Bab 30
Seruni menutup buku bacaan yang baru saja dia ambil dari rak yang berada di toko buku itu. Menurut buku yang dia baca jika ingin mengambil simpati orang lain jangan pernah berpura-pura. Di buku itu disebutkan kita harus jadi diri sendiri. Itu artinya, dia tak perlu berusaha untuk menjadi seperti Rachel atau siapa pun itu untuk mendapatkan simpati Oma Rima.
Nasihat itu sebenarnya sama dengan apa yang dikatakan Wulan padanya. Dia hanya cukup jadi diri sendiri dan jangan memaksa untuk jadi orang lain hanya untuk meraih simpati.
"Berpura-pura jadi orang lain itu hanya dilakukan oleh orang yang sakit jiwa, Run!"
"Mungkin untuk sementara orang akan simpati padamu, tapi lama-lama kamu sendiri yang akan tersiksa karena harus terus bersandiwara hanya untuk menyenangkan hati orang lain," imbuhnya kala itu.
Sore itu sepulang dari kantor, Seruni sengaja mampir ke toko buku. Besok Banyu datang, dan itu artinya dia tak akan bisa bebas jalan bareng Tio juga Wulan. Meskipun kekasihnya itu tidak pernah melarang, tetapi tetap saja dia merasa harus menghormati Banyu.
"Gue laper, Run! Kita makan yuk!" Tio mendekat sembari mengusap perutnya.
"Gue pengin makan burger nih, kebetulan lagi ada promo, gue lihat tadi bannernya," timpal Wulan yang paling cepat tanggap jika urusan makan.
"Ck! Burger? Kagak kenyang, Wulan!" sanggah pria yang lebih pas menjadi pemain basket itu.
"Lo kalau mau makan yang lain bisa kok. Lo bawa aja nasi Padang nanti sebelum masuk ke gerai burger itu," timpal Wulan sambil terkikik.
Tak menanggapi debat kedua sahabatnya, Seruni mengalihkan pandangan ke arah lain. Keningnya berkerut melihat sosok Rima tengah mengamati aneka tanaman hias yang sedang dipamerkan di tempat yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Oma Banyu itu terlihat sendirian. Sementara di belakang perempuan sepuh itu ada dua orang ibu-ibu yang gerak-geriknya terlihat mencurigakan. Sesekali mereka berjalan menempel pada Rima dan yang satu lagi tampak waspada melihat sekeliling.
Tanpa memedulikan Wulan dan Tio yang masih bersilang pendapat soal makan, Seruni berlari kecil mendekati Rima yang sama sekali tidak sadar jika dirinya dalam incaran copet.
"Maaf, Bu. Tolong Anda kembalikan dompet Oma saya!" titah Seruni dengan mata menelisik pada perempuan bertubuh sedikit tambun yang sejak tadi berada di dekat Rima.
"Kamu? Seruni?" Mata perempuan tua itu menyipit tak mengerti. Dia lalu memalingkan muka ke arah perempuan yang kebingungan di depannya.
"Kembalikan! Atau teman saya akan melanjutkan perbuatan Anda ke ranah hukum!" ancam Seruni tanpa menoleh ke Rima.
Terlihat perempuan tambun dan temannya panik, tanpa berucap satu patah kata pun dia menyodorkan dompet berwarna hitam kepada Seruni, lalu mereka bergegas mengambil langkah seribu menjauh dari tempat itu.
Sepeninggal kedua perempuan tersebut, Seruni menghela napas lega lalu tersenyum dan mengangguk menyapa Rima.
"Apa kabar, Oma? Ini dompetnya."
Rima tampak terkesima melihat apa yang baru saja terjadi. Andai saja tak ada Seruni, mungkin seluruh uang dan kartu yang ada di dalamnya akan hilang dan tidak mungkin kembali.
"Terima kasih, Seruni. Kamu sudah menyelamatkan Oma. Nyaris saja semuanya lenyap kalau nggak ada kamu," ungkapnya dengan bibir melebar dan mata berbinar.
Seruni mengangguk kemudian tersenyum.
"Sama-sama, Oma. Oma sendirian?"
Rima mengangguk. Dia mengatakan jika dirinya berniat untuk pulang, tetapi karena melihat di tempat ini ada beberapa koleksi bunga yang dipamerkan, maka dia memilih kembali berlama-lama di sini.
"Kamu di sini sama siapa?" selidiknya menatap satu per satu teman Seruni.
"Oh iya, kenalin ini Wulan dan Tio, mereka berdua sahabat saya, Oma," ujarnya sembari menoleh ke kedua sahabatnya.
Seruni tersenyum sembari menjabat tangan Rima. Bibir perempuan sepuh itu melebar kemudian menoleh ke Seruni.
"Makasih ya, Seruni, kamu sudah nolongin Oma. Sekali lagi makasih."
"Sama-sama, Oma."
"Ya udah, kalau begitu Oma mau langsung balik aja."
"Oma sama siapa?"
"Sama sopir. Sebentar Oma telepon sopir biar dia jemput Oma ke sini."
Seruni menggeleng. "Biar Seruni antar ke parkiran aja, Oma."
"Kamu yakin nggak apa-apa?"
"Nggak, Oma. Kenapa emangnya?"
"Kalian kan ke sini mau bersenang-senang, jadi direpotin sama Oma nanti."
"Nggak repot sama sekali kok, Oma. Ayo Seruni antar."
Rima mengangguk. Sementara Seruni memberi isyarat agar Wulan dan Tio menunggunya di restoran pilihan mereka tadi.
**
"Seruni." Rima menghentikan langkahnya saat hendak masuk mobil. Oma dari Banyu itu menoleh padanya.
"Iya, Oma?"
"Sekali lagi terima kasih, ya. Maafkan kalau Oma pernah membuat kamu kesal."
Seruni menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk sambil tersenyum. Ada rasa syukur yang benar-benar membuat dirinya seakan lepas dari belenggu yang selama ini membatasi ruang geraknya.
"Maafkan Seruni juga, Oma."
Rima menghela napas kemudian mengusap lengan perempuan yang telah menawan hati cucunya itu.
"Kamu pasti tahu kapan Banyu pulang, kan?"
Mendengar nama Banyu disebut, membuat Seruni serba salah.
"Iya, Oma."
Rima tersenyum.
"Datanglah ke rumah. Nanti Oma akan bicara kepada semua orang rumah soal kelanjutan hubunganmu dengan Banyu."
Perempuan sepuh itu masih tersenyum.
"Oma mengundangmu untuk datang ke rumah. Kamu mau, kan?"
"I ... iya, Oma."
"Good! Kalau begitu, Oma pulang dulu ya. Sampaikan salam Ima kepada dua sahabatmu tadi."
Menghela napasnya, Seruni mengangguk dengan bibir mengulas senyum. Setidaknya jika memang ini pertanda baik untuk hubungannya dengan Banyu, mungkin dia harus berterima kasih kepada dua ibu-ibu yang hendak mencopet tadi.
Setelah mobil Rima meninggalkan pelataran parkir, Seruni menarik napas lega. Setidaknya di senja ini Tuhan sudah memberi keajaiban untuknya lewat insiden yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Ponselnya berbunyi, panggilan dari Wulan membuatnya tertawa kecil.
"Gue tunggu di pujasera di lantai atas, Run! Buruan, gue laper!"
"Iya, iya. Ini gue mau masuk. Lu berdua makan duluan deh, gue belakangan juga nggak apa-apa."
"Dih! Sepertinya udah dapat restu nih dari omanya Banyu."
Pipi Seruni bersemu merah mendengar celoteh Wulan.
"Udah, gue mau naik lift. Lu pesanin makanan kesukaan gue aja udah!"
Dia kemudian menutup ponselnya kalau menarik napas dalam-dalam.
"Seruni."
Mata perempuan berambut sepunggung itu membulat saat mendengar seseorang memanggil namanya. Suara yang muncul dari belakang itu membuat dia teringat seseorang yang telah membuat goresan di hatinya.
Perlahan dia menoleh dan mendapati pria beralis tebal dengan senyum yang masih begitu dia ingat.
"Hai, apa kabar?" sapanya masih dengan senyum.
Seruni seperti terpasung. Dia melihat Andromeda berdiri tegap di belakangnya. Pria itu sendirian. Tampak di tangannya tengah menenteng paper bag bertuliskan nama butik terkenal yang ada di mal itu.
Emosinya mulai menggelegak,tanpa satu patah kata pun tangannya mendarat tiba-tiba ke pipi pria itu. Beruntung di lift itu hanya ada mereka berdua.
Andromeda yang tidak menyangka akan mendapatkan serangan seperti itu, hanya bisa menatap Seruni dengan mengusap pipinya yang terkena tamparan perempuan yang telah dia sakiti itu.
Mata Seruni terlihat berkaca-kaca, bibirnya bergetar dengan wajah memerah.
"Kamu boleh melakukannya lagi. Silakan. Aku terima, karena memang aku yang tidak tahu diri. Lakukan lagi, Seruni," tutur Andro dengan suara rendah.
Perempuan yang masih mengenakan baju kerja itu mengeratkan rahang dan mengepalkan tangannya.
"Maafkan aku, Seruni. Semuanya tidak seperti yang kamu pikirkan, aku ...."
"Cukup! Aku bahkan tidak kenal siapa kamu!" Seruni menggeleng cepat lalu membalikkan badan kembali membelakangi pria dari masa lalunya itu.
Sekian lama dia ingin menghindar dan melupakan, ketika dia sudah melupa, kini justru Andromeda muncul begitu dekat dengannya.
"Seruni."
"Cukup! Kamu nggak dengar apa yang aku katakan barusan? Aku nggak kenal kamu!"
Tak ingin berlama-lama di satu lift dengan Andromeda, di memutuskan untuk berhenti di lantai empat. Itu berarti masih satu lantai lagi untuk sampai ke pujasera.
"Seruni tunggu!" Tak menoleh, dia segera berlari menjauh dan tentu saja Andro mengurungkan niatnya untuk mengejar, karena banyaknya orang yang masuk ke lift dan pintu lift pun tertutup kembali.
***
Nah, gimana nih, lega gak Andro dapat tamparan dari Seruni. Lalu ... kekira kejutan apa yang disiapkan Oma?
Stay tune
Btw maaafff lama banget update ini cerita, he-he.
Terima kasih sudah berkunjung 💚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top