Bab 3
Wulan mendengkus melihat Seruni memilih duduk sendiri di sudut ruangan sementara yang lainnya membaur dalam hiruk pikuk pesta. Suara tawa dan alunan nada seolah tak bisa memancing keinginan Seruni untuk bergabung.
"Seruni! Ayo ke sana! Kita gabung sama teman yang lain!" seru Wulan berjalan ke arahnya.
"Gue di sini aja, Wulan! Please," mohonnya.
Menarik napas Wulan berkata, "Lo ini dandan udah sempurna! Lo mau tetap sendiri di sini?"
Seruni mengangguk dengan mata memohon. Wulan tak bisa lagi memaksa. Mengangguk dia meninggalkan sahabatnya.
"Lo jangan pulang sebelum acara usai!"
"Iyaa. Gue tungguin. Sana gih!"
Meski terlihat kecewa, tak urung Wulan mengangguk lalu bergabung dengan yang lainnya.
Seruni tersenyum tipis melihat riuh rendah pesta. Pertunangan Sandra dan Devan sangat sempurna. Hampir seperti terjadi di film atau di sinetron. Hadirnya kedua keluarga semakin membuat suasana hangat.
Sama seperti yang diinginkannya beberapa tahun silam. Namun, keinginan itu sudah dia lipat, meski sesekali terkadang hadir berkelebat di kepala.
Seruni masih ingat bagaimana perasaannya kala waktu semakin dekat ke hari pertunangannya. Segala persiapan begitu matang telah dibuat. Seluruh keluarga besar telah merencanakan banyak hal setelah acara itu. Tentu saja sebuah pernikahan.
Namun, semuanya hancur. Rasa malu dan terluka menyelimutinya dan keluarga. Terlebih setelah mendengar pengakuan dari perempuan selingkuhan Andromeda.
Menarik napas Seruni menoleh ke samping. Tak jauh dari tempatnya, seorang pria barusan duduk. Dari penampilannya tampak pria itu seorang yang sangat berkelas.
Seruni meraih ponsel lalu tak lama kemudian dia sudah asyik berselancar di internet.
**
Banyu menggeleng ketika Niko terlihat tengah melakukan pendekatan dengan salah satu perempuan yang juga hadir di pesta itu.
"Dasar buaya!" gumam Banyu, lalu menyesap minuman dingin di depannya.
Saat tengah mencari posisi yang nyaman untuk bersandar, matanya menangkap sosok perempuan yang duduk memainkan ponselnya.
Posisi tunduk membuat Banyu kesulitan mengamati wajahnya. Dia hanya dapat mengambil kesimpulan bahwa perempuan itu berhidung mancung.
Ada sedikit rasa heran melihat dia sendiri sementara suasana pesta begitu ramai. Sejenak Banyu berpikir bahwa perempuan bergaun hitam itu sama seperti dirinya. Bukan undangan dari kedua pasangan yang tengah berbahagia itu.
Bibirnya sedikit terangkat saat perempuan itu sejenak mengangkat wajahnya untuk merapikan rambut.
"Cantik! Tapi ... penyendiri," gumamnya.
Ada keinginan bergabung dengannya, tetapi tentu tidak semudah itu. Banyu bukan tipe seperti Niko yang bisa langsung to the points. Saat matanya masih mencuri pandang, dia melihat perempuan yang lain datang menghampiri.
Samar tapi cukup jelas jika perempuan yang dia amati sejak tadi bernama Seruni. Dari gerak-gerik perempuan yang datang itu tampak sedang mengajak Seruni untuk bergabung berdansa.
**
"Seruni, ayo! Ck! Sekali ini aja. Please!" mohon Wulan.
Menggeleng Seruni berkata, "Wulan, gue nggak mau. Udah lo aja!"
"Please, Runi! Seseruan kita!"
Seruni menggeleng cepat.
"Gue udah merasakan keseruan dari sini kok, Lan."
Wulan terlihat menarik napas panjang.
"Seruni, lo ingat apa yang Mama lo bilang tadi?"
"Apa?"
"Beliau berharap lo ketemu jodoh di tempat ini, kan?"
Seruni tertawa kecil kemudian menggeleng.
"Itu kan bisa-bisanya Mama aja!"
"Seruni, ayolah! Hidup itu untuk dinikmati. Lagian nggak setiap hari kan kita seseruan kek gini?"
"Ehem, boleh bergabung?" Suara bariton menengahi perdebatan keduanya.
Baik Wulan maupun Seruni mengalihkan pandangan ke arah yang sama. Sejenak mereka terdiam lalu saling menatap.
"Eum, boleh dong!" Wulan memecah kekakuan di antara mereka bertiga.
"Banyu," tuturnya seraya mengulurkan tangan ke Seruni dengan wajah penuh senyum.
Seruni menatap pria itu tanpa berniat menyambut uluran tangannya. Melihat reaksi Seruni, cepat Wulan menjabat tangan Banyu seraya menyebutkan namanya.
Setelah usai berkenalan dengan Banyu, Wulan menyenggol bahu Seruni dan memberi isyarat agar melakukan hal yang sama.
"Banyu."
"Seruni."
Kembali senyum Banyu terbit.
"Oke, gue balik ke sana ya. Eum, kalian silakan ngobrol. Seruni! Jangan bengong!" Wulan segera mengambil langkah seribu sebelum Seruni mencegahnya.
Sepeninggal Wulan, keduanya saling diam. Seruni kembali ke ponselnya sementara Banyu menaikkan alisnya melihat ekspresi perempuan di depannya.
"Oke, Seruni. Aku balik ke tempatku ya."
"Silakan," sahutnya menyungging senyum.
**
Sepanjang perjalanan pulang, Wulan tak henti-hentinya menyesali perbuatan Seruni. Perempuan berpostur lebih pendek dari Seruni itu kecewa dengan reaksi sahabatnya.
"Seruni ya ampun! Kenapa lo anggurin cowok kek dia! Oh my God! Lo itu udah kehilangan kepekaan ya?" omelnya di balik kemudi.
"Lo kenapa sih, Wulan? Gue cuma malas aja. Lagian, kalau lo mau kenal dia lebih dekat, kenapa lo malah pergi tadi?" balasnya santai.
Malam ini Wulan merasa benar-benar diuji kesabaran oleh Seruni. Sejak awal mereka datang hingga pesta usai.
"Huuft, Seruni Sayang, dengerin nih ya. Kalau ada pria yang mau kenalan baik-baik, nggak ada salahnya ditanggapi juga dengan baik. Gue pikir si ... siapa tadi namanya?" Wulan menoleh sekilas.
"Banyu."
"Ah iya, Banyu! Gue pikir si Banyu itu pria yang baik. Setidaknya dari cara dia memulai berkenalan."
"Yang bilang dia bukan pria yang baik siapa, Wulan?" timpalnya, "kan tadi juga udah kenalan, jadi apa lagi?"
Wulan mendengkus kemudian mengangguk.
"Terserah lo deh!" tuturnya kesal.
Seruni tertawa kecil melihat tingkah sahabatnya.
"Eh iya, kalian tadi tukeran nomor telepon?"
Menggeleng Seruni berkata, "Nggak! Buat apa? Gue nggak sedang menghadapi klien, kan?"
Mata Wulan membeliak dengan mimik wajah kesal dia berkata, "Seruniiiiii!"
Lagi-lagi Seruni tertawa, tetapi kali ini sedikit terbahak.
**
"Gimana? Bisa dapat kenalan atau gebetan baru?" sindir Banyu saat dia dan Niko dalam perjalanan pulang.
Mengedikkan bahu, Niko tertawa kecil.
"Kenalan mungkin iya, tapi gebetan ... Gue juga nggak segegabah itu kali, Banyu!" balas Niko, "Amira bisa marah kalau tahu. Ujungnya dia minta putus nanti."
Banyu menggeleng sambil tertawa.
"Sebenarnya hubungan lo sama Amira itu seperti apa sih? Sori, bukan untuk ikut campur, tapi nggak baik ngerjain anak orang, Bro!"
Niko mengusap tengkuknya kemudian menggeleng.
"Gue nggak ngerjain anak orang, Nyu! Gue cuma lagi cari yang terbaik aja."
Menarik bibirnya miring, Banyu berkata, "Alasan klasik seorang buaya!"
Mendengar ucapan Banyu, tawa Niko pecah.
"Sialan! gerutunya masih dengan tawa.
"Lo sendiri? Gimana tadi? Sori, Nyu. Gue tadi nggak ...."
"It's oke, Nik! Gue udah dewasa, nggak perlu lo temenin juga," potong Banyu santai.
"Eh, gue serius! Lo dari tadi nggak bosan tuh duduk bengong sendirian di tempat itu tadi?"
Banyu menggeleng cepat. Bibirnya kembali melebar, ingatannya kembali kepada perempuan cuek yang bahkan sama sekali tidak menyadari bahwa matanya tak pernah beranjak dari perempuan bernama Seruni itu.
Niko menangkap hal tak biasa pada rekannya.
"Nyu!"
"Hmm?"
"Kenapa lo senyum-senyum gitu?"
"Kenapa emang? Nggak boleh?"
"Bukan, gue mencium aroma bahagia nih! Apa ada hubungannya dengan pesta tadi?"
Banyu tak menjawab, dia kembali tersenyum tipis membuat Niko semakin penasaran.
"Banyu! Tell me something!"
"What should i say?"
"Apa aja! Misalnya kenapa lo senyum-senyum nggak jelas gitu!"
Menarik napas panjang, Banyu bertanya, "Lo bisa tolong gue?"
"Tolong apa?"
"Minta ke teman lo yang buat pesta tadi, semua nomor telepon yang dia undang!"
Permintaan Banyu membuatnya terkejut.
"What? Are you kidding me, Bos?"
Banyu tertawa kecil.
"Mau nolongin nggak?"
Niko memperlambat laju mobilnya.
"Yang datang tadi banyak banget, Banyuu! Buat apa sih!"
Alis Banyu terangkat kemudian menggeleng.
"Bukan sesuatu yang penting, tapi gue yakin bisa kembali menemukan dia!"
"Dia? Who?
Banyu hanya tersenyum kemudian menggeleng.
**
Sengaja aku kasi tiga part sebelum part berikutnya yang akan update insyaallah satu pekan dua kali. Tapi nggak menutup kemungkinan lebih rajin dari itu dan sebaliknya 😄🙈
Bismillah deh, semoga bisa segera aku selesaikan tepat waktu kisah ini. Support aku terus nya, Temans 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top