Part 6

Pyar!

Untuk kesekian kalinya Kyungsoo harus mendengarkan suara pecahan piring yang berasal dari ruang tengah. Lelaki itu berlari untuk memastikan tidak ada hal yang lebih mengerikan terjadi.

Pyar!

"Eomma, kumohon tenanglah," ujar Kyungsoo yang berlari memeluk Eomma-nya. Menghindarkan wanita tersebut dari pecahan piring-piring koleksi kesayangannya dulu.

"Appa-mu memang brengsek. Bisa-bisanya ia pergi dengan wanita itu. Dia pikir dia siapa?"

"Eomma ...."

"Kau tahu kan, 40% saham Do Group adalah dariku. Sendiri. Tapi apa balas budi yang pria itu berikan. Ia justru pergi dengan jalang bau kencur."

Ini bukan pertama kali, Eomma bersikap emosional, bahkan wanita itu terkadang berteriak histeris dan menangis. Kyungsoo adalah anak satu-satunya di keluarga Do dengan total kekayaan, ratusan juta US dolar. Namun, hidupnya hampa, sudah 3 tahun ini ayah dan ibunya berpisah tanpa bercerai. Status keduanya sangat penting untuk mempertahankan Do Group.

Selama itu pula Eomma-nya tersiksa dan memerlukan obat-obatan untuk menyokong hidupnya.

"Eomma sudah minum obat hari ini?"

Pertanyaan Kyungsoo hanya dijawab dengan gelengan. Setiap Eomma terlambat minum obat, perilakunya selalu tidak terkendali. Kyungsoo paham kalau Eomma-nya bosan. Meskipun ia terlihat sehat, sebenarnya Eomma-nya mengalami stress disorder yang serius.

"Bibi Song, tolong ambilkan obat Eomma."

Wanita yang dipanggil kemudian datang dan menyerahkan dua tablet yang tidak boleh dihentikan konsumsinya selama beberapa tahun. Dengan telaten, Kyungsoo menyuapkan obat tersebut dan memberikan segelas air.

"Aku akan membawa Eomma beristirahat. Tolong Bibi bersihkan pecahan belingnya dan catat kode di belakangnya, aku perlu memesannya lagi nanti."

"Baik, Tuan."

Mengingat piring-piring yang terpampang di lemari sebelah kanan Kyungsoo adalah koleksi terbaik Eomma-nya. Wanita itu akan terkejut dan menangis saat menyadari tindakan gegabah yang baru dilakukan. Dan seperti biasa, Kyungsoo harus segera menemukan penggantinya malam ini.

***

Setelah mendapatkan piring pengganti koleksi ibunya, Kyungsoo pergi ke kampus untuk mengikuti sosialisasi acara di salah satu gedung. Sebenarnya ia tidak mendaftar sendiri, formalitas dari niat baik Chanyeol membantu temannya. Lagi pula, ia juga ingin belajar banyak dari acara tersebut.

Sesaat setelah ia memasuki gedung pusat kegiatan mahasiswa, pandangannya teralihkan pada tawa renyah seorang gadis dengan sweater merah jambu. Ia membenci gadis itu teramat sangat. Mungkin untuk orang lain, tak ada alasan untuk kebenciannya tapi bagi Kyungsoo, gadis itu adalah asal nestapanya.

Beberapa detik kemudian, ia sadar kalau ia sedang memperhatikan sesuatu yang tidak penting dan tak pantas. Segera ia berjalan ke ruangan selanjutnya dan menemukan anggota grup IDOL yang sudah menjaga beberapa kursi untuk teman satu gengnya.

"Kyungsoo-ya! Kemari!" teriak Baekhyun yang ditanggapi Kyungsoo dengan satu alis terangkat.

"Aku sendirian dari tadi coba. Mereka hanya minta tag tempat duduk. Memangnya aku joki dan untung saja kau datang. Duduk di baris belakangku ya," dikte Baekhyun saat lelaki itu masuk.

Tak lama kemudian, Chanyeol dan Jongdae datang dan duduk di kursi yang sudah disiapkan. Mereka berempat bercakap-cakap dengan asyiknya sampai tidak sadar kalau acara akan segera dimulai. Begitulah IDOL, terlalu kompak sampai tidak tahu tempat.

"Oppa-oppa di pojok belakang, tolong fokus sebentar, acara akan dimulai," tutur Sooyoung yang menjadi MC pada acara hari ini.

Gadis itu memaparkan garis besar acara pengabdian masyarakat yang akan dilakukan satu bulan lagi di Gyeongju. Tentunya acara ini bertujuan untuk mengembangkan potensi Gyeongju yang sebelumnya tidak dimanfaatkan dengan baik. Diharapkan kehadiran mereka dapat menginisiasi perubahan tersebut dan menilai prospek pengembangan lain untuk beberapa tahun ke depan. Sebagai relawan, mereka dibebaskannya untuk memilih kegiatan apa yang akan dilakukan di sana.

"Kau akan bergabung di pembangunan? Kau tidak bosan dengan gambar-gambar terus?" tanya Jongdae setelah pria itu memilih kegiatan yang selalu menjadi fokusnya dalam beberapa tahun terakhir.

"Dia kan memang Arsitek sejati," celetuk Baekhyun.

"Belum."

"Iya maksudku calon Arsitek, mahasiswa arsitektur sejati. Puas?"

Kyungsoo tersenyum tipis. Untuk pujian tersebut, ia sangat menyukainya. Ia lebih bangga disebut calon Arsitek ataupun mahasiswa yang belajar di bidang tersebut dari pada orang mengenalnya sebagai anak TuanDo.

"Kalian langsung pulang? Bagaimana kalau kita minum?" Ajak Jongdae pada teman-temannya.

"Kalian saja, aku mau ke Cheondam-dong."

***

Malam ini, Kyungsoo sudah membuat janji dengan salah seorang mucikari di Gaepo-dong. Bukan ingin membuat wanita-wanita malam menjadi tuna karya, Kyungsoo hanya ingin mengetahui potensi apa yang bisa dikembangkan dari mereka sehingga ada pekerjaan lain yang bisa mereka kerjakan. Lebih baik kalau nantinya bisnis prostitusi itu akan berakhir.

"Kyungsoo-ya!"

Namun, langkahnya terhenti pasca mendengar teriakan seorang gadis. Terlalu tidak beretika kalau wanita malam yang sebelumnya ditemuinya memanggil dengan gaya tersebut. Terlalu akrab.

"Kyungsoo-ya!"

Kyungsoo mengernyit mendapati sosok yang tak diharapkan justru memanggil-manggil namanya dalam kondisi mata terpejam. Ia berlalu, pura-pura tidak dengar.

"Cantik, kenapa kau tidur di jalan? Bagaimana kalau kau ikut dengan kami?"

Kini suara pemuda yang menggoda seorang gadis tertangkap telinga tapi Kyungsoo tetap teguh pada pendiriannya. Ia tak ada urusan dengan gadis itu.

"Siapa kau? Aku tidak mau! Kau pasti suruhan Kyungsoo!" Wanita tersebut menghardik pemuda-pemuda yang menggodanya dan membuat Kyungsoo tidak bisa bertahan lebih lama.

Kyungsoo berjalan mendekati gadis itu, "Aku di sini. Ayo pulang!"

"Jangan ganggu mainanku! Kau cari saja yang lain," ujar salah seorang dari pemuda tersebut.

"Dia bukan mainanmu. Aku mengenalnya. Sebaiknya kalian enyah!" teriak Kyungsoo dingin.

Yang dibela justru tidak peduli, ia mendekatkan wajahnya dan menangkup wajah Kyungsoo. Ia tersenyum, "Kau Kyungsoo?"

Kyungsoo mengangguk dengan wajah malas.

"Sudah tidak marah lagi?" tanya Jihyun dengan raut menggemaskan.

"Jangan marah! Aku 'kan tidak punya salah. Maafkan aku, please!" pinta Jihyun dengan mimik seperti anak kecil. Bibirnya mengerucut dan tangannya masih menangkup wajah Kyungsoo.

Kyungsoo tidak meladeni Jihyun, ia kembali menatap pemuda-pemuda tadi, "Pulanglah atau akan ku panggilkan Park Jungmin sekarang."

Ia terpaksa menyebut nama mucikari sekaligus bos kriminal di daerah tersebut. Sepertinya pemuda itu mengenal nama yang disebut karena setelah itu, mereka berbisik dan lari tunggang langgang.

"Ya, lepaskan tanganmu! Di mana kau memarkir mobilmu," tanya Kyungsoo dengan wajah datar.

Jihyun hanya menggeleng. Kyungsoo tidak tahu harus membawa gadis ini ke mana karena ia juga tidak mengenal teman-teman dekatnya dan tak tahu rumahnya di mana.

"Lalu kau mau kubawa ke mana?"

Kening Jihyun berkerut, "Ke rumahmu saja, boleh?"

Kyungsoo spontan berdiri dan menatap sinis, mendengar jawaban Jihyun. Sudah tertidur di daerah seperti ini dalam kondisi mabuk, minta diantar ke rumah pria asing. Jihyun ini sakit jiwa atau memang...

"Kemarikan tasmu!" perintah Kyungsoo sembari mencari ponsel gadis itu dan memintanya menghubungi teman atau keluarganya..

Jihyun patuh saja, memegang ponsel dan menekan salah satu nomor kontak, "Eomma."

"Aku sendirian di pinggir jalan. Kyungsoo meninggalkanku sendiri," rengek Jihyun yang membuat Kyungsoo mematung di tempat. Ia hanya mencoba balas budi tapi justru dikatai seperti itu.

"Siapa Kyungsoo? Kau sekarang di mana?"

"Kyungsoo, ya, Kyungsoo, Eomma. Laki-laki jahat yang membenciku. Memang aku dosa apa?" cerocos Jihyun dalam kondisi mabuk.

Tidak sabaran dengan kondisi gadis tersebut, Kyungsoo menarik ponsel Jihyun dan mulai bicara, "Selamat malam, Nyonya. Saya teman Jihyun kebetulan menemukan gadis ini mabuk di jalan. Ke mana saya bisa mengantarnya?"

"Oh Tuhan. Anak itu tak akan kubiarkan berkeliaran lagi malam-malam. Maaf saya bicara dengan siapa? Akan kukirimkan alamat rumahku lewat pesan. Kau bisa mengantarnya?"

"Saya Do Kyungsoo, Nyonya. Tolong Anda menunggu."

"Terima kasih, Nak. Aku akan bersiap di depan. Nanti, katakan saja pada security kalau kau akan ke rumah Tuan Nam."

"Baik, Nyonya."

Kyungsoo menutup telepon dan memapah 'teman'-nya. Ternyata, tidak mudah juga menemukan Taxi di daerah tersebut hingga Kyungsoo memerlukan waktu sampai 20 menit. Di dalam hati ia merutuki kesialannya hari ini. Sekali lagi ia menggagalkan rencananya dan justru harus menolong gadis yang sama sekali tak ingin dilihatnya.

***

Hope you like it guys :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top