Bab 9
Enjoy
•
•
•
"Jane, bersihkan tempat tidur."
"Jane, ambilkan bukuku."
"Jane, mana cangkirku?"
"Jane, pasangkan kaus kakiku."
Atas perintah terakhir sang kakak, Janette langsung membanting lemari baju mereka. Dia baru saja mengambil kaus kaki Evalyn.
"Tunggu dulu! Sampai kapan aku harus melakukan ini? Terlebih, memasangkan kaus kakimu? Kau menyuruhku menyentuh kaus kaki bau–"
Kalimatnya di potong oleh sang kakak yang sedang bersantai di tempat tidur. "Kaus kakiku beraroma apel. Dan kau sudah menyentuhnya"
Sontak sang adik mencium kaus kaki yang dia pegang. "Oh, benar aroma apel. Tidak, bukan ini yang penting. Maksudku adalah kapan kau mau membawa kita kembali ke Narnia?"
Evalyn mengernyit. Janette yang melihat wajah heran sang kakak pun melanjutkan kata-katanya.
"Kau sudah berjanji akan membawa kita kembali ke Narnia jika aku menjadi pelayanmu selama sepekan!"
Wajah datar dipasang Evalyn. Dia tidak pernah bilang begitu. Janette sendirilah yang sebenarnya menawarkan diri menjadi pelayannya. Kenapa malah jadi melenceng begini?
"Aku tidak pernah bilang begitu."
Kini wajah bodoh yang dipasang Janette. "Eh, tidak pernah? Bukannya kau sudah janji?" Wajahnya nampak kecewa sekali.
Oh, Evalyn sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
"K-kau benar-benar... hiks HUWAAAAAAAAAA."
Ah, harusnya dia pura-pura bilang iya saja tadi. Sekarang adik kesayangannya itu bahkan lari sambil menangis kencang meninggalkan kamar mereka. Membuat Evalyn sakit kepala saja.
Evalyn heran. Apa adiknya itu berniat membuatnya tua lebih cepat? Kenapa setiap tindakan sang adik selalu saja membuat Evalyn harus merasa lebih tua?
Ia memijat pelipisnya pelan. Lantas beranjak mencari adiknya yang sudah berlari keluar lebih dulu. Ia berjalan pelan, toh adiknya itu pasti akan segera dia temukan jika mereka masih ada di bumi.
Senyum diukir kala mendapati sang adik yang sedang berjongkok di depan kamar profesor Digory. Baru hendak memanggil, dia tersentak kecil saat melihat apa yang dipegang Janette.
Tikus berdarah. Tak lupa ada pisau dapur disebelahnya. Apa kegilaan adiknya itu kambuh? Semoga Profesor Digory tidak menyadari ada Janette di depan kamarnya dan membuka pintu.
"Jane, apa yang kamu lakukan? Kenapa malah berjongkok?" Evalyn meraih lengan sang adik membuatnya berdirih. Darah menetes disela-sela jemarinya. Membuat lantai kayu yang bersih jadi dilumuri cairan merah yang tentu saja berbau amis.
Namun wajah Janette tidaklah takut ataupun jijik. Dia malah berseri-seri melihatnya. "Aku membuat hadiah untuk tuan serigala ramah. Dia bilang dia suka tikus segar."
"Dimana kau menemukan tikus itu? Lupakan, sekarang ayo kita kubur tikus itu di belakang rumah. Nanti cari hadiah untuk tuan serigala di Narnia sa–"
"Jangan lupa bersihkan halaman belakang. Lalu aku sudah meminta pemilik toko daging untuk mengirimkan daging rusa sore ini. Tolong kau terima Betty."
Evalyn baru ingin menyelesaikan kalimatnya, tapi terhenti kala mendengar suara celotehan Madam Macready.
Dua Charnie itu lantas mengalihkan pandangan mendapati Madam Macready yang berjalan mendekat dengan Betty disebelahnya.
Evalyn menelan ludah kasar. Hanya tinggal hitungan menit sampai Madam Macready berhenti dan menyadari ada dua gadis ginger yang baru saja membunuh tikus di depan pintu kamar Profesor Digory. Sebenarnya hanya Janette, tapi sekarang Evalyn ikut terlibat.
Evalyn bisa mendengar Janette berdecak kecil. Lalu mendapati Janette menggumamkan sesuatu. Evalyn menggeleng. Rasanya dia mau menangis saja.
Dia pandai dalam membaca gumaman orang lain. Dan satu kata yang digumamkan Janette itu adalah 'Hutan Antara Dunia-dunia'.
Ia bisa melihat kalungnya dan kalung Janette yang berada dibalik baju itu bersinar. Semoga kedepannya Evalyn tidak kesusahan.
***
Janette akui dia jenius. ingatannya sudah kembali semua. Pertama dia berhasil membawa sang kakak pergi ke Narnia tanpa panggilan Aslan. Lalu dia juga berhasil mendamaikan Ettinsmore dan Narnia–yang sebelumnya selalu berperang sengit.
Dan sekarang, dia berhasil membawa sang kakak ke Hutan Antara Dunia-dunia dan menyelamatkan mereka dari amukan Madam Macready.
Tapi yang jadi masalah sekarang adalah kenapa malah Evalyn yang hilang ingatan? Apa ini karma karena dulu dia selalu menyusahkan Evalyn?
Lihat saja sang kakak sekarang sedang menatap Janette dengan wajah heran. "Kau siapa?"
Hanya itu yang selalu ditanyakan Evalyn. Karena sudah lebih dari setengah jam Janette tidak menjawab pertanyaannya.
"Ikut aku. Pertanyaanmu itu simpan dulu sebentar."
Janette memilih mengabaikan pertanyaannya. Dia harus mengecek sesuatu.
Keduanya kini berjalan dalam diam. Tikus yang dibawa Janette telah disimpan di sebelah pohon yang pertama kali mereka lihat saat mereka masuk ke sini. Sebagai pengingat kalau-kalau Janette lupa dimana letak kolam menuju bumi.
Janette melirik sedikit pada Evalyn disebelahnya. Kakaknya itu benar-benar menyimpan pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Buktinya sang kakak tidak bertanya apa-apa sampai membuat Janette berfikir apa Evalyn sungguhan hilang ingatan?
"Kita mau kemana?" Oh akhirnya Evalyn bertanya lagi.
Tapi Janette menggeleng. "Sebentar lagi akan sampai. Kalau sudah tiba disana, nanti kau baru bisa bertanya apapun."
Tak begitu jauh, mereka bisa melihat kumpulan pohon-pohon yang merapat di sana, di hiasi oleh sulur-sulur yang meliuk-liuk di batang pohon.
Evalyn benar-benar terkesima melihatnya. Tampak jelas dengan raut muka yang terlihat antusias. Meski disaat bersamaan raut penuh tanda tanya juga menghiasi wajahnya.
Keduanya masuk. Kali ini kedai itu tak seramai dalam ingatan Cilica setahu Janette. Beberapa terlihat nyentrik seperti gadis dengan rambut yang ular atau lelaki berkepala ikan.
Beberapa yang lain terlihat normal, yang membedakan mungkin matanya hanya satu atau telinganya berada di atas kepala seperti telinga kucing. Ada juga yang tangan dan kakinya seperti tentakel gurita.
Pemandangan ini asing untuk dua gadis ginger. Tapi di saat yang bersamaan mereka merasa senang karena baru melihat hal yang unik.
"Halo. Ada yang bisa saya bantu?"
Keduanya berhenti di depan makhluk bertubuh tinggi –yang Janette yakini sebagai lelaki.
Rambut peraknya jatuh dengan indah dan terlihat lembut, membuat Janette ingin menyentuhnya. Tapi bukan itu fokusnya sekarang. Dia kenal orang ini. Namanya Nocturne.
Janette mengangguk kecil. Dia menatap Evalyn yang terlihat menganga. Mungkin kaget kenapa ada orang bersinar seperti Nocturne. Janette menyenggolnya sedikit.
"Ev, bisa kau menunggu sebentar di ujung sana? Ada yang harus kubicarakan dengannya. Setelah ini aku janji akan menjawab semua pertanyaanmu."
Sang kakak nampak linglung tapi mengangguk ragu. Ia pergi dengan pelan dan agak takut ke meja pojok yang ditunjuk Janette.
Janette tersenyum. "Nah, sebelum bicara, bukankah kita sebaiknya duduk dulu?"
Nocturne nampak kaget sebentar. Lantas menyunggingkan senyum. Ia berbalik dan mengajak Janette untuk duduk di sebuah kursi yang menghadap ke dinding. Dinding itu dipenuhi rak berisi botol-botol unik. Ada meja panjang yang membatasi ruang tempat Nocturne bergerak.
Janette tidak tahu apa yang dipikirkan Elf tingkat tinggi itu. Tapi dia memutuskan untuk percaya. Makhluk didepannya ini berteman dengan Aslan. Setidaknya itu yang dia yakini saat melihatnya dalam ingatan Cilica.
"Nah, apa yang gadis setengah jin ini inginkan?"
Nocturne meraih gelas sloki. Dan mengelapnya pelan. Matanya fokus menatap sloki kaca yang jelas-jelas sudah bersih.
"Apa ada minuman atau sesuatu untuk mengembalikan ingatan?" Janette bertanya langsung.
Sang Elf tersenyum lebar. Kini netra ilalang menatap sang puan. "Kamu bisa membayarnya dengan apa?"
Janette tersentak kecil. Benar juga dia tidak bawa uang. Haruskah dia kembali kebumi dan mengambil uangnya? Atau dia mengutang saja?
"Jangan. Aku tidak tertarik dengan uang manusia. Kami juga tidak bertransaksi dengan itu. Sebaiknya kamu lupakan saja keinginanmu untuk mengembalikan ingatan kakakmu."
Janette kembali terkejut. Elf ini sepertinya bisa membaca pikiran. Tapi apa maksud dari kalimat terakhirnya?
"Kamu tahu sendiri kalau hilang ingatan itu bisa kembali. Hanya perlu waktu dan pembiasaan. Seperti kamu dulu saat di Narnia. Sekarang ingatanmu kembali, kan?"
Nocturne menyimpan sloki kaca. Cahaya yang entah dari mana memantul pada kaca dan menyilaukan mata Janette.
Sang Elf mengambil salah satu botol minuman dan menuangkannya pada cawan itu. Janette hendak meraihnya ketika Nocturne menyimpan kembali botolnya. Tapi dia urung saat mendapati Nocturne menyesap minumannya.
"Ini bukan untuk anak kecil." Nocturne tertawa. Janette memasang wajah malu. Dia pikir minuman itu untuknya.
"Nah, jadi apa yang kamu lakukan di kedaiku? Bukankah ada baiknya kamu pulang sekarang?"
Sang Elf memangku dagu pada meja. Mata tajamnya menyipit kala menyunggingkan senyum mempesona. Anak rambut peraknya berjatuhan sedikit melalui bahu.
Janette yakin jika dia kesini saat sudah cukup umur, dia pasti akan jatuh hati pada Elf ini. Tapi lupakan. Hubungan percintaan bukanlah minatnya. Dia lebih suka berpetualang bersama Evalyn.
"Aku tidak tahu cara kembali. Lagipula aku sedang menunggu waktu sampai Madam Macready melewati lorong disana." Janette menjelaskan.
Sang Elf kembali menyesap pelan minuman dalan sloki kaca. Warnanya berbeda-beda setiap dia menyesapnya.
"Aku tak yakin akan hal itu. Maksudku, waktu di suatu dunia akan berhenti jika makhluk dari sana memasuki Hutan Antara Dunia-dunia."
Janette mengernyit. "Jadi artinya jika aku kembali sekarang ke bumi maka tidak akan ada perubahan dan aku akan tertangkap basah oleh Madam Macready dan dihukum?"
Nocturne mengangguk mantap. Janette menatap sang empu tak percaya. "Jadi bagaimana caranya agar aku bisa lolos dari amukan Madam Macready?!" Paniknya.
Sang Elf tertawa. "Jadi kau kesini hanya untuk kabur dari perempuan tua itu?"
Janette menatapnya jenaka. Tapi tiba-tiba dia menyadari hal yang aneh. "Tunggu dulu. Sebenarnya dari mana kau bisa tahu kalau Madam Macready adalah perempuan yang sudah tua?"
Nocturne kembali memangku dagu. "Mudah saja. Karena aku mengenalnya." Ia kembali menyesap minuman aneh itu.
Netra Janette melebar. "Kau mengenal Madam Macready?! T-tapi bagaimana? Apa Madam Macready pernah kesini?"
"Terkadang ada sesuatu yang tidak kamu ketahui dan diketahui oleh orang lain, anak manis. Sekarang waktunya tidur." Nocturne nampak mengetuk dahi Janette dengan telunjuk.
Kesadaran Janette perlahan menghilang. Dan hal yang terakhir dis lihat hanyalah senyuman Nocturne.
***
Evalyn mengerjapkan mata. Membiasakan matanya pada cahaya yang entah dari mana. Dia mengedarkan pandangan. Ruangan tempatnya bangun ini cukup biasa.
Hanya ada meja nakas disebelah ranjang dan lemari besar di dinding depan. Yang membuat Evalyn tertarik adalah benda yang menggantung di langit-langit, atau terbang?
Evalyn tak yakin. Tapi benda itu berbentuk kubus dengan cahaya putih terang yang indah. Cahayanya menyebar menerangi ruangan.
Dia mengangkat kedua tangannya. Dia tidak ingat apapun selain namanya. Selain itu, perempuan yang membawanya kesini juga tidak menjelaskan apa-apa dan hanya menyuruhnya duduk di kursi pojok.
"Emm."
Evalyn mengerling mendapati perempuan tadi sedang tertidur disebelahnya.
Jujur saja Evalyn kesal. Dia punya banyak pertanyaan pada perempuan ini. Seperti, siapa dia? Apa hubungan keduanya? Kenapa Evalyn tidak bisa mengingat apapun?
Evalyn meraih bahu perempuan itu dan menggoncangnya kasar. "BANGUN!!! KAU SUDAH JANJI MENJAWAB PERTANYAANKU! BANGUNN!!"
Sontak Janette terbangun. Menutup telinganya karena baru habis diteriaki oleh Evalyn. "Astaga! Sepertinya aku akan tuli."
Janette mengusap telinganya pelan. Rasanya sakit sekali. Lantas netra emeraldnya mengerling, menatap sosok yang mendelik padanya.
"E-ev? Ada apa? Apa ingatanmu kembali?"
Evalyn menghela napas. Wajahnya kini terlihat sendu. Dia menggeleng. "Karena itu kau harus menjawab pertanyaanku!"
Sang adik mengangguk mantap. Janette sudah bertekad akan membantu Evalyn untuk mengingat sekarang.
Janerre mengukir kurva. "Bagian mana yang ingin kau ketahui lebih dulu?"
Nampak Evalyn menyentuh dagu dengan telunjuknya. "Em, ceritakan tentang dirimu dulu. Dan bagaimana kita bisa ada disini? Apa ini rumah kita?"
Janette mulai menceritakan semuanya. Seperti ketika dia hilang ingatan dan Evalyn yang memberitahukannya.
Selama Janette menjelaskan, Evalyn banyak sekali menyelanya. Membuat Janette kewalahan menjelaskan.
"Jadi kita disini untuk menghindari amukan perempuan yang kau sebut itu? Madam Macready, kan? Tapi kata si elf itu, jika kita kembali langsung, maka kita akan tetap terkena amukannya?
Janette mengangguk mantap. "Begitulah. Pilihan kita hanyalah tetap berada disini, atau mencoba pergi ke dunia lain. Bagaimana menurutmu?"
Evalyn mengangguk kecil. "Ada baiknya kita pergi ke dunia yang kamu sebut itu, Narnia."
•
•
•
TBC~
Hai haii~~
Welkambek to ma book!!! Kangen sama aku nggak? Nggak yah? Yaudah sih, kalau nggak juga gapapa ╥﹏╥
Btw, sebenarnya aku mau up kemarin. Eh gak taunya, aku salah pencet sampe akunku bisa keluar. Setelahnya malah gak bisa masuk² lagi. ಥ_ಥ
Tapi alhamdulillah tadi dah bisa masuk jadi bisa up deh hari ini ehehe
Moga kalian suka. See yaa~~
______________________________________
20 Desember 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top