Bab 31 (Tamat versi Wattpad)

Melihat wajah kusut Seruni membuat dahi Wulan berkerut. Menyenggol lengan Tio dia memberi isyarat agar memperhatikan paras sahabat mereka.

"Lo kenapa, Run?" tanya Tio sembari memiringkan kepalanya menatap Seruni. "Muka ditekuk gitu?"

Seruni menghempas tubuhnya di kursi. Wajahnya benar-benar terlihat kesal. Bertemu Andro bukan keinginannya, meski sudah bisa move on, tetapi dia masih tidak bisa menghilangkan rasa benci pada dirinya sendiri yang dengan mudah percaya pada semua yang dikatakan Andro kala itu.

Kini saat dia sudah bisa memupuk banyak asa dengan Banyu, justru pria itu datang dan mengingatkan kembali peristiwa yang membuat dirinya sempat terpuruk.

"Seruni! Lo gue pesenin soto Betawi, lo mau, kan?" Wulan membuka pembicaraan saat pelayan mengantarkan pesanan mereka.

"Thank you, Lan." Seruni mengangguk kemudian meneguk air jeruk nipis kesukaannya hingga tandas.

Melihat gelagat aneh dari sahabatnya, Wulan mendelik kalau menoleh ke Tio yang sedang menerima telepon dari rekan kerjanya.

"Seruni, lo kenapa sih?"

Menarik napas dalam-dalam, Seruni membalas tatapan Wulan.

"Gue ketemu Andro barusan!"

"Hah? Serius?"

Mengangguk, Seruni mulai mengaduk soto di depannya.

"Terus?"

"Gue tabok dia tadi!" jawaban santai sembari memasukkan sesendok soto ke mulutnya.

Mendengar jawaban Seruni, Tio terkikik sembari menjauhkan ponsel dari mulutnya. Pun demikian dengan Wulan. Perempuan yang sangat mengetahui kisah hidup Seruni itu tak mampu menahan tawa. Sementara Seruni justru mengedikkan bahu dan kembali menikmati makanan di depannya.

"Seruni gue kembali!" seru Wulan masih dengan tawa.

"Terus? Kenapa lu malah kelihatan kesal, Run?" tanya Tio setelah mengakhiri obrolan dengan rekan kerjanya.

Menggeleng cepat, Seruni menjawab, "Seperti biasa, dia meminta maaf dan masih mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi waktu itu!"

"Lalu?" kejar Wulan.

"Ya gue nggak mau dengerin lagi. Basi udah! Untuk apa lagi? Toh dia sekarang udah happy! Dan gue juga udah nggak butuh penjelasan apa pun lagi!"

Wulan mengangguk, lalu mulai menikmati hidangan pilihannya. Tampak Tio mengambil beberapa kali sambal untuk diletakkan ke mangkuknya.

"Raja pedas! Ati-ati lu, Tio, perut sakit lagi!" Wulan mengingatkan.

"Nggak sesakit saat aku mendengar Seruni bakal melepas masa jomlonya, Lan!" kelakarnya sambil melirik Seruni.

"Mulai lagi deh! Jangan bikin gue berada pada pilihan yang sulit deh, Tio!" Seruni menimpali candaan Tio.

Mereka kemudian tertawa renyah menikmati kebersamaan senja itu.

**

Mengenakan gaun panjang berwarna marun, dengan kerah asimetris, Seruni terlihat sangat cantik dengan leher yang berhias kalung mutiara. Malam itu dia dan keluarganya diundang makan malam oleh keluarga Banyu.

Kemarin siang, Banyu banyak bercerita tentang perubahan omanya pada Seruni. Berulangkali Rima memintanya agar segera mengundang keluarga Seruni untuk datang ke rumah mereka.

"Mama adalah orang yang paling repot jika ada acara makan malam. Karena beliau orangnya paling tidak suka ada ketidaksempurnaan dalam hal sajian. Jadi saat aku datang, Mama langsung memintaku untuk mengantar ke katering milik Tante Ayu teman dekat Mama."

Seruni melebarkan senyum mendengar cerita Banyu. Keluarga yang sangat ideal di matanya itu meski kaya raya, mereka sangat rendah hati dan bisa dibilang tidak suka memamerkan apa pun yang mereka miliki.

"Saat aku mengantar Mama, sepanjang perjalanan beliau mengungkapkan keheranannya pada perubahan drastis Oma."

"Menurut Mama, sepulang dari mal, tiba-tiba saja Oma minta agar Mama menghubungi papa dan mengatakan jika Oma setuju dengan pilihanku, dan ingin segera dilanjutkan ke tahap selanjutnya."

Lagi-lagi Seruni mengulum senyum. Tak habis-habisnya dia bersyukur pada kejadian yang sama sekali tidak pernah dia rencanakan sebelumnya itu.

"Aku bersyukur Oma sudah bisa memahami apa yang menjadi pilihanku. Meski aku masih penasaran apa yang membuat Oma berubah."

Sentuhan tangan sang mama di bahunya membuat Seruni menoleh.

"Mama perhatikan kamu sejak tadi senyum-senyum. Pasti kamu sangat bahagia seperti halnya Mama juga Papa, iya, kan?"

"Mama," tuturnya malu karena kedapatan tengah melamun.

"Kamu sudah siap, Sayang?"

"Siap, Ma."

"Ya sudah, ayo! Papamu sudah menunggu di mobil!"

Mengangguk, Seruni bangkit dari duduk lalu melangkah bersama mamanya menuju pintu.

"Kamu cantik, Sayang," puji Ida sembari mengusap bahu Seruni.

Mendengar pujian mamanya, paras Seruni bersemu merah. Sambil tersenyum dia berkata, "Karena Mama juga cantik!"

**

Sejak gerbang pagar terbuka, sambutan hangat terasa begitu dalam. Seluruh anggota yang tinggal di kediaman keluarga Banyu seolah menyambut gembira acara makan malam hari itu.

Tampak Banyu, Lisa, Fery, dan Rima menyambut kedatangan keluarga Seruni. Bantu yang sejak tadi tak bisa mengalihkan pandangannya dari Seruni sedikit terkejut saat lengannya di tepuk oleh Lisa.

"Mama tahu Seruni memang cantik, tapi kalau kamu bengong begini terus kapan kita masuk, Banyu?"

Semua tertawa melihat ekspresi Banyu, sementara baik Banyu atau Seruni sama-sama mengulum senyum.

"Mari masuk, kita langsung ke halaman belakang aja," ajak Rima yang terlihat justru terlihat sangat antusias sekarang.

Banyu berjalan melambat, dia meraih tangan Seruni yang membuat perempuan berhidung mancung itu menghentikan langkahnya.

"Ada apa?"

Banyu bergeming, dia menatap Seruni dari ujung rambut hingga kaki sembari tersenyum manis. Dipandang sedemikian rupa tak pelak membuat Seruni salah tingkah.

"Ada apa sih? Ada yang salah dengan bajuku atau ... dandanku norak ya?" tanyanya mulai tak percaya diri.

Tawa kecil Banyu terbit, dia menggeleng sembari mengusap puncak kepala Seruni.

"Nggak ada yang salah dan sama sekali nggak norak, Sayang. Semakin lama aku pikir kamu semakin cantik!"

Paras Seruni merona mendengar pujian dari pria yang kini begitu dicintainya. Terlebih saat Banyu memanggilnya dengan kata sayang, hampir saja dia memekik karena terkejut dengan perilaku spontan calon suaminya itu.

"Eum ... sebaiknya kita gabung deh, nanti mereka cari-cari kita lagi," ucap Seruni mengalihkan obrolan yang nyaris membuat jantungnya berantakan.

Banyu tersenyum nakal, dia menggeleng dan masih menggenggam tangan Seruni.

"Mereka sedang membicarakan kita, akan lebih baik jika kita tidak berada di sana."

Mata indah Seruni membulat menatap pria yang juga tengah menatapnya. Bagi Seruni, Banyu tidak hanya seorang pria yang mencintainya, tetapi dia juga sangat suka membuat Seruni mati gaya saat berduaan saja dengannya.

"Iya, tapi, kan ...."

"Ikut aku!" ajaknya.

"Ke mana?"

"Tenang, kamu tetap aman kok. Aku janji nggak macam-macam!" tuturnya mengerling nakal.

"Iya, tapi ke mana?" tanya Seruni mencoba menenangkan hatinya yang sejak tadi merasakan desir indah.

Banyu mendekat kemudian berbisik, "Aku akan menunjukkan sesuatu untukmu."

Ada gelombang tak biasa di hatinya saat hampir saja bibir Banyu menyentuh telinganya. Tak ingin rasa itu diketahui Banyu, perlahan dia membuat jarak.

"Oke, terserah kamu, aku ikut aja!"

Masih dengan senyum nakal, Banyu memberi isyarat agar Seruni mengikutinya. Banyu mengajaknya ke ruang kerja yang di dalamnya ada berbagai macam buku. Melihat itu dia mengernyit heran.

"Ruang kerjamu?" tanyanya ketika Banyu melepas genggaman dan melangkah ke meja kerjanya.

Tampak Banyu membuka laptop dan tersenyum tipis.

"Hu umh. Sini!" titahnya agar Seruni mendekat.

Meski ragu, dia melangkah mengikuti perintah Banyu. Matanya kembali membulat saat melihat pemandangan yang tersaji di layar tujuh belas inci di depannya.

Tampak di layar konsep pernikahan di tepi pantai lengkap dengan semua dekorasi indahnya. Sungguh pemandangan yang sama persis seperti yang pernah dia impikan kala itu.

"Kamu suka? Kamu menginginkan konsep pernikahan seperti ini, kan?" tanya Banyu dengan suara yang lembut.

Masih terheran-heran dengan Banyu, perempuan berambut hitam itu merasa Banyu sudah banyak tahu tentangnya.

"Kamu heran dari mana aku tahu apa yang kamu inginkan?" Banyu mencoba menebak isi kepala calon istrinya itu.

Otak Seruni dengan cepat bekerja, dia kemudian menyebutkan nama sahabatnya yang ditanggapi anggukan oleh Banyu.

"Dia lagi," gumamnya sambil menggeleng pelan.

"Karena aku nggak mungkin menggali semuanya dari kamu, kan? Dan ... Tio juga banyak cerita soal kamu beberapa waktu lalu."

"Tio?"

"Iya. Setidaknya jika aku kenal dekat dengan dia, aku bisa meminimalisir rasa cemburuku padanya," dalih Banyu dengan bibir melebar.

"Kamu!"

"Kenapa? Kamu nggak suka? Maaf ya, maaf mungkin dalam hal ini aku sudah seperti seorang psikopat, tapi bukan itu maksudnya, semoga kamu nggak marah." Banyu menjelaskan dengan menatap intens ke Seruni.

"Aku nggak marah, justru aku heran kenapa kamu bisa melakukan semuanya sedetail itu?"

"Because i love you!" Pria yang mengenakan setelan jas berwarna hitam itu mengulurkan tangannya meraih jemari Seruni kemudian mengecupnya lembut.

"Terima kasih sudah menerimaku, Seruni."

Lagi-lagi perlakuan Banyu membuat dia mati gaya. Dirinya yang dulu demikian kokoh menyembunyikan perasaan kini benar-benar tak lagi bisa dilakukan. Segenap perhatian, rasa sayang dan cinta pria di depannya itu membuat dirinya kembali bisa merasakan indahnya hidup dengan perasaan berbunga-bunga.

Ketukan di pintu membuyarkan kedekatan keduanya.

"Maaf, Mas Banyu, eum ... Mas sama Mbak ditunggu di halaman belakang." Imah sang asisten rumah tangga membungkuk sopan.

"Oh iya, Mah. Kita segera ke sana," tukas Banyu masih tetap menggenggam tangan Seruni.

Sepeninggal Imah, Bantu menatap Seruni.

"Tuh, kan? Kita ditungguin."

"Iya deh. Iya, ayo kita ke sana sekarang!"

**

Kesepakatan akhirnya terwujud. Kedua keluarga memilih bulan Mei untuk pernikahan mereka. Konsep wedding yang diinginkan Seruni pun disepakati oleh kedua belah pihak keluarga. Private, sakral adalah pernikahan impian Seruni, meski sebenarnya hal yang sama juga diinginkan oleh Banyu.

Hanya saja Banyu kurang menyukai pantai. Pria berwajah tampan itu lebih suka gunung dibanding pantai, tetapi demi kebahagiaan sang pujaan, dia mencoba mengikuti keinginan Seruni.

Bulan Mei tinggal menghitung hari, segala persiapan dilakukan dengan cepat oleh kedua keluarga. Gaun pengantin sengaja oleh Banyu dipesan dari salah satu butik terkenal
Sementara untuk hidangan, Lisa menginginkan semua hidangan baik dari dalam dan luar negeri tersedia meski yang diundang 'hanya' kalangan kerabat dekat dan beberapa rekan bisnis mereka.

Wulan dan Tio tak luput dari hiruk-pikuk kebahagiaan Seruni, mereka dipercaya sebagai seksi paling sibuk yaitu menjadi bodyguard ke mana pun Seruni pergi. Tentu saja terkadang Tio yang absen karena harus bekerja.

"Gue ikut happy banget tahu, Run!" cetusnya saat mereka selesai melakukan perawatan di salon yang ditunjuk oleh Banyu. "Selain itu, gue juga happy karena kecipratan nyalon di tempat mehong kayak gini," imbuhnya dengan ekspresi lucu.

Seruni tertawa kecil, langkahnya terhenti saat ponselnya berbunyi.

"Banyu telepon, Lan."

"Silakan, gue melipir dulu deh!" Wulan tersenyum menggoda. "Susah kalau jalan bareng orang bucin!" cetusnya menjauh dari Seruni.

"Halo, Sayang, kamu sudah selesai perawatannya?"

"Sudah."

"Oke, aku jemput ya. Kita ditunggu Mama di butik untuk fitting baju terakhir sebelum hari H."

"Oke, tapi Wulan ...."

"Wulan suruh sopir antar pulang aja. Besok dia harus ngantor, kan?"

"Oke. Aku tunggu di sini ya."

"Iya, Nyonya. Aku sudah dekat, kok!"

Seruni tersenyum mengakhiri obrolan. Dia lalu melambai ke arah Wulan.

"Lo diantar sopir pulang, Lan. Gue langsung ke butik nanti dijemput Banyu."

"Oke, siap, Bu Bos!"

"Thank you ya, Lan!"

"Sama-sama, Run. Eum ... kalau gitu gue cabut ya. Salam sama Banyu, tolong bilang naikin gaji gue karena hampir dua pekan kerjaan gue nambah!" candanya dengan tawa terbahak.

Seruni tak henti mengulum senyum. Tak henti dia bersyukur karena Tuhan sangat baik padanya dengan menjawab semua doa dan harapan yang tak lelah dia langitkan. Seorang pria mapan nan tampan kini sudah dihadirkan oleh-Nya melalui serangkaian peristiwa yang tidak dia duga.

Jika ada yang berkata, "Akan ada pelangi setelah badai." Itu benar, setidaknya dia sudah merasakan itu. Kini tinggal selangkah lagi akan menikah dan menikmati kebahagiaan bayang begitu lama diinginkannya dan tentu saja keluarganya.

[Seruni, gue barusan ketemu Andro, dia tanya Sola pernikahan lo!]

Pesan dari Tio membuat keningnya berkerut. Tio itu Mesk dia seorang pria, tetapi bisa tertulari kejulidan Wulan.

[Kok dia tahu?]

[Karena ternyata, Andro masih punya hubungan kekerabatan sama papanya Banyu. Ya jauh sih, jadi Oma si Banyu itu punya saudara tiri, nah saudara tirinya ini adalah Oma dari Andromeda dari Haris ayahnya juga. Gitu, Nyonya!]

Seruni tersenyum geli. Dia kalau kembali mengetik.

[Aku nggak peduli, Tio.]

[I see! Dia barusan konsultasi ke aku masalah perceraian! Dia mau menggugat cerai istrinya.]

[Bukan urusanku lagi, kan?] Kembali dia mengetik.

[Sure! You deserve to be happy, Seruni!]

[Thanks, Tio!]

**

Gaun pengantin putih panjang dengan hiasan kristal Swarovski demikian indah membungkus tubuh semampai Seruni membuat mata Banyu seolah enggan berpaling.

"Gimana, Banyu? Seruni cantik, kan? Sudah pas belum gaunnya?" tanya Lusi yang muncul di belakang calon menantu. Wajah mamanya itu terlihat berseri sama sama seperti aura yang ada pada Seruni.

"Iya, Ma. Seruni memang cantik dan gaun sangat cocok!" sahut Banyu masih dengan mata yang tak lepas menatap calon mempelai perempuan.

"Syukurlah! Sekarang tinggal persiapan pada diri kalian. Semua sudah siap, hanya tinggal mental kalian yang harus dipersiapkan," ujar Lisa yang dibalas anggukan oleh Seruni.

"Besok kalian sudah tidak boleh ketemuan ya. Karena akan jadi sesuatu yang tabu jika calon pengantin bertemu sebelum hari H. Jadi kalian harus tinggal di rumah masing-masing sampai hari bahagia itu tiba. Oke, Banyu? Kamu Mama minta nurut untuk peraturan yang satu ini." Tatapan Lisa beralih ke sang putra.

Banyu membuang napas perlahan kalau mengangguk.

"Kalau kangen, boleh video call, kan, Ma?" tanyanya jenaka sembari melirik calon istrinya yang membuat wajah putih Seruni memerah.

"Boleh, kalian boleh memanfaatkan teknologi, asal nggak boleh ketemu secara fisik!"

Mendengar jawaban Lisa, helaan napas terdengar dari Banyu. "Syukurlah!" gumamnya sembari mengerling nakal ke Seruni.

**

"Jadi kamu sudah tahu kalau Andro adalah ...."

"Mantanmu," potong Banyu sembari tersenyum dan fokus mengemudi. "Sudah kubilang, kan? Tio adalah informan terbaik yang kupunya," imbuhnya.

"Kamu kenal berarti?"

"Tahu, hanya tahu, karena kami jarang bertemu."

"Kamu undang dia?"

Banyu mengangguk. "Kalau kamu keberatan, kita bisa coret namanya."

Seruni menggeleng cepat. "Nggak. Sama sekali nggak keberatan! Aku justru ingin dia tahu jika ...."

"Kamu sudah bahagia, bahkan di saat dia sedang berjuang untuk rumah tangganya?"

"Ih! Kenapa aku berkesimpulan begitu, sih?"

"It's oke. Apa pun alasannya, aku rasa memang harus mengundangnya, supaya dia tidak lagi mengganggumu saat tahu dengan siapa dia akan berhadapan jika melakukan nggak itu lagi!" tukas Banyu sambil meraih tangan Seruni dan menggenggamnya erat.

Seruni memamerkan gigi putihnya yang rapi, dia benar-benar bahagia dengan semua yang dia jalani saat ini. Hari ini satu pekan lagi, kebahagiaan itu akan sempurna. Masa depan terbentang indah di depan, dia siap mendampingi pria yang sangat menghargai dan menyayanginya.

Dalam hati dia bersyukur dengan kejadian pahit yang pernah dia alami. Kegagalan menikah dengan Andromeda kini terasa indah. Karena jika tanpa adanya kegagalan di masa itu, dia tak akan bertemu pria yang kini ada di sebelahnya.

"Kenapa senyum-senyum gitu lihatin aku? Aku tahu kok kalau ganteng," goda Banyu saat tahu Seruni beberapa kali mencuri pandang kepadanya.

"Ih! Ge er!" Seruni tak mampu menyembunyikan rasa malunya.

"Ge er? Iya, dong. Apalagi dikagumi sama orang yang dicintai!" Kembali dia berkelakar.

Seruni tak lagi menanggapi, tetapi satu hal yang tentu saja Banyu tahu jika dirinya memang sangat mengangumi dan mencintai pria itu sampai akhir hidupnya kelak.

Tak terasa mobil sudah berhenti di depan kediaman Seruni.

"Besok aku video call ya. Sekarang kamu istirahat, ya."

Seruni mengangguk.

"Sampaikan salam untuk Oma, bilang kalau lukisan wajah beliau sudah hampir selesai."

Kening Banyu berkerut.

"Kapan Oma minta wajahnya dilukis?"

Tak menjawab, Seruni hanya mengedipkan sebelah matanya dengan tawa kecil. Banyu tidak tahu jika dirinya dan Oma sering ngobrol via aplikasi chatting berwarna hijau di ponsel mereka.

"Sekarang Oma yang punya rahasia sama kamu sepertinya," ujar Banyu.

"Udah, bilang aja kayak gitu ya. Eum ... aku masuk ya."

Banyu mengangguk.

"Oke, selamat beristirahat, Sayang."

Mengangguk Seruni membuka pintu mobil.

"Seruni."

"Ya?"

"I love you!"

"I love you more!" balasnya dengan senyum dan wajah merona.

**

"Cinta hanyalah kata-kata sampai seseorang yang istimewa datang membawa maknanya."

Tamat.

**

Terima kasih sudah berkunjung dan setia dengan kisah Seruni. Kalian adalah sumber semangatku 😍😍

Sekali lagi terima kasih yaa. Ditunggu kisahku yg lain. Btw insyaallah cerita ini ada versi cetaknya. Yang berminat yuklah menabung mulia mulai sekarang 😍😘

Tunggu info selanjutnya yaa.

Love you all ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top