Part 3
Orang-orang selalu membayangkan Jihyun sebagai sosok yang tegas bahkan cenderung galak. Mengedepankan logika dan kurang berperasaan. Sebenarnya saat ada seseorang bersikap seperti itu, patut dicurigai kalau ia menyimpan kepekaannya dengan ketegasan. Agar tidak ada yang berani mengerti perasaannya. Perasaan Jihyun begitu rapuh layaknya gelas kaca. Dan benar saja, Kyungsoo sudah menjatuhkan gelas kaca itu, hingga pecah berkeping-keping.
Gadis itu mengomel hingga tengah malam. Ia masih tidak terima dikatakan jalang. Seingatnya, tidak sekalipun ia bersikap seperti yang dikatakan Kyungsoo. Pergi ke lokalisasi pun tidak pernah. Clubbing juga hanya sesekali dan itu hal biasa untuk lingkaran pertemanannya sejak sekolah menengah. Bahkan sebenarnya, ia dikenal paling cupu karena kedatangannya hanya untuk pesta tertentu. Kalau itu karena pakaiannya tadi, pikiran Kyungsoo terlalu dangkal. Sooyoung juga menggunakan pakaian mini. Apalagi, gadis yang memanggilnya Oppa, lebih mirip pakaian kurang bahan.
"Jangan pulang!"
Karena Sooyoung melarang Jihyun keluyuran malam ini. Ia harus siap dengan konsekuensi menemani temannya yang sedang kacau.
Jihyun memang tidak akan pergi minum sendirian atau menjatuhkan tubuhnya di sembarang tempat. Namun, Sooyoung termasuk dari sekian orang yang membenci hobi night traveler nya. Risiko seorang gadis berkeliaran malam terlalu tinggi sekalipun dengan mobil. Berkali-kali ia sudah mengingatkan Jihyun untuk berhenti tapi gadis itu terlalu mencintai hobinya. Apalagi di saat kacau seperti ini.
"Kalau besok aku menemuinya dan berbicara empat mata bagaimana?" tanya Jihyun minta pendapat.
"Kau hanya semakin mencari masalah. Anggap saja dia salah orang."
"Itu tidak akan menyelesaikan apapun. Bisa jadi dia akan terus menganggapku seperti itu."
"Yang penting kau tidak seperti itu"
Menurut Sooyoung tidak ada gunanya menjelaskan panjang lebar kondisinya pada Kyungsoo. Lagi pula mereka bukan teman yang harus membuat semuanya serba jelas. Hubungan mereka hanya sebatas orang yang dikenal. Mungkin, akhir-akhir ini mereka sering berpapasan, tapi siapa yang akan menjamin intensitasnya. Kampus mereka 'kan luas.
"Tidak bisa seperti itu. Siapa yang menjamin ia tidak siaran ke mana-mana."
Sooyoung membela Kyungsooo kalau pria itu bukan tipe yang toa. Kalaupun ada anggota IDOL yang seperti itu, pasti pilihannya adalah Baekhyun atau Chanyeol.
"Aku tidak ingin citraku rusak di kampus."
"Kau kan bukan artis kampus."
"Tidak hanya artis kampus kan yang harus menjaga citranya. Apakah yang berperan di kampus hanya orang-orang yang memberi hiburan? Bagaimana dengan orang yang belajar mengurus mereka dan masyarakat? Lalu, mahasiswa yang hanya ingin belajar, apa mereka tidak boleh menjaga nama baiknya sendiri."
Pembelaan Jihyun tidak hanya untuk dirinya tapi untuk semua mahasiswa yang berhak untuk memiliki kesan yang baik di mata lingkungannya. Siapapun itu.
Sooyoung membuang napasnya kasar, "Kau tahu kan dia IDOL". Alasan gadis itu ternyata tidak jauh-jauh dari grup yang digilai di kampusnya. Ia khawatir kalau hal ini diperbesar dan tercium oleh penggemar, semua pasti runyam. Apalagi lagi kalau Kyungsoo tidak sependapat dengan sahabatnya.
***
Kelas Jihyun di hari Kamis hanya sampai pukul 11 siang karena sudah dimulai sejak jadwal terpagi. Sebelum rapat rutin sore nanti, ia masih punya 4 jam kosong yang bebas ia gunakan untuk pulang ataupun hangout. Sayangnya, tidak ada rencana pulang untuk tidur siang ataupun pergi hangout. Ia ingin menyelesaikan hal yang membuatnya gusar beberapa hari ini. Jihyun bahkan sudah memiliki jadwal kuliah orang yang ingin ditemuinya.
Karena tidak mendapat respon dari pesan yang dikirim, Jihyun memutuskan untuk mendatangi langsung ruang sekretariat grup paling eksis di kampusnya.
"Dari ruang admin IT, lurus sampai ada toilet dan belok kiri," gumamnya pelan. Sebenarnya ia sudah berkeliling di bangunan itu tapi tidak menemukan lokasi yang dimaksud. Sekalipun IDOL tersohor dengan penampilan di atas panggung dan pesona personilnya, Jihyun tidak terlalu familier dengan tempat-tempat nongkrong ataupun ruang sekretariat mereka.
"Hi, Jihyun! Kau terlihat bingung."
Gadis tu menoleh kanan dan kiri mencari asal suara yang menyapanya. Ia sudah terlihat lelah, buliran keringat menetes dari keningnya.
"Apa yang kau cari?" tanya seorang gadis dengan perawakan kurus dengan tubuh yang cukup tinggi. Jihyun mengenalnya, meskipun tak dekat, mereka sama-sama sering terlibat sebagai panitia di acara-acara kampus.
Jihyun agak malas menjawab, takut-takut kalau gadis itu termasuk barisan penggemar IDOL seperti sahabatnya. Bisa-bisa ia dilarang atau dilaporkan pada fans yang lain. Namun, kalau ia diam terus menerus, sampai kapan akan maraton mengelilingi gedung.
"Di gedung ini ada ruangan club apa saja?
Gadis itu tersenyum simpul. "Sejujurnya aku tidak terlalu hafal, yang jelas ada radio kampus dan drama."
IDOL tidak disebut, entah gadis itu tidak mengetahuinya atau melupakan grup tersebut, Jihyun menunjukkan wajah tidak puas. Seakan memahami ekspresi Jihyun, gadis itu mencoba mengingat-ingat, "Oh, ya, ada satu lagi, IDOL. Apa kau mencarinya?"
Satu anggukan refleks Jihyun membuat mereka berdua berdiri bersama di depan ruang sekretariat IDOL. Ruang seluas 16 meter persegi dengan poster berwajah anggotanya di berbagai sudut ruang. Berbicara beberapa menit selama di perjalanan menuju ruang di lantai 3 itu membuatnya yakin kalau gadis yang bersamanya bisa dipercaya. Lagi pula, gadis itu mengenal baik salah satu dari pria yang ada di sana. Pasti kondisinya mudah dipahami
"Permisi, apa Chanyeol Oppa ada di dalam?"
"Chanyeol sudah pulang. Kau Gayoung 'kan?Text book-nya dititipkan padaku." jawab seorang pria berparas cantik, "kau tidak punya senior lain apa selain Chanyeol? Hampir setiap semester kau selalu kemari."
Ternyata gadis itu meminjam buku dari salah satu anggota IDOL. Jihyun tidak bisa membayangkan kalau Sooyoung yang mengklaim Park Chanyeol sebagai bias ultimate-nya tahu, pasti ia iri setengah mati. Selesai dengan urusannya gadis itu menepati janjinya untuk membantu Jihyun, "Sunbae, apa kau melihat Kyungsoo?"
"Sejak kapan kau mencarinya?" selidik pria yang Jihyun kenali sebagai Bekhyun, berdiri sembari menyerahkan kantong plastik pada Gayoung.
"Sejak hari ini. Temanku ada urusan."
Jihyun yang dari tadi hanya diam menunggu, ikut bicara, "Perkenalkan aku Jihyun, teman Kyungsoo. Bisa bertemu dengannya?"
"Kita tidak berteman."
Jihyun hampir saja melompat karena terkejut mendengar suara di belakangnya. Spontan tubuhnya berbalik. Pria yang ditunggu kini sudah di depan mata. Agaknya, dewi fortuna sedang berpihak padanya. Ia tersenyum ramah sekalipun sedikit tertohok dengan perkataan Kyungsoo.
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ujar Jihyun memulai.
"Kita tidak ada urusan apa-apa."
"Soal kejadian di Gangnam waktu itu. Aku rasa kau salah paham."
"Tidak ada yang salah paham. Sudah jelas kau menabrak mobil temanku yang berhenti di lampu merah. Apa kau ingin kasus ini dilanjutkan ke ranah hukum?" ancam Kyungsoo dengan raut datar.
Baekhyun yang sedari tadi memperhatikan pun tidak bisa tinggal diam. "Woo. Apa kalian terlibat kecelakaan? Kau tidak terluka 'kan?"
Gelagapan pria itu memeriksa tubuh Kyungsoo satu per satu. Kalau saja Kyungsoo tidak mendelik, mungkin Baekhyun akan mengangkat pakaian Kyungsoo di depan umum.
"Kau nekat sekali mencari masalah dengan Hades kami. Bisa-bisa besok kau tinggal nama, dikirimnya ke neraka," tukas Baekhyun polos. Raut wajah cool pria itu selalu membuat suasana mencekam untuk sekitarnya.
"Hyung, jangan ikut campur!"
Tidak ada bantahan dari Baekhyun, ia kembali ke dalam dari pada harus berurusan dengan Kyungsoo.
"Maaf, sebelumnya untuk kecelakaan itu tapi aku tidak sepenuhnya salah saat itu. Temanmu terlalu mendadak menginjak remnya. Dalam kecelakaan beruntun, pihak yang menginjak remnya mendadak memiliki tanggung jawab paling besar," jelas Jihyun yang belum ingin berhenti berkilah.
Kyungsoo menatap Jihyun sinis, "Baik, akan kusampaikan pada temanku."
"Alasanku kemari bukan hanya itu. Aku tidak tahu ada kesalahpahaman apa di antara kita, tapi tidak seharusnya kau memanggilku dengan sebutan kemarin ataupun menyerangku tanpa sebab."
"Menyerang? Panggilan itu bukan salah paham."
"Lalu, karena apa?"
"Kalau aku ada salah padamu, aku minta maaf. Tapi tolong jelaskan agar aku bisa memperbaikinya dan tidak mengulang lagi. Kau ... tidak perlu menyebutku seperti itu."
Jihyun semakin bingung karena tak ada respon dari Kyungsoo. Kalau memang seseorang bebas menilai orang lain, setidaknya mereka harus bisa berpikir terbuka untuk memberikan penilaian yang adil. Tidak menilai sepihak apalagi dengan alasan yang tidak jelas.
"Mulai hari ini, kumohon jangan panggil aku seperti itu lagi. Aku sudah memberikan kesempatan untuk menjelaskan tapi kau melewatkannya. Jika terulang lagi, aku tidak segan-segan menghabisimu."
Gadis itu sudah kehilangan kesabaran. Bahkan ia tidak peduli kalau Gayoung akan menyebarkan luaskan kejadian hari ini pada penghuni kampus.
"Aku harap kita tidak perlu bertemu lagi," ucap Kyungsoo sebelum berbalik dan menutup pintu dari dalam.
Jihyun mematung. Seharusnya yang berkata seperti itu adalah dirinya. Ia memukul kasar pintu ruangan di hadapannya dan meneriaki Kyungsoo, "Demi apapun, aku tidak akan sudi bertemu denganmu lagi."
Gayoung justru menariknya mundur. Tak nyaman temannya menjadi bahan tontonan. Mungkin Jihyun harus belajar untuk mengabaikan perkataan orang lain. Selama dia bukan apa yang dikatakan Kyungsoo, ia tidak perlu mengklarifikasi apapun. Semua orang bisa menilai.
***
Sering nggak sih ketemu orang kaya Kyungsoo. Suka nge-judge tapi nggak bisa diajak diskusi, sabar-sabar aja ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top