Bab 6

Apa kabar semua ... Semoga sehat yaa. Eum sebenernya ini mau aku up hari Jumat gitu, tapi ada beberapa yang tanya kapan up, yodah aku kasi sekarang jelah, hehe

Selamat membaca 💜

**


Duduk melingkari meja besar menunggu kedatangan bos adalah hal membosankan baginya. Membunuh rasa itu, Seruni bersandar memainkan gadget. Sementara Wulan justru tengah serius mendengarkan soal rencana pernikahan Sandra yang sedianya akan dilaksanakan bulan depan.

"Jadi lo mau pernikahan lo di tepi pantai gitu?"

Seruni melirik mendengar ucapan Wulan. Pernikahan di tepi pantai adalah impiannya. Suasana private hanya dikelilingi oleh keluarga inti dan sahabat adalah keinginannya kala itu.

Mengingat semuanya membuat Seruni menarik napas dalam-dalam. Mendadak mood-nya buyar meski hanya sekadar memelototi deretan foto Instagram idolanya.

Pintu terbuka, semua mata menatap ke arah yang sama. Mery mempersilakan dengan sopan pria berbaju formal yang tengah menebarkan senyuman ke arah semua yang hadir di ruangan itu.

Seruni tampak menyipitkan mata mencoba mencoba mengingat sosok pria yang tengah berjalan dan berhenti di tempat di depan semua karyawan.

Satu cubitan kecil menyapa lengannya.

"Seruni, are you thinking what i'm thinking?" bisiknya. "Dia yang kita kenal di pesta Sandra, kan, Runi! Dia bos kita. Gila nggak sih! My dreams come true. Oh my God!"

Tak menanggapi, Seruni menjauhkan lengannya seraya membalas senyum bos baru yang matanya tengah menelisik dia dan Wulan.

"Ada apa, Wulan? Kamu terlihat sibuk sekali?" selidik Mery.

Merasa disindir, Wulan tersenyum masam kemudian menggeleng.

"Oke, sekarang saatnya perkenalan. Silakan, Pak Banyu," tutur Merry.

Suara bariton nan tegas keluar dari mulut pria bertubuh tegap di depan mereka. Dari postur tubuh pria itu, semua orang akan bisa dengan cepat menyimpulkan bahwa dia penyuka olahraga.

Senyum ramah dengan mata yang selalu tajam saat berbicara membuat seluruh karyawan yang ada di ruangan itu terpukau, terlebih kaum hawa tentunya.

Setelah pria berdasi itu memperkenalkan diri, giliran para staf yang berdiri satu per satu untuk mengenalkan diri berikut jabatannya. Mengabaikan bahwa dia pernah berkenalan dengan Banyu, Seruni mencoba tenang sehingga mengalir kalimat perkenalan tanpa terlihat canggung.

"Jadi Seruni ini yang akan menemani saya ketemu klien pekan depan, Bu Mery?"

"Iya, Pak. Seruni ini salah satu karyawan berprestasi. Dari dia banyak perusahaan yang dengan senang hati bekerja sama dengan perusahaan ini,"papar Mery.

Pandangan Banyu kembali pada Seruni yang tengah tersenyum karena dipuji. Sejenak mata mereka saling bertemu, tetapi cepat Seruni mengalihkan pandangan ke Mery yang juga tengah menatapnya.

Dia mendengar deheman kecil keluar dari mulut Wulan yang membuatnya refleks menginjak kaki rekannya itu. Menahan sakit, Wulan hanya meringis tanpa berani mengeluarkan suara.

**

"Usia tiga puluh tahun, memiliki pekerjaan sangat layak, jomlo, ganteng, perangai baik ... what a wonderful world!" seru Wulan di balik kemudinya.

Seruni tersenyum tipis.

"Casing kek gitu banyak, Lan. Lo lupa apa?"

"Ya enggak lupa, Run, tapi ...."

Seruni menarik napas.

"Itu artinya lo jangan berekspektasi muluk-muluk!"

Mengedikkan bahu Wulan mengangguk.

"Tio ngajak kita ketemu," tutur Seruni yang baru saja membuka pesan di ponselnya.

"Mau ngapain emang?"

Mengerutkan kening, Seruni menggeleng.

"Di mana katanya?"

"Di tempat biasa!"

"Ini kita langsung cabut ke sana?"

"Dia bilang penting, jadi ...."

"Oke! Kita meluncur sekarang!"

Kafe dekat kantor Tio bisa dibilang base camp mereka saat kumpul. Ketiganya selalu saling support dan saling mendengarkan jika salah satu dari mereka mempunyai masalah. Soal apa pun mereka selalu bercerita.

Lambaian tangan Tio menuntun mereka mendekat. Pengacara muda itu terlihat gembira menyambut keduanya.

"Gue udah pesan makanan kesukaan kalian seperti biasa!" tuturnya membuka pembicaraan saat Seruni dan Wulan duduk.

"Kenapa lo, Tio? tanya Wulan setelah mereka semua duduk.

Pria berkemeja cokelat itu terkekeh kemudian menggeleng.

"Nggak kenapa-kenapa sih, kangen aja! Kan lama tuh kita nggak kumpul."

Seruni menautkan alisnya lalu menatap Wulan yang juga tengah menatapnya.

Sambil tertawa, dia berkata, "Kangen? Tumben! Loe pasti ada maunya sih kalau modus kayak gini. What happened, Dude?"

Tio nyengir. Mereka bertiga tersenyum ke arah pramusaji yang datang membawa pesanan. Setelah  mereka semua mengucapkan terima kasih, Wulan menatap Tio.

"Benar apa yang dibilang Seruni, lo kenapa?"

Tio menarik napas dalam-dalam, wajah tengilnya mendadak hilang seketika.

"Gue nggak habis pikir sama Gery," ungkapnya seraya meraih pisau dan garpu untuk memotong steak di depannya.

"Gery siapa?" tanya Seruni.

Meluncurlah cerita dari pengacara muda di depannya soal kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Lidya teman kuliahnya dulu.

"Gila, sih! Gue biar brengsek mikir juga mau berbuat kasar seperti itu ke perempuan!"

"Lidya itu bukan cuma mengalami kekerasan fisik, tapi juga mental!" paparnya lagi.

Seruni menarik napas dalam-dalam. Dia menatap Wulan yang asyik menghabiskan steaknya seolah tak peduli dengan kisah yang di ceritakan Tio.

"Wulan, lo dengerin cerita Tio nggak sih?"

Perempuan berambut sebahu itu menoleh.

"Gue denger, Runi. Gue tahu bagaimana rasanya jadi Lidya. Lo lupa seperti apa bokap gue ke nyokap? Gue udah hapal di luar kepala!"

Seruni menelan ludah lalu mengalihkan pandangan ke Tio.

"Makanya gue milih Bram karena gue tahu dia nggak seperti bokap juga si Gery itu!" sambungnya lagi.

"Gini loh, maksud gue cerita soal Lidya karena ada yang aneh."

"Aneh?" Seruni dan Wulan bertanya bersamaan.

"Perempuan itu aneh!" jawabnya sambil menyuapkan steak ke mulutnya. Sementara kedua rekannya masih menunggu jawaban Tio.

"Lo pada ngapain ngeliat gue makan? Seruni, kenapa dari tadi lo anggurin itu makanan! Wulan, lanjutkan makannya!" titah Tio.

"Eh, Dodol! Kita berdua ini nunggu cerita lo selanjutnya! Kenapa lo bilang perempuan itu aneh!" Wulan berkata dengan nada sewot.

Tio terkekeh mendengar ucapan itu.

"Ini kan udah sidang ke sekian kalinya, yang menggugat juga si Lidya, tapi ...."

"Tapi?" Seruni terlihat antusias.

"Mereka rujuk!"

Mata kedua rekannya membulat.

"Rujuk lo bilang?" Wulan meletakkan garpunya.

Tio menaikkan alisnya kemudian kembali meneruskan makannya.

"Aneh, kan? Nggak salah, kan kalau gue bilang perempuan itu aneh?"

Seruni menarik napas dalam-dalam.

"Lo mungkin benar perempuan itu aneh, tapi pasti ada alasan yang lo nggak tahu. Alasan yang dia sembunyikan," tuturnya.

"Tapi kalau itu terjadi ke gue, gue nggak bakal sudi balik lagi apa pun alasannya! Enak aja! Emang di dunia ini cuma satu aja apa laki-laki?" sambung Seruni lagi.

Mendengar perkataan sahabatnya, Wulan dan Tio saling menatap.

"Ehm, lo sedang berbicara untuk diri lo sendiri, Run?" tanya Wulan mengulum senyum.

Mendengar ledekan itu, Seruni mendengkus.

"Kenapa jadi gue sih? Udah ah, gue mau makan!"

"Jadi gimana, Run? Bos kita ganteng, kan? Gue rasa lo punya peluanglah untuk pdkt, sebab ...."

"Wulan, gue mau menikmati makanan ini, jangan lo rusak mood gue deh!"

Terkikik Wulan meneguk lemon tea di depannya.

"Kalian ganti Bos? Bukannya dulu botak ya? Kok bisa jadi ganteng?" celetuk Tio.

"Iya, hari ini bos kita baru, dan ... ganteng! Lo lewat deh!" sahut Wulan terkekeh.

Alis Tio terangkat.

"Gua yang kayak gini lewat lo bilang, Lan?"

"Iya. Lewat!"

"Seruni, beneran bos lo ganteng?" tanya Tio meyakinkan. "Sebab kalau cuma Wulan yang memberikan testimoni, gua nggak yakin! Dia mah siapa aja asal tajir dibilang ganteng!"

"Tio! Lo udah ngeremehin gue! Awas lo!"

"Gue nggak ngeremehin, gue mau mencari kebenaran aja ke Seruni!"

"Gue nggak sematre itu juga kali, Tio!"

"Tapi beberapa waktu lalu lo juga agak gimana gitu waktu lihat klien gue Om Brewok yang nggak ganteng banget tapi bawa Vellfire, kan?" sanggah Tio.

"Yakan itu gue kagum aja, Tio! Lu begitu banget ke gue!" keluhnya.

Sementara kedua sahabatnya tengah berdebat, Seruni asyik menghabiskan makanannya sambil mengamati tas tangan terbaru berlogo LV di Instagram.

"Eh tapi sebentar, Tio!" Wulan mengalihkan pandangan ke Seruni.

"Pagi tadi, Seruni ke kantor naik motor yang produksinya terbatas itu, Tio!"

Tio kemudian menyebutkan beberapa merek yang di maksud dengan mata menyelidik.

"Nah iya, yang loe sebut barusan! Itu kan cuma beberapa yang punya di dunia ini, Bro!"

"Lo yakin, Run? Dia pake motor itu?" selidik Tio.

"Seenggaknya gue masih bisa baca tulisan di motor itu, Tio. Kalau KW atau ori-nya, mana gue tahu!" balasnya cuek.

"Lo mau gue cari siapa pemiliknya?"

Seruni terbatuk mendengar pertanyaan Tio, sambil menggeleng dia berkata, "Nggak usah! Ngapain sih! Bodo amatlah. Yang penting gue sampe di kantor dengan selamat pagi tadi. Gue nggak butuh untuk tahu siapa itu orang!"

Dengan mata mengerling Wulan berkelakar, "Ciee, yakin lo nggak pengin tahu pemiliknya?"

Seruni menggeleng cepat.

"Nggak!" tegasnya seraya kembali menyesap minuman di depannya. "Kalian ini kenapa sih?"

Wulan dan Tio berpandangan saling menahan tawa.

**

Boleh kasi komen cantiknya dungz 😁🤭

Jan lupa kalau ada typo, colek yaa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top