Bab 21
Seringai nakal tercetak di bibir Banyu. Tepat di telinga Seruni, dia berbisik, "I love you, Seruni!"
Seperti dipasung, kaki Seruni kaku tak bergerak, beruntung jantungnya masih berada di tempatnya, meski dia merasa desir jantung itu berlomba dengan kupu-kupu yang tiba-tiba menggelitik perutnya. Tak ada kalimat atau bahkan kata yang ke keluar dari lisannya, hingga Banyu masuk ke mobil dan membunyikan klakson.
Pria itu seperti tahu apa yang dirasakan Seruni. Kembali seringai nakal muncul di bibir Banyu.
"Get well soon, Seruni. Sampai ketemu di kantor besok ya."
Mobil Banyu menjauh, sementara dia masih mematung tak tahu harus berkata atau berbuat apa.
Tepukan lembut di bahu menyadarkan Seruni. Sang mama mengernyitkan dahi menatapnya.
"Kenapa bengong?" tanya mamanya mengedarkan pandangan kemudian kembali menelisik Seruni.
"Eum ...," balasnya mencoba memikirkan jawaban, "nggak bengong kok, Ma. Cuma ...."
"Cuma apa? Mama perhatikan kamu sejak tadi diam berdiri aja di sini."
"Nggak kok,"balasnya seraya merapikan rambut. "Seruni ke kamar dulu ya, Ma." Mengambil langkah seribu dia meninggalkan sang mama yang sebenarnya tahu apa yang terjadi tadi.
**
Sejak jam kerja dimulai, Seruni memilih bungkam, meski Wulan terus mengajaknya bicara. Merasa respon yang diterima tidak biasa, sahabatnya itu memiringkan kepalanya memindai Seruni. Setelah dirasa tidak ada Mery yang mengawasi, Wulan bangkit dengan cepat dia menyentuh kening Seruni.
"Wulan! Lo kenapa sih?" serunya terkejut bercampur kesal.
Wulan nyengir, sembari membulatkan matanya dia berucap syukur.
"Akhirnya ...."
"Akhirnya apaan?"
"Akhirnya lo bersuara juga!"
Mendengkus, Seruni kembali ke laptopnya.
"Lo pikir gue kesambet?"
Wulan terkikik geli.
"Lagian lo kenapa sih? Sejak tadi diem melulu? Gue udah cerita dari Sabang sampai Merauke, lo masih aja mode silent. Lo kenapa? Lo bilang udah sehat setelah ...."
"Gue nggak apa-apa, Lan!" Seruni menarik napasnya. "Cuma ...."
"Cuma kenapa?"
Mata Seruni menangkap sosok Banyu berjalan dari arah pintu masuk. Pria itu tampak tergesa-gesa. Wajahnya tegang seperti ada sesuatu yang dia pikirkan. Sementara di sebelahnya, Mery dan dua kliennya mencoba berjalan cepat mengikuti langkah Banyu.
Pria yang kemarin baru saja mengungkapkan perasaan padanya itu terus berjalan tanpa menoleh hingga melewati meja tempat Seruni bekerja. Pandangan Seruni terus mengikuti hingga mereka berdua menghilang di balik pintu ruang pribadi Banyu.
Melihat tingkah rekannya, Wulan mengernyit heran. Dia kemudian mengibas tangannya mengalihkan perhatian Seruni.
"Lo kenapa, Run? Lo ngelihat Banyu begitu amat?" tanyanya lirih khawatir terdengar yang lain.
"Nggak apa-apa, Lan! Udah lanjut kerja sono! Ketahuan Mery tahu rasa lo!"
Mencebik Wulan kembali ke belakang meja, tetapi matanya masih memindai Seruni.
"Gue yakin lo kenapa-kenapa, Run! Gue yakin ada yang lo sembunyikan dari gue. Lo utang cerita ke gue, Seruni! Awas lo!"
Mendengar ucapan Wulan, Seruni mengedikkan bahu seraya menarik bibirnya singkat. Wulan memang selalu heboh bahkan saat dirinya ingin sendiri.
Seruni kembali menatap layar tujuh belas inci di depannya. Pikirannya kembali pada kejadian kemarin pagi di rumahnya. Masih terasa embusan hangat napas Banyu serta tuturnya saat mengatakan i love you, yang membuat dirinya hampir tak bisa memejamkan mata semalam.
Akan tetapi, hari ini kenapa pria itu kini justru seperti tak melihat kehadirannya? Benarkah pria itu serius mengatakan perasaannya kemarin ataukah hanya sekadar candaan. Namun, untuk apa Banyu menjadikan hal itu sebagai candaan? Jika iya, untuk apa?
Mengembuskan napas kasar, Seruni menggeleng mencoba menghapus semua pertanyaan di otaknya.
"Gue rasa kemarin gue cuma salah dengar! Iya, salah dengar!" gerutunya lirih.
"Apa, Run?" Suara Wulan membuatnya hampir melompat dari kursi. Rekannya itu sudah kembali dan berdiri di belakangnya.
"Apa?"
Wulan tertawa kecil.
"Lo barusan bicara apa? Lo pikir gue budeg? Yakali gue nggak dengar, Run. Lo salah denger apa?"
Percuma menyembunyikan apa pun dari Wulan. Perempuan bertubuh mungil itu selalu saja punya celah yang akhirnya membuat Seruni menyerah dan menceritakan keluh-kesahnya.
"Ck! Lo tahu nggak Lan?" Seruni memutar badannya seraya mendongak menatap Wulan.
"Nggak tahu," balasnya menggeleng dengan wajah yang menurut Seruni menyebalkan paling tidak untuk saat ini.
Seruni mulai kesal. Seperti tak ingin kehabisan oksigen, dengan seluruh kekuatan dia menghirup udara sedalam mungkin.
"Oke, gue akan cerita, tapi nggak sekarang, Wulan. Lo nggak lihat apa ada beberapa klien yang ngirim email ke gue dan gue belum balas email mereka? Ini semua gara-gara otak gue yang nge-lag!" balasnya, tetapi lebih terdengar seperti keluhan.
Mata Wulan menyipit, kemudian menggeleng.
"Jadi apa yang lagi lo pikirkan? Lo.mau gue bantuin balesin email-email itu?"
Seruni menggeleng cepat.
"Udah deh! Lo mau dengar cerita gue, kan?"
Wulan mengangguk antusias.
"Lo kerjain aja aja tugas lo, sementara gue mau nyelesein kerjaan gue, terus kita makan siang di depot bakso langganan depan kantor! Oke?"
"Bakso? Depan kantor? Kita nggak makan di kantin? Padahal di kantin ada bakso juga deh!"
Mata Seruni memindai kesal pada Wulan.
"Lo bisa bilang iya aja nggak, Lan?"
Lagi-lagi Wulan mengangguk kemudian bergegas kembali ke mejanya dengan wajah riang.
**
Pekikan Wulan membuat pengunjung yang di depot bakso menoleh ke arahnya. Seruni tersenyum kaku sambil menangkup tangannya di dada pertanda meminta maaf.
"Wulan! Gue bilang tadi kan lo gue kasi cerita, tapi jangan norak!" gerutunya mendelik tajam pada rekannya.
Wulan menepuk dahinya kuat-kuat sembari mengangguk sopan ke pada mereka yang juga tengah menikmati makan siang.
"Gue speechless tahu, Runi! This is a good news! Gue udah menyangka akhirnya seperti ini! Dan harapan terbesar gue juga sih!"
Seruni kembali ke mangkuknya yang masih belum tersentuh karena Wulan terus mendesaknya untuk segera bercerita.
"Runi!"
"Hmm?"
"Terus gimana?"
"Apanya yang gimana?"
"Ish! Ya lo sama dia gimana? Lo terima, kan? Lo kenapa nggak kejar dia kemarin sih? Nih ya, kalau gue digituin sama Banyu, gue nggak bakal bengong kayak lo!" cicit Wulan.
"Kalau gue, gue bakal kejar dia, gue minta dia ulangi lagi kalimat itu terus gue peluk sambil jawab, 'i love you more, Mas Banyu'. Gitu kalau gue! Lo kenapa jaim banget sih Runi? Lo nggak suka sama Banyu? Lo nggak mau nerima cinta dia?"
Seruni meletakkan garpu dan sendoknya, dia kemudian membuka wadah berisi sambal lalu menuangkan ke mangkoknya beberapa sendok.
"Runi! Lo gila ya? Pedes tahu!"
"Lo kayak nggak tahu gue aja, Lan!" balas Seruni santai seraya melanjutkan makannya.
"Runi! Run!"
"Apa sih?"
"Terus cerita lagi dong! Lo terima, kan? Lo udah kasi jawabannya ke Banyu?" tanya Wulan ingin segera menuntaskan rasa penasarannya.
Seruni menggeleng.
"Lo nggak jawab?"
Kembali Seruni menggeleng.
"Dia nggak minta jawaban kok! Dia cuma bilang begitu aja udah langsung pergi," jelasnya tak acuh.
Jawaban sahabatnya itu membuat Wulan gemas berdecak kesal. Dia mencubit lengan Seruni agar Seruni serius dengan obrolan kali ini. Dicubit cukup kuat, membuatnya kembali meletakkan sendok.
"Wulan! Lo bisa diem nggak sih!"
"Seruni! Lo nggak ingat permintaan Mama lo supaya lo segera menikah?"
"He em."
"Lo tahu nggak khawatirnya mereka karena adik lo udah lebih dulu menikah?"
Seruni bergeming. Dia tahu maksud pembicaraan Wulan.
"Gue serius, Runi. Gue happy kalau lo happy dan sekarang apa yang gue harap terwujud dan lo nggak seseneng gue?"
Menarik napas dalam-dalam Seruni meraih gelas berisi air jeruk dingin di depannya lalu meneguk hingga separuh.
"Gue ...."
"Kenapa?"
"Gue takut, Lan!"
"Takut apa?" Kening Wulan berkerut.
"Gue takut dia nggak sungguh-sungguh. Gue jelas nggak selevel sama dia, Lan."
"Lo bilang Banyu nggak sungguh-sungguh? Lo yang nggak peka, Runi. Coba lo renungkan, mana ada bos yang tiba-tiba nyempetin datang ke rumah lo di sela kesibukannya? Mana ada bos yang ngajak ke rumah dia padahal di sana ada perempuan yang akan dijodohkan sama dia?" cecar Wulan.
"Ck! Please, Seruni! Hentikan kekhwatiran itu! Hadapi ketakutanmu!"
**
Makasih tetap setia di kisah ini.
Btw kalau ada typo boleh colek yaa. Selamat beraktifitas. Semoga terhibur 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top