Bab 17

Enjoy



Pernikahan Caspian dan Medavita berjalan lancar. Semua rakyat merayakannya dengan suka cita.

Namun, beberapa bulan setelahnya muncul kabar duka. Raja Caspian 8 meninggal dunia. Tapi tidak ada waktu bagi Caspian 9 untuk berduka. Selepas ayahnya mangkat, dia langsung diangkat menjadi Raja dan sibuk dengan urusan negara.

Dia langsung merombak para pelayan istana. Menggantinya menjadi para pengikutnya, dan mengeluarkan semua yang tidak bekerja sesuai perintahnya.

Sekedar informasi, Telmar memiliki sistem kasta tersendiri. Yang paling tinggi tentu saja Raja dan Ratu. Lalu dibawahnya ada tujuh bangsawan tertinggi. Dan dibawahnya baru bangsawan biasa.

Tujuh bangsawan merupakan komplotan orang-orang yang membenci Aslan dan Narnia lama. Sedang anak-anak dari tujuh bangsawan itu memiliki impian yang selaras dengan Caspian.

Mengembalikan Narnia lama.

Karena itu Caspian mencari cara agar Tujuh bangsawan ini bisa meninggalkan kekuasaan mereka segera.

Dua bisa diatasi. Yorez mengganti ayahnya menjadi Pemimpin Bangsawan Ke-dua. Ayahnya memang merasa sudah terlalu tua, dan tidak pantas lagi untuk mengurus negara. Jadi dia memberikan gelar itu pada sang putra sulung.

Lalu Collin yang menjadi Pemimpin Bangsawan Ke-tiga. Ayahnya juga mengundurkan diri. Bedanya dia melakukannya karena tidak mau melayani Caspian sebagai Raja.

Setelahnya Medavita turun tangan untuk  membujuk empat bangsawan lama agar segera melepaskan kekuasaan dan menikmati kehidupan tua mereka.

Entah bagaimana Medavita mampu membujuk orang tua kolot itu agar segera menurunkan gelar kebangsawanan pada anak-anak mereka.

Selain itu, ada Miraz yang diangkat sebagai Kepala Pengawal Istana. Lalu Evalyn dan Janette yang kini dipanggil dayang kesayangan Ratu.

***

Evalyn menatap Janette yang sedang memintal rambut sepinggangnya. "Sampai kapan kita akan tinggal disini, Jane?"

Janette melirik pantylan wajah Evalyn melalui kaca rias di depan. "Sampai aku menemukan portal itu."

Sang kakak menghela napas. Pasalnya sudah tujuh tahun lebih mereka di Narnia. Selama itu juga Janette bilang kalau mereka belum bisa kembali.

Awalnya dia bilang Evalyn harus memulihkan energi sihirnya. Lalu sekarang dia bilang portal itu menghilang tanpa jejak.

Membuat Evalyn curiga. Jangan-jangan Janette sengaja bohong kalau portal itu hilang agar mereka tidak kembali.

Janette mengikat pintalan rambut. Dia berbalik menatap sang kakak.

"Ev, jangan terlalu menghawatirkan banyak hal. Sekarang kita harus menghawatirkan Ratu dulu. Dia sedang hamil."

Benar. Sudah tiga bulan Medavita yang kini menjabat sebagai Ratu, hamil. Tapi itu masih dirahasiakan, hanya antara Janette, Evalyn, Medavita dan dokter kandungan itu sendiri.

Medavita bilang dia akan memberitahukannya langsung pada Raja. Dia sedang mencari waktu yang pas untuk mengatakannya.

Evalyn menumpu dagu. "Aku harap aku yang dipilih jadi pengasuhnya."

***

"Raja!"

Miraz mendobrak ruang rapat. Padahal didalam sana sedang ada Tujuh Bangsawan dan para bangsawan lain serta Raja yang sibuk berdiskusi.

Caspian menatapnya marah. "Meskipun kau adalah kepala pengawal, Aku tidak pernah mengharapkanmu melakukan tindakan yang tidak sopan, Kepala Pengawal Miraz!"

Miraz meneguk ludahnya kasar. "Ampun, Baginda. Tapi, kabarnya Ratu jatuh pingsan dan hampir tiga dokter yang dipanggil menuju Paviliun Ratu!"

Para bangsawan nampak heran, begitupun Caspian. Ada apa gerangan dengan Ratu hingga tiga dokter sekaligus dipanggil menuju Paviliunnya?

Entahlah apa itu. Tapi meski Caspian tak mencintainya, wanita itu tetaplah istrinya. Dia setidaknya harus menemaninya jika sang istri sakit. Dengan segera dia menutup rapat dan pergi menuju Paviliun Ratu.

Nampak para pelayan berkumpul didepan kamar sang Ratu. Miraz dengan segera menyuruh para pelayan itu pindah.

Tentunya pelayan-pelayan itu langsung menunduk takut dan pergi meninggalkan kamar Ratu.

Caspian memasuki kamar sang istri. Didapatinya Medavita yang masih belum sadarkan diri. Semua orang dalam ruangan itu langsung menunduk hormat padanya.

"Bagaimana kabar Ratu?" Caspian menatap tiga dokter itu. Meminta penjelasan kenapa istrinya bisa tidak sadarkan diri.

Para dokter saling melirik. Nampak ragu mengatakannya. "Ratu hanya pingsan, Yang Mulia. Dan bayi dalam kandungan beliau baik-baik saja."

Caspian mengangkat sebelah alisnya bingung. "Maksudmu Ratu sedang mengandung?"

Tiga dokter itu mengangguk ragu. Sontak Caspian menyuruh semuanya keluar.

"Jangan ada yang masuk selain pelayan pembawa makanan. Kepala pengawal, jaga pintu kamar ini. Jangan biarkan siapapun berada dalam jarak sepuluh meter!"

Bahkan Janette dan Evalyn hanya diperbolehkan menunggu diluar ruangan.

"Cih. Mentang-mentang Ratu sedang pingsan, kita sebagai dayang pun disuruh keluar." Janette menggerutu.

Evalyn merapikan anak-anak rambut Janette. "Wajar saja dia begitu. Bagaimanapun Ratu adalah istrinya."

"Tetap saja. Kita kan dayang beliau. Kita yang selalu merawatnya, menemaninya. Raja saja jarang mengunjungi Ratu."

Evalyn mencubit pipi Janette yang sudah agak tirus itu. "Jangan bilang begitu! Dia adalah tuan kita. Menghina Raja sama saja menghina negara. Kau mau dihukum mati?"

Janette cemberut. "Aku hanya kesal. Kita dipisahkan dari Ratu."

Evalyn tersenyum. Dia sangat tahu betapa sayangnya Janette pada Ratu mereka. Keduanya memang sudah menganggap Medavita sebagai kakak dan satu-satunya keluarga yang mereka miliki di Narnia ini.

Ia lantas  mengelus kepalanya. "Hanya sebentar. Jika Ratu bangun, kita akan merawatnya seperti biasa."

***

"Kenapa kau tidak pernah bilang kalau kau sedang mengandung?" Caspian mengelus punggung tangan Medavita yang kini telah bangun.

Sang puan memalingkan wajah. Dia lebih memilih menatap jendela di sebelah sana. "Aku hanya ragu."

Caspian menghela napas. Tentu saja ragu. Caspian tidak pernah menunjukkan kasih sayang pada istrinya. Dia saja hanya mengunjungi istrinya sebulan sekali. Alasannya adalah sibuk. Tapi seluruh istana tahu, Caspian tidak mencintai istrinya.

"Awalnya kupikir kau akan senang. Tapi setelah kupikirkan lagi, bagaimana jika kau memilih agar aku menggugurkannya. Bagaimanapun, dia muncul di rahimku. Bukan dari rahim Evalyn."

Medavita menatap Caspian sendu. Netra hitam Caspian melebar. Rupanya sang istri tahu bahwa dia mencintai orang lain. Dan orang lain itu adalah dayang dari istrinya sendiri.

"Dari mana kau tahu?"

Caspian kini menyesal. Rasanya seperti ketahuan selingkuh didepan istri sendiri. Bagaimanapun dia selalu diajarkan agar menghormati perempuan.

Medavita mengukir senyum. Dia meraih pipi Caspian. "Aku bisa melihatnya dari tatapanmu pada Evalyn. Kau mencintainya, kan?"

Meski tak nampak, tapi Caspian bisa merasakan kesedihan dari tatapan sang istri. Dengan ragu dia mengangguk pelan.

"Aku minta maaf."

Sang puan menggeleng. "Tidak ada yang perlu diminta maafkan. Kau maupun aku tidak ada yang salah. Evalyn juga tidak. Kita tidak pernah  tahu dimana hati kita akan berlabuh."

Benar. Tidak ada yang tahu pada siapa kita akan jatuh cinta. Semuanya hanya terjadi begitu tiba-tiba dan tidak ada yang bisa menyangkanya.

Caspian terdiam. Dia memilih menunduk menatap jemarinya diatas kasur.

Medavita kembali meraih dagunya. Meminta Caspian agar menatap wajahnya. "Boleh aku meminta satu hal? Bukan sebagai Ratu. Bukan juga sebagai Istri. Tapi sebagai seorang ibu."

Caspian mengangguk. Jika dengan menuruti apa kata Medavita bisa membuat perasaannya lebih baik, dia akan melakukan semuanya.

"Meskipun kau tidak mencintaiku, tapi tolong. Tolong cintai anakmu. Sayangi dia. Rawat dia. Jaga dia. Karena dia adalah darah dagingmu sendiri."

***

Raja membuat acara perburuan selama tujuh hari berturut-turut untuk merayakan kehamilan Ratu. Tapi pada saat itu juga terjadi kecelakaan diantara peserta perburuan.

Mereka adalah Belisar dan Uvilas. Dua pengikut setia Caspian. Katanya terjatuh dari kuda. Tapi setelah Evalyn dan Janette teliti, tidak ada tanda tapak kuda di tubuh Belisar dan Uvilas.

Malah ada bekas panah di perut kiri. Kematian mereka juga aneh. Bibir membiru dan wajah pucat seperti orang yang mati kedinginan.

Tapi Medavita melarang keduanya menyuarakan kenyataan itu. Semuanya guna memunculkan lebih banyak bukti akan kejahatan yang dilakukan si pelaku.

Meski kesal, Evalyn maupun Janette tidak bisa membantah. Mereka hanya bisa menuruti semua kemauan Medavita.

"Mereka juga teman-temanku."

Janette menatap dua kuburan baru itu. Para pelayat sudah pulang. Hanya tersisa Raja dan Ratu juga beberapa pengawal dan pelayan, termasuk Janette dan Evalyn, juga Doctor Cornelius

Evalyn mengangguk. "Kita harus membalaskan dendam mereka."

Netra emerald menatap tajam pada lelaki dengan zirah didepan sana. "Miraz harus menerima ganjarannya."

***

Mereka kini kembali ke istana. Tujuh bangsawan dipanggil Caspian untuk rapat. Sedang Evalyn dan Janette dipanggil Medavita untuk berbicara. Katanya hanya ingin berbincang sebentar.

Tapi Evalyn dan Janette tahu. Ini adalah saat Ratu untuk bergerak.

"Berikan perintah anda, Ratu."

Medavita tersenyum. "Kalianlah yang paling kupercaya di istana ini. Bisa kalian selidiki tentang kematian dua bangsawan itu?"

Janette mengangguk. "Aku sudah menyelidikinya. Panah yang digunakan adalah panah biasa bangsa Telmar. Tidak ada tanda-tanda dari bangsa lain.

"Ada racun didalamnya. Racunnya aneh. Aku kesulitan untuk mengidentifikasi jenis racun apa itu."

Evalyn ikut mengangguk. "Kematiannya juga tidak terlihat seperti orang mati karena racun. Sepertinya selain racun, terdapat kutukan dalam panah itu."

Medavita mengangkat sebelah alisnya. "Kutukan? Apa itu hal yang masuk akal?"

Dua Charnie terdiam. Juka ini kejadian seribu tahun lalu mungkin masuk akal. Masalahnya sekarang orang-orang mulai tak percaya sihir dan kutukan. Mereka ragu mengatakannya pada sang Ratu.

Evalyn meneguk ludahnya. Tidak ada pilihan lain jika mereka ingin jalan keluar dari kasus kali ini. "Penyihir saja masih ada. Kemungkinan ini ulah mereka."

Medavita mengangguk. "Siapa yang paling mencurigakan?"

Nampak Janette mengeluarkan selembar perkamen. "Aku sudah mencarinya, bangsawan yang baru-baru ini membeli sesuatu yang mencurigakan adalah Ramanzis, Lunaver, lalu Miraz juga."

Medavita mengambil bunga yang tergeletak dimeja. Dia sengaja membawanya dari taman. "Mitivnya kira-kira apa?"

"Bisa jadi motivnya hanya rasa benci. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ini adalah kudeta perlahan."

Medavita kini meraih cangkir tehnya. "Jika memang ini adalah kudeta, maka kita harus bersiap-siap." Dia menyesap teh chamomile, membiarkan rasa khas bunga itu menyerbak dalam rongga mulut.

"Awasi setiap bangsawan yang ada. Jika ada salah satu yang mencurigakan, kalian tahu apa yang harus kalian lakukan."

Dua Charnie itu tersenyum. Lantas mengangguk. "Baik, Ratu."

***

"Aku ingin Evalyn dan Janette yang menjadi pengasuh anakku. Lalu Doctor Cornelius yang menjadi gurunya." Medavita menghadap lelaki yang sekarang adalah suaminya dan sekaligus adalah seorang Raja.

Caspian mengangguk. "Akan kusampaikan pada semuanya." Kini Caspian selalu mengikuti apa kata istrinya. Dia cenderung lebih sayang pada Medavita saat ini.

Dia melirik perut Medavita yang kian hari makin membesar. Dokter bilang kalau hari melahirkan akan segera tiba. Hal itu membuatnya tanpa sadar cukup menantikan hari itu.

Tapi dia salah. Justru hari itu adalah hari kehilangannya.

Ratu Medavita meninggal dunia setelah melahirkan seorang anak lelaki yang sehat.



TBC~

Beberapa chap depan ceritanya bakal sering skip time.. jadi klo dibaca berasa kek lari maraton.. hehe maapkan.

Aku sengaja soalnya ceritanya udah kelamaan di Narnia. Pengen duo Charnie balik ke bumi lagi biar ketemu Pevensie lagi.

Moga kalian bakal betah bacanya. Bentar lagi ending. Eh, gatau.. mungkin masih 10 chap.. idk..

Yaudah makasih dah mau baca.. babaii~~

______________________________________

25 Januari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top