Bab 17
Mengembuskan napas dalam-dalam, Seruni mengekori Banyu. Wajahnya lebih terlihat kesal daripada khawatir. Justru wajah Wulan yang tampak cemas. Terlebih Mery ikut sinis terhadapnya.
"Aku pikir temanmu itu udah kelewatan! Udah mulai cari-cari perhatian," sinisnya kemudian melangkah menjauh.
Wulan hanya bisa menggerutu.
"Semoga lo baik-baik aja, Run!" gumamnya kembali duduk meneruskan pekerjaan.
**
"Silakan duduk!" titah Banyu setelah terlebih dahulu mendaratkan tubuh ke kursi empuk di belakang meja kerjanya.
Tak menyahut, Seruni mengikuti instruksi dari atasannya dengan wajah ditekuk.
"Kenapa terlambat? Kamu tahu kan jam berapa karyawan harus berada di kantor?" cecarnya dengan menyembunyikan senyum.
"Maaf, Pak. Saya semalam mengerjakan apa yang Bapak minta."
Banyu menaikkan satu alisnya. Masih mengulum senyum dia bertanya, "Mengerjakan apa?"
"Lukisan bunga untuk Oma. Bukannya Bapak meminta saya untuk segera ...."
"Oh iya, tapi itu bukan alasan untuk terlambat, kan?"
Seruni terdiam. Dia sepenuhnya sadar bahwa memang dirinya salah, tetapi hanya terlambat lima menit menurutnya pria itu seharusnya bisa mentolerir.
Banyu tahu perempuan di depannya itu tengah merasa bersalah, tetapi masih merasa benar karena alasan lukisan.
"Coba saya lihat seperti apa hasil lukisannya!"
Tanpa menatap Banyu, Seruni menyerahkan hasil karyanya. Pria yang mengenakan jas hitam itu menarik bibirnya lebar.
"Kamu berbakat, Seruni! Lukisan ini sangat bagus!" pujinya seolah melupakan soal keterlambatan Seruni.
"Makasih, Pak," balasnya dengan mengembuskan napas lega. "Lalu apa saya tetap akan menerima sangsi?" tanyanya kali ini memberanikan diri menatap Banyu.
Pria itu tampak masih mengamati detail lukisan bunga seruni di hadapannya.
"Kamu suka melukis sejak kapan?" tanya Banyu mengabaikan pertanyaan Seruni.
Meski sedikit kesal karena sang bos tidak menjawab pertanyaannya, dia tetap menjawab, "Sejak kecil, Pak."
Banyu mengangguk paham.
"Pernah ikut pameran atau semacamnya gitu?"
Seruni menggeleng cepat.
"Kenapa? Saya lihat kamu berbakat!"
"Saya tidak suka berkompetisi, Pak," jawabnya asal.
Sementara dari jendela kaca terlihat matahari mulai meninggi. Seperti ketika bersama bos yang terdahulu, dia selalu suka menatap jendela kaca di ruangan itu. Dari ketinggian, dia bisa mengamati birunya langit dan megahnya gedung-gedung pencakar langit dari dekat.
"Seruni!"
"Eh, iya, Pak?"
"Kamu sedang memperhatikan apa?"
"Eng ... nggak. Eum, apa saya boleh bekerja atau dihukum?" tanyanya resah.
Banyu tersenyum tipis.
"Kamu boleh kerja, tapi sebagai hukumannya, nanti sore saya mau kamu temani saya!"
Seruni mendesah lelah.
"Nanti sore? Ke mana, Pak?"
"Nggak usah banyak tanya. Karena ini hukuman buatmu, jadi ikuti saja!"
Perempuan yang mengenakan setelan blazer berwarna hijau itu mengangguk pasrah.
"Sekarang kamu bisa kembali ke mejamu, terima kasih lukisannya. Sangat cantik! Sama seperti yang melukis," ucap Banyu memelankan suara saat kalimat terakhir.
"Apa, Pak?"
"Ada apa?"
"Bapak tadi bicara apa?"
"Saya bilang kamu boleh kembali ke mejamu, dan terima kasih untuk lukisannya. Saya suka! Itu aja."
Seruni menarik napas lega. Dia lalu bangkit dan dengan sopan pamit untuk kembali bekerja.
Kembali bibir Banyu melebar. Mungkin dia sedikit membuat Seruni bingung, tapi dirinya suka saat menatap wajah perempuan itu dari dekat.
"Perempuan unik, tapi cantik!" gumamnya seraya menatap lagi lukisan bunga hasil goresan Seruni.
**
Seluruh mata menatap Seruni saat keluar dari ruangan Banyu. Tak ingin emosinya memuncak, dia mengabaikan pandangan mata rekan kerjanya.
Santai Seruni melangkah lalu kembali duduk di tempat biasa dia menghabiskan waktu hingga sore tiba. Mengingat sore, mendadak hatinya kesal.
"Lo nggak apa-apa, Run?" Wulan segera mengkonfirmasi. Sahabatnya itu memang selalu saja ingin tahu tentang apa pun.
"Nggak apa-apa, Lan," sahutnya malas, seraya menyalakan laptop di hadapannya.
Wulan menghela napas lega, tetapi tak lama dia kembali memindai sahabatnya.
"Lo tadi di dalam ngapain aja? Kok lama?"
Seruni menggerakkan bola matanya ke arah Wulan dengan wajah kesal, lalu kembali ke layar tujuh belas inci di depannya.
"Runi, gue serius tanya, Run! Lo di dalam diinterogasi?"
"Gue cuma ditanya-tanya doang."
Lagi-lagi Wulan menarik napas lega.
"Lo kenapa bisa telat sih, Run? Harusnya kalau dirasa telat gitu, lo hubungi gue seperti biasa!"
"Lo udah cek ponsel lo, belum?" balas Seruni.
"Kenapa ponsel gue?" Kening Wulan berkerut. Segera dia merogoh tas tangan dan mengambil ponsel dari sana.
"Oh my God!" pekiknya pelan sambil menepuk dahi, "gue lupa nge-charge, Run! Sori!" tuturnya kemudian segera mengisi daya benda itu.
Berkali-kali dia mengucapkan maaf kepada Seruni.
"Itu gara-gara Tio tuh! Masa subuh dia udah telepon gue. Dia ngajakin kita untuk ngerayain kemenangan kasusnya soal sengketa lahan properti yang sempat rame itu, Run!"
"Yang mana? Sengketa lahan di kasus dia itu banyak, Lan!"
"Gue nggak tahu pasti, tapi dia bilang ini ada sangkut pautnya sama proyek punya mantan lo, si ...."
Wulan menghentikan kalimatnya menyadari nama yang akan disebut tentu akan menyebabkan mood Seruni buruk.
"Oh yang itu. Gue sempat ngikutin sih, beberapa kali Tio cerita ke gue," balasnya santai.
Wulan menarik napas lega karena reaksi Seruni tidak seperti yang dibayangkan.
"Runi."
"Ya?"
"Ada yang sedikit mengganggu gue sekarang."
"Apaan?"
"Lo belum jawab pertanyaan gue!"
"Yang mana?" Seruni menatapnya malas.
"Lo kemarin malam jalan sama bos ya? Lo kok nggak cerita? Ah, jangan-jangan kalian ...."
"Wulan, Seruni! Kalian dari tadi saya amati asyik ngobrol? Sudah selesai kerjaannya?" Suara Mery terdengar mengejutkan mereka berdua.
Perempuan bergincu merah itu entah kapan tiba-tiba sudah berada di depan mereka.
"Maaf, Bu, kami ...."
"Sudah! Kalau sekali lagi saya lihat kamu dan Seruni ngobrol, sepertinya memang harus ada hukuman buat kalian!" tegasnya.
"Ini kantor! Bukan tempat ngerumpi!" sentaknya lalu melangkah menjauh dengan tatapan seolah ingin menelan mereka berdua hidup-hidup.
"Udah, Lan! Kita kerja dulu deh! Jangan sampai hukuman gue ditambah lagi gara-gara ini!"
Wulan mengangguk lalu fokus ke pekerjaannya.
**
Seruni dan Wulan menikmati makan siang mereka di kantin. Tampak Wulan tengah antusias mendengarkan cerita yang meluncur dari bibir sahabatnya. Sesekali senyum Wulan terbit disertai dengan mata membeliak dan tepuk tangan gembira.
"Gue tahu sekarang! Gue udah duga sebelumnya kalau bakal seperti ini, Run!"
"Tahu apaan emang?"
Wulan meneguk es teh di depannya hingga tersisa sedikit. Dia lalu tertawa kecil seraya mencubit lengan Seruni.
"Gue rasa ini waktunya lo menyudahi masa sendiri lo, Seruni!" serunya kali ini dengan wajah berseri.
Namun, paras berseri-seri dari Wulan tidak sebanding dengan air muka Seruni. Perempuan yang menguncir kuda rambutnya itu justru memasang wajah jutek.
"Lo nggak usah over thinking deh, Lan! Lo kayak nggak tahu aja gimana para buaya memasang perangkap!" balasnya tak acuh.
Kali ini Wulan mendengkus menatap Seruni.
"Lo tu ya, Run! Emang makan apa sih? Nggak peka banget jadi perempuan!" keluhnya. "Sudah jelas bos kasi lo signal kek gitu dan lo masih nggak paham juga?"
Seruni menanggapi santai ucapan Wulan.
"Gue capek sama cowok yang tebar pesona dan tebar perhatian kek gitu, Lan! Gue udah kenyang di PHP-in sama laki kek gitu!"
"Batu lo ya, Run! Gue rasa ini beda, Seruni!"
"Terus mau lo cari cowok seperti apa sih!" timpal Wulan gemas. "Gue rasa nih ya, bos itu nggak bakalan nekat ngajak lo ketemu keluarganya kecuali ada sesuatu! Dan dia juga gak bakalan berani nunjukin lo ke perempuan yang konon digadang-gadang bakal jadi pendamping dia! Lo harusnya peka soal itu, Seruni!" cecarnya panjang lebar.
Seruni menarik napas dalam-dalam, dengan tangan mengaduk es jeruk yang tinggal separuh di depannya. Dia mencoba mencerna semua ucapan Wulan.
"Jadi lo pikir bos itu ...."
"Suka sama lo!"
Seruni sontak menoleh ke Wulan yang juga tengah menatapnya dengan tatapan antusias.
"Jangan ngaco, lo!"
"Gue berani taruhan soal ini, Runi! Gue rasa dia beneran suka sama lo! Lo lihat aja nanti!"
**
Yuhuu ... Apa kabar semua ... Semoga selalu sehat yaa 😘 terima kasih sudah berkunjung 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top