Bab 23
Enjoy
•
•
•
Srak.
Evalyn menginjakkan kaki telanjangnya di salju dingin. Kaki kecilnya itu tenggelam hingga lutut dalam salju. Dia menatap Janette yang berjalan santai tanpa kedinginan.
Sepertinya adiknya itu entah bagaimana menggunakan sihir yang mampu menyamakan suhu udara atau sejenisnya dalam tubuhnya. Mereka telah tiba di Ettinsmore selepas diantar oleh naiad dengan tidak elit.
"Hey, kakiku membeku. Kau bercanda?"
Janette berbalik dan tersenyum kuda. "Diam disitu. Aku akan membawa bala bantuan." Dengan segera adiknya itu berlari entah kemana. Meninggalkan Evalyn yang memilih untuk duduk di pinggir sungai yang dingin.
Dia meniup kedua tangannya. Berharap bisa memberikan rasa hangat walau sedikit. Kini Evalyn menyesal. Harusnya tadi dia pergi ke Cair Paravel sebentar. Mana tahu para Pevensie ada disana.
Evalyn menggeleng. Itu tidak mungkin. Jika memang para Pevensie juga datang ke Narnia, maka ada kemungkinan mereka terus bergerak dan tidak tinggal di satu tempat.
Kini dia menghela napas. "Semoga Janette tidak terlambat. Rasanya aku mulai membeku."
"Kau membeku? Ya ampun! Kalau begitu kau bisa cepat mati!"
Evalyn berbalik mendapati beruang putih raksasa yang menutup mulutnya dengan dua kaki depan. 'Ah, beruang kutub.'
"Eh, tunggu dulu. Rasanya aku pernah melihat rambutmu. Tapi dimana?" Sang beruang kini berputar-putar disana. Sepertinya tengah berpikir keras.
"Oh! Ratu Ettinsmore! Tapi lukisannya berbeda. Wajah Ratu itu mirip penyihir jahat di masa lalu. Terserah, deh. Omong-omong, kau mau kemana? Aku akan mengantarmu pergi. Kebetulan katanya Ratu sudah kembali."
Evalyn nampak terdiam. Dia mengangguk. "Tolong bawa aku ke ibukota Ettinsmore. Aku mencari Ratu kalian."
***
Mulutnya menganga menatap benteng didepan. Benteng besar dengan dua lapis nampak kokoh berdiri ditengah padang salju. Evalyn membiarkan beruang yang dia tunggangi berjalan cepat menuju gerbang besar.
"Ini Ettinsmore? Kenapa bisa sebesar ini?!"
"Lima belas tahun lalu Ratu membuat kebijakan baru. Beliau membentuk kota besar disini dengan benteng depan ini yang pertama kali dibuat. Dulu hanya satu lapisan. Tapi setelah Ratu pergi, panglima Raksasa membuat lapis baru didepannya." Jelas sang beruang.
Evalyn mengangguk. Kini menatap takjub pada gedung-gedung besar dengan struktur tata bangunan yang rapi. Dia tidak percaya kalau para raksasa yang bodoh itu mampu membuat kota sebesar dan seindah ini.
Sang beruang berhenti. Memilih untuk menyingkirkan diri ke pinggir jalan. Evalyn menatap iring-iringan raksasa dengan zirah dan pedang atau kapak ditangan mereka. Mereka berhenti didepan Evalyn dan sang beruang.
"Kami akan pergi berperang! Tolong tutup gerbang dan jangan biarkan siapapun masuk kecuali dia adalah rakyat Ettinsmore." Raksasa dengan zirah dan kain biru di lengannya yang bicara. Sepertinya dialah panglima yang dikatakan beruang putih itu.
Evalyn menatap dua kuda ditengah raksasa itu. Ada seseorang yang duduk di salah satu kuda, dia mengenakan jubah hitam dengan sulaman biru berbentuk es di punggungnya. Dia nampak seperti...
"Janette!"
Gadis berjubah di kuda sana berbalik menatapnya. "Evalyn!" Dia benar Janette.
Janette turun dari kuda. Beranjak menuju Evalyn yang juga turun dari beruang putih. Sang adik melilitkan jubah pada leher Evalyn. Itu adalah jubah hijau toska yang familiar di matanya.
"Itu tidak akan membuatmu kedinginan. Kita akan berkuda seharian penuh menuju perbatasan. Aku sudah mendengar beberapa penjelasan dari yang lainnya. Ayo." Adiknya itu meraih kemari Evalyn. Menariknya menuju kuda untuk ditunggangi.
Dua Charnie kini berkuda. Diikuti iring-iringan yang begitu banyak. Bahkan setiap Evalyn menoleh kebelakang, hanya ada raksasa dan minatour berzirah sejauh mata memandang.
***
Evalyn mendudukkan diri perlahan diatas rumput. Rumput tebal terasa agak empuk ketimbang punggung kuda yang keras. "Aku tidak pernah berkuda selama ini. Ya ampun, punggungku Punggungku akan patah!" Keluhnya.
Sedangkan Janette masih sibuk memegang peta dan memerintah beberapa raksasa. "Kita akan melanjutkan perjalanan besok."
Netra emerald Evalyn beralih pada beberapa serigala yang mendekat. Mendudukkan diri disebelahnya. Bulu-bulu lembut membuat Evalyn bersandar nyaman pada mereka. Menghangatkan dirinya dari angin malam yang dingin.
Mereka telah tiba di perbatasan antara Ettinsmore dan Narnia. Sedikit ke selatan agar salju-salju tak mengenai mereka. Janette tadi bilang butuh sekitar dua hari lebih dengan kecepatan mereka untuk tiba di Dancing Lawn.
Tapi Janette kembali menjelaskan. Bahwa mereka akan melihat situasi dulu. Jika pasukan Narnia, yang katanya sudah berkumpul ditemukan, maka mereka akan mengikut dimana perkumpulan pasukan itu.
Jika tidak, mereka akan tetap menuju Dancing Lawn. Karena hanya wilayah itu yang cukup memiliki dataran kosong untuk perang. Dan wilayah itulah yang memiliki jarak yang paling aman di dekat istana Telmar selain Aslan How.
Jika memilih sungai Beruna, sungai itu terlalu dekat dengan istana Telmar. Mereka akan kesulitan berperang disana. Ditambah serigala dan minatour yang ada tak begitu menyukai air.
"Aku sudah memerintahkan yang lain bekerja. Kau istirahatlah. Pasti tubuhmu lelah karena berkuda seharian. Besok kita harus bekuda lagi." Janette mendekat dan mendudukkan diri di sebelah Evalyn.
Evalyn yang memeluk serigala besar itu hanya mengangguk. Tubuhnya terlalu lelah. Tadi mereka memang sempat istirahat ditengah salju. Tapi hanya untuk makan siang. Setelahnya mereka kembali bergerak menuju perbatasan.
"Ratu, para Raja dan Ratu Narnia terdahulu telah kembali." Salah satu serigala datang melapor. Janette ingat dia adalah pasukan serigala yang memang dia tempatkan di berbagai wilayah di Narnia untuk memantau perkembangan keadaan disana.
Dua ginger menatap. "Itu pasti para Pevensie. Dimana mereka?" Janette kembali berdiri. Meminta sang serigala untuk menjelaskan.
"Awalnya aku melihat pangeran Caspian berkumpul di Dancing Lawn. Ada banyak faun, minatour, centaur disana. Ada juga dwarf. Lalu aku mengikuti mereka menuju Aslan How. Dan di pagi harinya–"
Janette menghela napas. "Tolong jelaskan secara singkat. Kau terlalu berbelit-belit."
Sang serigala tertawa canggung. Lantas kembali menjelaskan. "Pangeran Caspian bertarung dengan Raja–" belum selesai menjelaskan, Janette kembali memotongnya.
"Caspian apa?!"
Evalyn menghela napas. Apakah kebiasaan ibunya menurun pada Janette? Kalau iya ini bukan hal yang baik. "Jane, biarkan dia menjelaskan dulu. Jelaskanlah yang tadi, setelah kau mengikuti Caspian. Apa yang terjadi?"
Sang adik tersenyum kuda. Dia mengangguk dan menutup mulutnya. Meminta sang serigala menjelaskan.
Sang serigala menghela napas malas. "Jadi, aku menunggu Pangeran Caspian sampai pagi. Lalu dia berkeliling dan aku mengikutinya. Pangeran Caspian diserang oleh Raja Peter dan mereka bertarung. Setelahnya mereka seperti bicara dan Ratu Susan datang bersama Raja Edmund dan Ratu Lucy. Setelah itu mereka kembali ke Aslan How." Jelasnya.
Janette nampak diam sejenak lalu mengangguk paham. Dia menyuruh serigala itu pergi dengan satu gerakan tangan. "Kerja bagus. Minta pada minatour untuk memberikanmu makanan tambahan. Katakan padanya Ratu Janette yang bilang."
Kini Janette beralih pada Evalyn yang mulai berdiri. "Kau pikir kau mau kemana?"
Sang kakak mengangkat bahu. "Bertemu Peter dan yang lainnya tentu saja."
Janette mendengus. "Dengan punggung yang rasanya akan patah? Belum sampai satu jam kau kembali berkuda, kau hanya akan pingsan, Ev. Kembalilah berbaring. Kau bisa tidur setelah makan malam."
"Perjalanannya?"
"Besok pagi."
***
Perjalanan berjalan dengan lancar. Mereka mengubah haluan dari Dancing Lawn yang ada di ujung selatan menjadi Aslan How yang agak ke timur.
Hal itu membuat perjalanan jadi sedikit lebih dekat. Dari yang membutuhkan waktu dua hari lebih, menjadi sehari semalam lebih.
Evalyn menatap bangunan yang lebih mirip gunung didepan sana. Mereka datang lewat belakang membuat pasukan Janette tak terlihat oleh rimbunnya pepohonan. Meski ada beberapa kepala yang kelihatan saking tingginya para raksasa itu.
Janette mengangkat sebelah tangannya. Tanda untuk pasukannya berhenti. Dia memanggil sang panglima yang berada di garda depan.
"Aku dan Evalyn akan masuk. Kalian diam disini. Jika ada yang bertemu dengan pasukan Narnia, jatuhkan senjata dan angkat tangan kalian." Titahnya sembari turun dari kuda.
Dia tidak mau mengejutkan rakyat Narnia karena membawa raksasa dan minatour sebanyak ini. Bisa-bisa, bukannya berperang melawan Miraz, dia malah terpaksa melawan Narnia karena dikira pasukan Jadis.
Evalyn juga ikut turun. Dia mengikuti kemanapun Janette pergi layaknya anak ayam pada induknya. Mereka berjalan santai menuju Aslan How.
Tudung jubah mereka sengaja ditutup. Janette bilang untuk menambahkan kesan misterius pada keduanya. Evalyn bisa merasakan beberapa satyr atau faun yang berada didekat mereka. Tapi semuanya lari setelah melihat keduanya.
***
"Apa katamu? Eva kembali?!" Seru Susan menatap serius pada faun yang datang melapor.
Keempat Pevensie membagi tugas untuk menjaga. Dan sekarang adalah giliran Susan yang memimpin pasukan penjaga. Dia dikejutkan oleh beberapa Faun yang kembali setelah katanya melihat Eva, mendiang Penyihir Agung.
Mendengar seruan Susan, Peter, Caspian, Edmund dan Lucy mendekat dengan segera. Terutama Peter. Wajahnya nampak marah. Alisnya bertaut dan matanya menyipit.
"Hal yang tabu untuk membahas hal itu didepan para Raja dan Ratu Narnia. Itu bisa membuatmu kehilangan kepalamu kalau kau tidak tahu."
Dahulu selepas Eva meninggal, Peter mengeluarkan 'Titah Raja'. Yang mana itu adalah hukum paling tinggi diantara hukum yang dikeluarkan di Narnia.
Titah itu berisi larangan untuk membahas bangkitnya Eva dari kubur atau gadis itu hidup kembali. Hal itu dianggap merusak nama kehormatan sang penyihir.
Hukuman yang diberikan pun bukan hukuman ringan. Melainkan hukuman penggal ditempat setelah mendengar penjelasan sang pelaku. Peter sengaja membuatnya agar Eva bisa meninggal dengan tenang tanpa ada yang merusak namanya.
"Maaf, Raja. Tapi saya yakin kalau jubah yang beliau kenakan ialah jubah kutukan." Sang faun menunduk takut.
"Jubah kutukan?" Beo Peter.
Sang faun mengangguk. "Jubah itu adalah jubah milik Penyihir Agung. Warnanya hijau toska dengan sulaman singa perak dipunggungnya. Dan ada tulisan Narnia kuno."
"Konon katanya jubah itu hanya bisa dipakai Penyihir dan keturunannya. Atau orang yang sedarah dengannya." Caspian ikut menjelaskan.
Raut Peter masih tak berubah. Tangannya telah memegang erat pedangnya seakan tengah bersiap untuk menebas kepala faun didepan.
Sontak Lucy berdiri didepannya. Disaat seperti ini, hanya Lucy yang bisa menghentikan sang kakak. "Ada satu orang!"
Peter melepaskan pegangan tangan. Menatap Lucy yang mengganggu urusannya. "Apa?"
Sang adik meneguk ludah kasar. "A-ada satu orang yang mirip sekali dengan Eva. Baik sihir maupun wajahnya. Dia juga memiliki darah yang sama dengannya. Kalian tahu apa maksudku." Dia menatap dua kakaknya yang lain untuk meminta bantuan.
Belum sempat membantu, Peter langsung berbalik. Seakan tahu ada orang yang akan memasuki Aslan How.
Benar saja. Nampak dua orang berjubah dengan warna yang berbeda. Yang satu berwarna hitam dengan sulaman biru diujung jubahnya. Dan satunya, jubah familiar dimata mereka semua. Jubah toska dengan sulaman perak.
"Permisi, kami datang sebagai utusan dari Ettinsmore." Keduanya membuka tudung jubah masing-masing. Tepat didepan empat Pevensie, Caspian dan juga Doctor Cornelius yang tiba-tiba lewat.
Para Pevensie nampak kaget. Tapi mereka lantas memasang senyum cerah. Belum sempat menyapa, suara teriakan haru muncul dari belakang mereka. Membuat raut mereka berubah heran.
"Lady!" Cornelius langsung berlari tergopoh-gopoh menuju Evalyn.
Sang ginger sontak menyambutnya dengan hangat. "Cornelius! Kau selamat!" Katanya memeluk sang half-dwarf penuh haru.
"Syukurlah kau bisa keluar dari lubang iblis itu. Ceritakan padaku bagaimana kau selamat?"
Cornelius balas memeluk erat. "Pangeran dan para Raja dan Ratu Narnia lama menyelamatkanku. Aku bersyukur sekali mereka mau datang untuk mengingatku."
"Doctor? Siapa mereka?" Caspian datang mendekat.
Ketiganya terdiam. Kini berbalik menatap Caspian yang telah berdiri disebelah Cornelius. Evalyn menatapnya lama. Ada rasa khawatir padanya. Takut-takut kalau kutukan untuk membunuh Caspian itu muncul lagi.
Tapi ini aneh. Bagaimana Caspian bisa kembali hidup? Ataukah lelaki itu tidak mati dulu? Hanya menghilang begitu saja? Selain itu, kenapa dia tampak lebih muda?
"Kau hidup lagi, eh? Apa kabar Ratu? Ah, benar juga. Kau tidak akan bertemu dengannya disurga. Kau pasti masuk neraka kan, Caspian?" Sarkas Janette. Dia bersedekap menatap tajam Caspian.
Sang empu hanya memasang wajah bodoh. Sampai Edmund datang menginterupsi. "Dia Caspian 10. Bukan Caspian yang kalian kenal."
Janette nampak terdiam dan mendecih. "Syukurlah. Karena kalau dia adalah Caspian 9, aku bisa-bisa membanting tubuhnya karena kesal."
Evalyn tersenyum. "Rupanya bayi yang kubesarkan dulu tumbuh dengan baik, Cornelius." Netranya menatap lega pada Cornelius yang mengangguk.
"Aku berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan kebutuhannya dan melindunginya seperti janjiku padamu, Lady."
Alis Caspian terangkat. "Lady Evalyn? Wanita yang dulu membesarkanku? Tapi kenapa rambutmu berwarna merah dan bukan hitam?"
Sang puan menyentuh beberapa helai rambutnya. "Ada beberapa hal yang bisa kita ubah dengan sihir." Rambut merah itu berubah menjadi hitam.
Sontak membuat Caspian takjub. Dia belum pernah melihat sihir secara langsung dalam hidupnya. Tentu saja selain penyihir es yang tadi dia dan para Raja dan Ratu hadapi.
Yah, tadi memang ada sedikit kekacauan. Nikabrik, sang dwarf hitam memanggil Penyihir putih untuk dibangkitkan kembali. Syukurlah para Pevensie datang dan menyelamatkannya. Jika tidak, Caspian pasti akan melakukan hal yang akan dia sesali dimasa depan.
Peter datang mendekat. Sontak memeluk Evalyn tanpa malu. "Senang melihatmu tiba dengan selamat. Bagaimana kalian bisa tiba disini?"
Evalyn tertawa canggung. Dia tidak pernah mendapati sikap Peter seperti ini. "Oh, ah. Benar. Janette."
Janette menatap Peter yang telah melepaskan pelukannya. "Aku adalah Ratu Ettinsmore. Kami datang sebagai pasukan bantuan dari Ettinsmore."
"Pasukan bantuan?" Edmund bertanya alisnya terangkat sebelah bingung.
Janette mengangguk. Dia berbalik menunjukkan lambang Ettinsmore di belakang jubah hitamnya. Itu adalah lambang es biru dengan tulisan Ettinsmore dengan bahasa Narnia kuno dibawahnya.
Dia kembali berbalik menatap yang lain. "Kami pasukan bantuan dari Ettinsmore. Kuharap kalian tidak kesal karena kami datang agak terlambat."
•
•
•
TBC~~
______________________________________
4 Maret 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top