanjang jalan memenuhi ruang kota yang lama-lama terasa padat. Jekha bisa berakhir berputar-putar di sana.

Ketinggalan bus bukan pilihannya, tetapi masuk daftar kesialan malam ini. Bus di halte dua Krasnomoskovskaya sudah pergi dari jam enam lebih 20 menit lalu dan tidak ada jaminan bus selanjutnya datang dengan cepat. Mau tidak mau Jekha berjalan menyusuri blok ditemani langit malam.

Bukan maksudnya melupakan jatah piket beberapa kali. Ia sudah mengatakan pada bagian pengawas kebersihan jikalau di jadwal piketnya ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Akan tetapi, mangkir yang dilakukannya sama sekali tidak memberlakukan izin sehingga Jekha harus menanggung hukuman ini sampai hampir jam delapan. Membersihkan kelasnya yang luar biasa berbalut pasir dan debu sendirian. Seorang diri menyapu kelas 9 kali 12 meter.

Menjadi semua penyebab yang membuatnya berakhir seperti ini.

Di bawah rimbunan daun, Jekha melihatnya.

Melayang seperti bayang, tipis yang menerawang, terselubung hitam kelam. Ada perbedaan jelas antara gelapnya malam dan bayang hitam. Ia sudah hafal di luar kepalanya untuk mengidentifikasi musuh merepotkan yang selalu datang. Kali ini melekat pada anak yang berseragam sama dengannya.

Lekukan yang menjembatani tengah dahi dan garis tulang hidungnya berkedut. Mungkin harusnya ia menunggu kedatangan bus yang lebih larut saja. Jekha memijat-mijat hidung, kemudian menghela napas malas. Tangannya merogoh saku di samping tas, mengeluarkan benda berbentuk bulat dengan pucuknya yang terdapat sumbu kecil.

Kumpulan sengat bergumul di kepala Jekha sesaat, menciptakan reaksi kuat yang meremas seluruh tubuh. Detik itu pula ia melempar bom asap ke udara. Dengan cepat kabut pekat menutupi sekitar jalan. Tepat ketika lidi-lidi dari sapu yang Jekha bawa terbang di sekelilingnya.

Rangsangan elektrik bergerak kilat di pusat konsentrasi Jekha, mengunci sasaran yang telah menyadari keberadaannya.

Jekha menatap tajam si bayang hitam. "Telekinez aktif!"

Lidi-lidi meninggalkan gulungan asap yang bergerombol ketika terbang cepat menuju bayang hitam. Jekha mengaliri setiap batang lidinya energi kala bertubrukan dengan bayang hitam yang tidak kalah gesit. Penampakan bidang hitam membentang ketika lidi-lidi itu menerobos bayangan jelas di iris Jekha. Ia mengerutkan kening, tak suka. Kelima jari Jekha mengarah ke depan dan berputar mengikuti jarum jam seolah-olah berusaha menarik angin. Nyatanya, lidi milik Jekha kembali mundur, membentuk kumpulan lidi yang bersatu penuh kecepatan. Untuk kembali menerjang bagian tengah bayang hitam dari belakang. Sebuah lubang seukuran ikat sapu lidi menganga di tengah-tengah bayangan hitam. Tanpa membuang waktu Jekha melemparkan lidi-lidi lain serentak menusuk si bayang hitam hingga sosok itu tergerus gempuran dan lenyap. Bersamaan hilangnya kabut asap yang menyelubungi jarak pandang sekitar jalan.

Namun, belaian angin malam yang menyambut setelahnya tidak hanya menggetarkan bulu halus di permukaan kulit, tetapi jantung Jekha yang kadang bertalu keras dan berhenti sesaat. Lidi berhamburan di bawah kaki, tasnya tergolek di tanah terlupakan, bahkan jiwanya sudah jatuh tak bisa diselamatkan. Jekha menyorot horor sosok yang berdiri lima meter jauhnya di depan.

Ia sudah menanti batang lidinya berhamburan di depan sana. Akan tetapi, tidak hanya itu, sepasang sepatu hitam menopang kokoh badan yang berdiri tegap beserta wajah yang menghadap padanya. Mata itu hanya melihatnya datar seolah-olah menunggu.

Namun, Jekha tidak berharap menunggu yang satu itu. Telunjuknya bergetar naik menunjuk anak di depan. Suara hampir kelu tak mau dikeluarkan. Sejak kapan dia sedekat ini?

"Kamu sedang apa?" tanya Jekha yang sudah mengumpulkan niatnya ragu-ragu.

Dia menatap tak mengerti kemudian berkata, "Harusnya kamu menanyakan apa aku tidak apa-apa, bukan?"

"Be-berarti?" gumamnya hampir hilang tertelan panik.

"Mungkin kamu harusnya melempar bubuk bius saja biar aku pingsan."

Jekha selalu yakin. Selama 16 tahun dan hingga sekarang tidak pernah triknya gagal. Bom asap itu bekerja sesuai jangka waktu pemakaian kekuatan yang biasa Jekha habiskan. Dyovor sudah memastikan ketebalan asap yang tersebar mampu memutus pandangan orang biasa terhadap apa yang terjadi di balik kabut.

Kecuali ....

Kecuali jika orang tersebut salah satu pemilik kekuatan.

Mata Jekha melotot dari atas kepala anak yang bertubuh lebih pendek sampai ke ujung kaki. Seakan-akan mencari jejak khas seorang pemilik kekuatan istimewa. Meski telah memindai penampilan anak tersebut, Jekha tidak bisa menemukan apa-apa. Hanya anak SMA biasa yang sebagaimananya.

"Kamu kaget karena aku melihatmu beraksi tadi?"

Jekha mengubah pandangannya, kemudian sedikit berdeham sebelum mengembalikan dirinya dari keterkejutan. "Apa maksudmu? aku lagi kesal gara-gara piket malam! Memang aku berbuat apa selain membuang lidi-lidi ini?!"

Dia mengernyitkan dahi atas Jekha yang mengelak, tetapi masih membalas. "Melempar lidi?" katanya.

Seketika Jekha menjadi kikuk. "Iya, melempar lidi ke tanah, kan?" Ia melontarkan pertanyaan lanjutan dengan tawa yang terasa hambar.

Anak tersebut berputar 120 derajat ke belakang kanannya setelah menatap Jekha lekat-lekat. Dia menunjuk pada lidi yang berhamburan di aspal. "Jika aku tidak memperhatikan, aku akan berpikir kalau lidi-lidi itu terlempar biasa, tapi arah, kecepatan dan kestabilan saat lidi itu lepas sangat tidak mungkin."

"Hah?"

"Untuk seseorang yang memiliki kekuatan tangan dan melemparkan benda yang beratnya tidak mencapai 1 gram tetap akan jatuh beberapa senti di depan pelempar. Tapi kamu, kamu bisa melempar lurus dengan kecepatan yang tidak berkurang dan dalam jangkauan yang jauh." Dia kembali berbalik menghadap Jekha yang terkejut. Dua pasang mata saling berinteraksi, mengirimkan sinyal-sinyal pemahaman yang tak dibicarakan. "Aku merasa janggal, apakah kamu manusia?" tambah anak tersebut pelan.

"HAH???" Jekha terperanjat. Hampir-hampir melompat dari tempatnya menetap. Belum pernah ada yang seperti ini baginya, menganalisa bagaimana kekuatan Jekha bekerja di balik manipulasi benda-benda normal. Lain kali Jekha akan mengambil sarannya untuk menyebar asap berisi bius saja.

Jekha memejamkan mata dan mengangguk sejenak. Mungkin dia harus mencoba metode lain, biasanya orang yang cermat enggan peduli pada sekantung sampah. Ia beralih pada anak itu tanpa ragu dan bingung yang sempat melanda. "Aku jelas manusia tahu!"

"Oh, lalu?"

Entah pertanyaannya sungguh-sungguh atau hanya meledek Jekha. Ia sedikit jengkel mendengarnya. "Manusia dengan kelebihan." atau kemalangan, lanjut Jekha dalam hati.

"Manusia dengan ... kelebihan?" ulang anak tersebut memiringkan kepala pada Jekha

Jekha meninggalkan si anak menuju lidi-lidi sapunya yang berantakan. Sepertinya ia perlu membeli sapu pengganti untuk kelasnya, Jekha berniat menggunakan batang-batang lidi ini sebagai media kekuatannya jangka panjang. Satu per satu Jekha memungut lidi yang berserakan. Tak jauh dari belakang bunyi ketuk sepatu mengikuti langkahnya. Anak itu juga turut serta.

"Di dunia ini ada manusia-manusia yang memiliki kelebihan, tahu kan?" Ia melirik sosok di belakang sebentar, anggukannya tertangkap mata Jekha. "Termasuk aku ... yang punya kelebihan ganteng di atas rata-rata," jelas Jekha.

"Sialan, kamu main-main," ujarnya dongkol seusai melempar asal lidi-lidi yang telah dipunguti.

Kepala Jekha terangkat dengan mulutnya yang masih mengeluarkan tawa. Ia tidak sedikitpun melihat wajah anak itu dan kembali menyibukkan diri memunguti lidi yang berhamburan lagi.

"Lagi pula mana ada yang seperti itu," gumamnya pelan.

Anak tersebut berhenti mendadak di hadapannya saat ia kembali berdiri. Manik Jekha menangkap lima sampai enam lidi yang masih tersisa di genggamannya. Dia perlahan mendongak dan bertemu tatap tersirat prasangka Jekha. Dengan cepat Jekha mengubah ekspresinya.

Dia menyerahkan batang-batang lidi setelah menghela napas. "Maaf, mengumpat dan terima kasih atas apa pun yang kamu lakukan," ucapnya pasrah.

Jekha sedikit tercekat dan menyatukan kedua alis saat menatap anak itu. Tak tahu harus memberikan respons apa. Ia sudah menyemburkan kata-kata omong kosong, sudah juga membual, tetapi sepertinya laki-laki yang berdiri di hadapannya tidak mudah dikelabui.

Mungkinkah seharusnya malam ini menjadi waktu di mana kekuatan anak itu bangkit? Dan aku menggagalkannya?

Jekha menggeleng keras.

Dia mendapati Jekha yang geleng-geleng keras. Sedikit ngeri gelengan sekeras itu membuat kepalanya copot dari tempatnya, tetapi dia enyahkan dan berkata, "Kenapa?"

"Ah tidak, malam ini anginnya lumayan dingin, jadi sedikit pusing ya, kan?"

Sekilas Jekha melihatnya mengerutkan kening. "Pusing? Tidak tuh biasa saja, kamu tidak enak badan?" tanyanya khawatir.

"Kukira kamu juga merasa pusing karena angin malam, aku agak pusing di sini." Jekha menunjuk tepat di pelipisnya. "Kamu sungguh tidak pusing?" tambahnya lagi memastikan.

"Tentu saja tidak, dingin segini bagiku sudah biasa."

"Tidak mungkin ...," gumam Jekha rendah. Semua pemilik kekuatan yang ia temui selalu mengalami hal serupa. Memang pertanyaan pancingan itu kurang spesifik dengan maksudnya, tetapi Jekha tidak bisa menanyakan langsung seperti, 'hei, kepalamu terasa tersengat tidak?'. Bisa-bisa jika ia salah duga, orang akan menganggapnya gila.

Kala itu, Jekha terbangun di unit kesehatan setelah merasakan sesuatu yang menyetrum kepalanya. Bahkan untuk terbangun dengan benda-benda di sekitarmu melayang hampir membuatnya kembali pingsan, jika saja Dyovor tidak berkata mengejutkan tentang dirinya yang baru saja mengaktifkan kekuatan istimewa. Walau menurut Dyovor, hanya dia yang dalam kasus bangkitnya kekuatan hingga ke tahap tak sadarkan diri.

Jekha sekali lagi melirik sangsi. Ia benar-benar ingin mempertanyakan kejelasan anak ini sebagai pemilik kekuatan. Sebuah kelebihan dari yang lain dan kekuatan ini merupakan bentuk ancaman. Di usia yang belum menginjak dewasa, kekuatan besar tidak mudah bertahan dalam wadah emosi anak-anak serta remaja. Dia saat ini belum paham betapa Jekha dan kelompoknya menutup rapat dan berpura-pura dalam manipulasi kekuatan agar dapat terlihat normal. Kekuatan mereka menjadi ancaman seumur hidup. Akan tetapi, mereka dibebani untuk bisa membantu yang butuh pertolongan.

Di satu sisi mereka diajarkan bahwa kekuatan tidak boleh disalahgunakan dan harus dipergunakan penuh moralisasi, tetapi tidak berbanding lurus dalam kebebasan. Mereka tidak mendapatkan keleluasaan apa pun jika kekuatan yang tidak terukur tingkatnya diketahui secara terbuka.

"Sebenarnya kamu kenapa?" tanyanya sembari berdecak kecil, merasa aneh dengan semua kejadian yang telah menimpa.

Jekha tersadar dari sarang berpikirnya, ia menelan ludah. "Kamu benar melihatku ...?"

Dia mengangguk. "Iya, aku sudah mengatakannya, kan?"

Pundak Jekha langsung lemas. Seakan-akan menambah daftar panjang kesialan malam ini, ia harus berhadapan dengan anak yang telah menangkap basah kekuatannya beraksi. Apa ia harus membawa anak ini ke organisasi sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi? Pilihan yang bagus, mungkin dia akan memviralkan seisi organisasi, batin Jekha meringis. Akan tetapi, ia ingin memastikan sekali lagi.

Bahwa dia benar pemilik kekuatan.

Jekha melangkah mundur membuat jarak lima langkah dengan anak tersebut. Ia kembali membiarkan seluruh lidi yang sudah digenggam melayang di belakang tubuh. "Hei, dengar dengar," celetuk Jekha dengan suara lebih keras.

"Apa?" tanyanya tak mengerti.

Namun, Jekha menggeleng sekali, menolak untuk menjelaskan, alih-alih berujar, "Dengar saja."

Anak itu hanya mengedikkan kedua bahu asal. Mungkin dia menyerahkan pada Jekha untuk berlaku apa pun.

"Lihat ke tengah sini," kata Jekha lantang sembari menunjuk dirinya sendiri dan menyiagakan benda yang telah dalam pengaruh telekinesisnya. Ia bersiap akan lonjakan kekuatan baru yang mungkin menyerangnya nanti.

Meski tak terlihat dari luar, Jekha tahu anak itu tengah terpengaruh untuk mengikuti perintahnya. Sorotan mata yang begitu fokus menatap Jekha tanpa gentar.

"AKTIF!" instruksi Jekha final.

"Aktif?" ulang suara sang anak mengikuti perkataan Jekha. Dahinya menampakkan garis kerutan yang banyak, tetapi masih memusatkan perhatian pada anak laki-laki yang seumuran dengannya.

Jekha menanti lonjakan kekuatan di luar nalar. Akan tetapi, lima detik berlalu, tubuh ataupun sekitar anak tersebut tidak menunjukkan perubahan. Ini aneh! batinnya.

Anak itu pun hanya menggeleng-geleng dan bergumam tanpa suara, "Dasar aneh." Dia memundurkan tubuhnya untuk membungkuk pada Jekha, sekali lagi mengucapkan terima kasih sebelum berlalu meninggalkannya.

Namun, begitu Jekha hendak menggapainya, serbuan aliran elektrik merambat dari atas kepala dengan cepat. Jekha memegang kepalanya yang terasa dihantam ribuan jarum tanpa henti. Lidi-lidi yang telah bersiap pun melayang tak tentu arah di sekitarnya. Rasanya seperti kepala Jekha mau lepas akibat gempuran sengat yang lebih kuat. Ia bahkan tidak bisa mendengar apa-apa. Jekha tidak tahu apa yang terjadi, hanya merasa sekujur tubuh terutama kepala bagai tersetrum listrik.

Di bawah sadarnya, lidi-lidi Jekha melesat dalam hitungan detik pada sosok hidup terdekat. "Tidak! A-aku tidak bisa mengendalikannya ...."

Jekha rubuh dalam balutan sengatan elektrik. Penglihatannya sedikit menangkap batangan lidi yang lepas kendali melayang kilat menuju anak itu. Ia berusaha menarik lagi kekuatannya, tetapi Jekha benar-benar kehilangan kontrol atas pusat pikirannya.

Hal terakhir yang mampu ia rasakan hanyalah ....

"BERHENTI!!!"

.

.

.

Telekinez+
Kekuatan Telekinesis, mengendalikan barang dengan pikiran

Bersambung

Sapu Lidi sebenarnya penggambaran dari broom sticknya harry potter tapi kalo kebayang yg biasa buat nabok nabok kasur it's okay 😭👍

Doakan aku supaya lancar jaya menyelesaikan ini, amiin!!

Kritik dan saran juga yaaa biar aku bisa lebih baik 👍👍👍

Sekian dan Terima kasih

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top