Bab 7
Enjoy
•
•
•
"Aku membawa mata-mata Penyihir Putih!" Nimfa itu menuduh.
Dasar! Padahal tadi dia dikira Eva, sekarang dikira mata-mata Jadis.
"Aku bukan mata-mata!" Evalyn mengelak.
Yang lain mulai berbisik-bisik. Evalyn mencoba untuk tidak peduli. Baru hendak berdiri, tapi bahunya langsung didorong ke tanah membuatnya jatuh tersungkur.
"Tunggu, Narph. Kenapa kita tidak dengarkan saja dulu dia bicara?" Tumnus yang telah terlihat begitu tua itu mulai bicara.
Yang lain mengangguk. Rasanya tidak adil jika langsung menuduh orang begitu saja.
Evalyn menatap mereka dari bawah. Rasanya dia harus memanfaatkan sesuatu sebaik mungkin disini. Apalagi ada Janette bersamanya.
Adiknya itu kan mirip dengan Jadis. Jika dia tidak punya kekuatan, ia dan adiknya bisa-bisa dipenggal mati karena dikira komplotan Jadis.
"Aku Evalyn. C-cucu dari Penyihir Agung Eva."
Evalyn menutup mata. Dia memang cucu Eva. Tapi bukan cucu kandung. Yang penting masih satu darah. Terserahlah!
"Mustahil! Seumur hidupku aku melayani Eva, tidak sekalipun dia pernah menyentuh lelaki!" Raphnee berseru. Ia nampak begitu marah. Bulu-bulu di badannya berdiri.
Salah seorang minatour menghunuskan kapaknya pada leher Evalyn. "Jangan berani kau menghina Penyihir Agung Eva! Meski wajahmu dibuat mirip dengannya, aku tak akan segan-segan memenggal kepalamu!"
Tak nampak raut takut pada wajah Evalyn. Dia sudah bisa mengendalikan dirinya dan memasang wajah datar. Bahunya semakin ditekan oleh dua naiad. Membuatnya tak bisa bangkit atau melakukan hal lain.
"Sebentar, Gornor." Tumnus kembali bicara. Ia menatap langsung pada mata Evalyn yang juga menatapnya. "Apa kau memiliki bukti? Seperti warisan atau kau bisa sihir?"
"Ada. Biar kutunjukkan." Evalyn mulai berteleportasi ke sebelah para nimfa itu. Lantas mengeluarkan kalung yang dikenakannya.
Semuanya nampak kaget tak percaya atas apa yang mereka lihat. Gadis itu baru saja melepaskan diri dari dua naiad dengan sihir yang mirip dengan Eva.
Juga mereka baru saja melihat kalung yang begitu dikenal tergantung di leher sang puan.
Itu adalah kalung yang ditunjukkan Raja Peter pada mereka. Katanya itu adalah kalung warisan dari keluarga Eva. Kalung itu tak pernah lepas dari leher sang raja sepeninggal Eva.
"Dia sungguh keturunan Eva!" Salah satu faun yang masih muda berseru. Nampak percaya begitu saja.
"Apakah itu artinya Raja Peter dan Eva..." Raphnee menatap Tumnus. Faun tua itu menggeleng.
"Maafkan aku. Tapi ini hanya terlalu aneh. Hampir dua puluh tahun setelah Eva meninggal. Lalu kau anak berumur mungkin masih sepuluh tahun datang kesini dan mengaku sebagai cucunya. Aku tidak mengerti, nak. Ini hanya terdengar.... tidak masuk akal."
Evalyn menghela napas. Sepertinya dia memang tidak bisa berbohong pada orang tua yang baik. Mr. Tumnus hanya terasa seperti mendiang kakeknya.
"Aku cucu langsung dari adiknya Eva, Cilica. Kalung ini diberikan oleh Raja Agung Peter saat kami bertemu dulu." Dia mengaku.
Yang lain mulai mengangguk paham. "Kalung itu diberikan langsung oleh Raja Agung Peter padanya! Itu artinya Raja Agung Peter memintanya untuk berkuasa di Narnia!" Salah satu rubah bicara menyimpulkan.
"Sepertinya ini adalah arti dari bintang-bintang yang kulihat semalam. Mereka berkata bahwa 'dua makhluk mulia akan datang kesini untuk menyatukan kita'!" Centaur kini berbicara.
Evalyn menelengkan kepala dengan tersenyum heran. "M-maaf?"
Tumnus mengernyit. Dia kembali menatap Evalyn. "Darimana kau berasal? Dan apakah ada saudara yang datang bersamamu? Ada berapa kalian?"
"Hanya aku dan Janette, adikku. Kami berasal dari London." Evalyn menjawab. Dia masih bingung. Dia mengerti situasinya. Hanya saja, jangan sampai ini sesuai dengan apa yang dia pikirkan.
Tumnus tersenyum lebar. Ia mengangguk. "Dengan begini sudah jelas. Mereka adalah calon ratu Narnia!"
Ada beberapa yang mengernyit, seperti naiad yang tadi memerintah untuk menyeret Evalyn yang bernama Narph itu.
"Bagaimana bisa kita diperintah oleh perempuan?! Selama ini selalu ada anak adam yang memerintah bersama dengan anak hawa!" Ia mengeluh.
"Tak ada alasan bagi kita menolak permintaan terakhir Raja Agung Peter." Tumnus menatap tajam Narph.
"Dia memberikan kalung yang selalu dikenakan dan dijaga dengan baik seperti mahkota dan pedang Rhindon miliknya pada Evalyn! Itu artinya dia meminta gadis ini untuk memerintah Narnia. Dan aku tidak pernah sekalipun meragukan keputusan Lord Of Cair Paravel!"
Tumnus kini menatap para makhluk yang ada disana. "Apa ada yang akan menolak akan keinginan terakhir Raja Agung Peter?"
Yang lain terdiam. Mereka sudah mengabdi selama lima belas tahun pada para Raja dan Ratu mereka. Semuanya sudah tahu kalau seluruh keputusan Raja Peter tak pernah salah.
Dan selama hampir dua belas tahun tanpa pemimpin manusia, benar-benar sudah mengacaukan Narnia. Banyak keegoisan bertebaran dimana-mana.
Mereka saling menyalahkan dan tidak ada yang mau mendengarkan satu sama lain. Untuk itulah mereka semua disini. Berkumpul mencari solusi, siapa yang berhak memerintah selanjutnya.
Jika ada anak hawa yang datang dari jauh, sepertinya itu lebih baik ketimbang para makhluk egois seperti mereka yang memerintah.
Melihat tak ada yang menentang, Tumnus kini kembali bicara. "Pergi dan kabarkan pada yang lainnya! Kita akan menyambut duaRatu Narnia yang baru!"
Sorak-sorai terdengar riuh di aula. Yang lainnya langsung berangkat pergi meninggalkan aula, menuju teman-teman mereka untuk memberikan berita bahagia ini.
***
Cilica pulang ke bumi. Dia menatap satu cucunya yang baru berumur sepekan. Tidak pernah dia sangka kepergiannya yang rasanya hanya beberapa hari, berubah menjadi beberapa tahun di bumi.
Tahu-tahu putrinya, Liatrice sudah menikah dan punya dua anak. Lalu putranya telah meninggal karena kapal yang dia naiki menuju ke Jerman tenggelam.
Cilica meraih jemari sang bayi. Begitu kecil dan mungil. Mengingatkannya seperti saat dia melahirkan Liatrice dulu.
"Nak, jika aku membawamu pada Eva, apa dia akan senang?"
"Eva itu siapa, bu?" Nampak sang putri datang dengan menggendong putri pertamanya.
"Apa kau sudah memberi nama pada anak pertamamu?" Seolah tak mendengar pertanyaan sang anak, Cilica bertanya.
"Oh, belum. Kami sepakat untuk menunggu ibu. Sejauh ini kami hanya memanggilnya Liatrice junior." Liatrice menaruh sang bayi ke ranjang.
Cilica mengangguk. "Beri nama Evalyn saja. Nama tengahnya kau yang tentukan."
"Kenapa harus Evalyn?" Liatrice menatap ibunya bingung. Kenapa Evalyn? Bukannya itu adalah kepanjangan dari nama Eva yang baru saja sang ibu sebutkan?
"Aku tahu beberapa hal yang tidak kamu ketahui, Lia. Anak ini cukup spesial." Tatapan sendu diberi pada sang balita yang tengah tertidur.
"Apa sesuatu yang tidak kuketahui itu termasuk tanah leluhur yang ibu sebut-sebut sebagai Charn? Albert sudah mencarinya kemana-mana, bu. Tapi kami benar-benar tidak tahu dimana Charn itu."
Sang ibu nampak tersentak. Tanpa dia ketahui ternyata selama dia pergi, putranya sudah keliling dunia untuk mencari negeri bernama Charn.
"Hentikan. Jangan cari itu. Negeri itu tidak ada disini. Dan juga, negeri itu telah lama mati."
Cilica mendekati sang anak. Dia memegang erat bahunya. "Kamu harus melupakan siapa kita. Juga Charn. Kita bukan bagian dari sana. Beri tahu anak-anak itu nanti. Bahwa kita hanyalah manusia biasa dengan kekuatan spesial untuk melakukan sedikit sihir. Bersumpahlah."
Liatrice mengangguk. "Aku bersumpah."
***
Janette tengah sibuk memakan potongan daging ayam yang diberikan Evalyn. Sampai sesuatu masuk kedalam kepalanya.
Dia merasa telah mengingat sesuatu yang bukan ingatannya. Dua orang berambut merah yang berbincang. Apa itu Evalyn dan dia di kehidupan sebelumnya? Atau orang lain?
Ah, tidak mungkin itu kehidupan sebelumnya. Ingatan di kehidupannya saat ini saja tidak dia ingat.
Ia memegang dadanya. Ada rasa membuncah yang tak tertahan. Dia penasaran. Apa maksud dari ingatan yang tiba-tiba terputar itu?
Alisnya mengerut. Netranya menatap lama potongan ayam di tangan. Nafsu makannya sudah hilang. Dia lebih penasaran apa maksud dari ingatan itu.
Dia butuh Evalyn untuk ditanya. Lantas diri beranjak, pergi keluar rumah. Mengabaikan segala rasa takut Evalyn akan marah jika dia melanggar segala petuahnya.
Sekali-kali melanggar mungkin tidak masalah. Dia bisa menjelaskannya nanti pada sang kakak.
Ia pergi. Melangkah masuk lebih dalam ke hutan yang lebih lebat. Tanpa tahu ada makhkuk lain yang mengikutinya.
Janette berjalan dengan pelan. Ada rasa takut dalam dirinya setiap melangkah. Tapi rasa penasaran akan tempat yang belum dia ketahui ini jauh lebih besar.
Seketika dia melupakan tujuannya keluar untuk mencari Evalyn. Ia sedang sibuk menatap kumbang besar yang menempel pada pohon. Atau melihat bunga berwarna-warni yang indah di semak-semak.
Srek.
Bunyi semak-semak itu tak dia acuhkan. Dia lebih memilih untuk sibuk melihat ulat bulu yang sedang makan di dedaunan.
"Kudengar ada manusia yang mirip dengan Penyihir Putih. Kau yakin ini orangnya?"
Sontak Janette berbalik. Mendapati makhluk dengan kepala benteng dengan kapak besar di tangannya. Ada serigala sebesar tubuhnya di sebelah makhluk berkepala benteng itu.
"Siapa kalian?" Tidak ada rasa takut dalam diri Janette. Semuanya sudah menguap setelah dia melihat bunga-bunga yang cantik dan pohon-pohon besar.
"Kami datang untuk menculikmu." Seringala itu berkata jujur. Minatour di sebelahnya memukul kepalanya. "Hey anjing bodoh! Mana ada orang mau menculik, berkata terang-terangan seperti itu?"
Sang serigala mengadu kesakitan. "Aduh. Ya maaf, aku keceplosan."
Janette memiringkan kepalanya. Membuatnya nampak lucu dimata dua makhluk itu. "Apa itu menculik?"
Sang minatour menarik telinga runcing sang serigala. "Dia benar-benar Penyihir Putih? Kenapa lucu sekali?" Wajahnya nampak bigung.
Sang serigala melenguh kesakitan. "Telingaku banteng bodoh! Sakit woy!" Dia mencoba untuk mencakar sang minatour.
"Sudahlah. Ayo, nak. Ikut kami. Kita akan bermain rumah-rumahan."
Sang minatour menggendongnya seperti membawa karung beras. Bukannya panik, Janette malah tertawa riang. Dia tidak tahu kenapa tapi perasaannya begitu senang.
"Ayo paman banteng! Ahahahaha."
***
Evalyn tertawa dalam hati. Tadinya dia berencana dengan berharap setidaknya akan diakui sebagai penyihir resmi atau semacamnya.
Tahu-tahu Tumnus dan yang lainnya menyimpulkan sendiri kalau dia adalah calon ratu yang dikirim oleh Raja Peter. Tak pernah dia sangka rencananya bisa berjalan semulus ini. Bahkan ini melebihi ekspektasinya.
Kuda bicara yang dia tunggangi itu berjalan menuju tempat terakhir dia meninggalkan Janette. Diikuti dua belas Centaur yang lengkap dengan pedang di tangan mereka.
Mereka berhenti tepat didepan sebuah pohon. Lantas Evalyn turun dari kuda dan masuk kedalam. Mencari sang adik.
"Janette?" Netranya melebar kala sadar sang adik tidak ada disana. Ia langsung berlari keluar dan berteriak. "Janette menghilang!"
"Boleh kami tahu bagaimana rupa wajah adik anda, Yang Mulia?" Salah seorang Centaur bertanya.
"Jika kalian pernah melihat Penyihir Putih, dia mirip dengannya. Hanya saja rambutnya sebahu berwarna merah dan bermata emerald. Lalu dia setinggi dwarf dewasa dan memiliki gigi taring."
Dua belas Centaur berpencar dengan masing-masing dua orang. Evalyn menaiki kudanya segera. Ia langsung meminta Berrybecca, sang kuda bicara untuk pergi mencari Janette.
Masing-masing meneriakkan nama Janette. Evalyn yakin, anak itu harusnya tidak pergi terlalu jauh karena tidak ingat apa-apa. Kecuali ada yang membawanya pergi.
"Janette, ku bunuh kau kalau aku melihatmu tidak baik-baik saja!" Geramnya. Mengeratkan genggaman pada tali kuda.
Beberapa driad keluar dari pohon mereka menghalang Evalyn. "Oh! Para pohon. Benar juga. Bagaimana tanyakan pada mereka saja, Yang Mulia?" Berrybecca mengusulkan.
Evalyn mengangguk. "Para pohon, apa kalian melihat gadis kecil berambut merah sebahu?"
Draiad itu saling menatap satu sama lain dan berbisik-bisik kecil. Nampak satu dari mereka mengangguk. "Yang mulia, kami melihatnya dibawa ke utara oleh satu minatour dan satu serigala."
Wajah Evalyn mengeras. Dia sudah kecolongan. Janette pasti dibawa oleh bawahan Penyihir Putih karena dikira Jadis.
Ia melembutkan sedikit ekspresinya. "Boleh aku minta tolong, para pohon?"
Para draiad itu mengangguk. Siap melaksanakan apapun perintah pada orang yang katanya akan menjadi ratu mereka.
"Tolong sebarkan bahwa Ettinsmore menculik satu ratu Narnia."
•
•
•
TBC~
Hai haii~~
Jadi jadi jadiiiiiiiii.... Kemarin² aku udah bikin sampe chapter 10 tuh. Udah bagus sih.
Tapi rasanya kyk melenceng jauh dari alur yg dah ku buat dari awal². Jadi dengan terpaksa, aku bikin ulang dari chapter 8.ヽ(´□`。)ノ
Terus aku mikir lagi soal sejarah keluarga Evalyn ma Janette kan. Tapi rasanya nih fanfic bakal ganti genre ke misteri dong. Soalnya mereka nyari tau sejarah mereka.
Gimana yah, aku suka misteri sih. Tapi nih fanfic niatnya mau bikin genre petualangan. Masa jadi belok ke misteri, ya kann??
Demi kepentingan otak kita masing-masing, terutama otak aku, biar nggak mumet. Aku nggak jadi masukin sejarah keluarga dua Charnie lagi.
Pembahasan itu sampai di Cilica pulang trus kasi tau anaknya biar gak cari² Charn lagi. Gimana menurut kalian???
Gitu aja, thank you dah mau baca~~ see yaa next time papaii
______________________________________
11 Desember 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top