Bab 15

Enjoy



Collin datang membawa dua setel gaun tua milik anak dari bibi penjual roti langganannya yang tentu saja salah satu bawahan setia Caspian. Gaun itu diberikan untuk Evalyn dan Janette.

Mereka sedang singgah sebentar di sungai Beruna. Caspian dan Miraz sedang sibuk menjaga sekitar, kalau-kalau ada yang melihat. Sedangkan Rabbit sibuk minum air di bibir sungai.

Dua ginger itu tadi telah menjawab beberapa pertanyaan Caspian dengan sedikit bumbu-bumbu kebohongan. Seperti dia dan Evalyn merupakan penyihir jadi tidak akan tumbuh.

Janette mengernyit menatap gaun itu. Warnanya kusam meski masih layak untuk dikenakan rakyat biasa. "Kau menyuruhku memakai baju murah itu? Aku?" Dia menunjuk dirinya sendiri.

Wajar saja dia merasa ragu. Sejak lahir, dua Charnie ini sudah diberikan segala macam benda yang terbaik. Bahkan baju yang dia gunakan rata-rata diimpor dari negara lain.

Lalu saat tinggal di Narnia selama berbulan-bulan, mereka juga hanya menggunakan gaun dari sutera-sutera halus dan berwarna cerah. Makanya dia heran jika melihat gaun kusam yang dibawakan Collin. Belum lagi kainnya kasar dan tidak nyaman digunakan.

Collin mendengus kesal. "Kalau kau mau ditangkap dan diinterogasi, jangan pakai. Sudah, ya. Aku akan membawanya kembali."

Evalyn menahan tangannya. "Jangan! Maafkan Janette. Dia memang begitu. Sini, biar aku gunakan."

Evalyn melempar gaun itu kasar pada adiknya. "Pakai atau aku menggunting habis rambutmu!" Desisnya.

Janette hanya tertawa canggung. "Jangan marah-marah, Ev. Nanti kau jadi cepat tua."

Evalyn menyipitkan matanya dan tersenyum. "Ha ha. Dan gara-gara siapa aku jadi cepat tua?" Dia menghela napas kasar dan berbalik menatap Collin.

Ia menatap Collin seolah menyuruhnya untuk segera menyingkir. Collin dengan wajah merahnya langsung membelakangi keduanya dan beranjak dari sana.

"Katakan. Kenapa kita harus mengikuti mereka dan tidak kembali ke bumi?" Evalyn menggunakan bahasa asli jin agar tidak ada yang akan mengerti pembahasan keduanya.

Dia menatap Janette yang mulai melepas bajunya. Adiknya itu nampak terdiam sebentar sebelum disenggol Evalyn agar bergegas.

"Itu, a-aku minta maaf soal itu. Sihirku terbatas hanya bisa menggunakan air, angin dan es. Beda dengan milikmu yang meliputi seluruh elemen didunia."

Evalyn menyipitkan matanya. "Maksudmu, tidak ada jalan lain untuk kembali ke bumi selain menggunakan sihirku sebagai energi utama?"

Janette mengangguk. "Caranya sama seperti cara kerja mobil. Kita memberinya bahan bakar dan mobil itu menyala. Portal itu adalah mobil, kau adalah bahan bakarnya, dan aku adalah pengemudinya.

"Tugasmu hanya menjadi bahan bakar dan aku yang akan membawa kita menuju tempat tujuan." Jelasnya

Evalyn mengacak rambutnya kasar. "Jadi? Kita tidak akan kembali jika energiku belum utuh sepenuhnya?"

Janette mengangguk. Tidak ada tanda-tanda penyesalan diwajahnya atas apa yang terjadi. "Bukannya itu bagus? Kita akan tinggal lama di Narnia."

Sang kakak menggeleng tak mengerti. "Itu hanya keinginanmu. Tapi sudahlah. Sekarang ayo fokus pada pekerjaan kita disini. Mungkin energi sihirku akan kembali setelah berhari-hari."

Janette mengangguk. "Jadi? Apa peran kita kali ini?" Ia telah menggunakan bahasa inggris kembali dan masih menebak-nebak peran yang akan mereka kerjakan.

Evalyn menyentuh beberapa helai rambut Janette. Seketika rambut itu berubah hitam. "Kita akan menjadi pelayan."

Janette menatap kakaknya. "Pelayan? Aku? Kau mau membuat tangan halus putri bungsu Baroness Liatrice De Charnie, wanita paling kaya seantero Britania Raya berubah kasar karena bekerja jadi pelayan?"

Sang kakak memutar bola matanya malas. Dia mengubah warna rambutnya sendiri menjadi hitam. "Benar juga. Kalau begitu, kembalikan lebih dari setengah energi sihirku. Agar kita tidak perlu jadi pelayan dan bisa kembali ke bumi." Dia tersenyum manis pada sang adik.

Janette mengangkat kedua tangannya. "A-aku bercanda. Iya. Kita jadi pelayan. Pelayan."

"Anak pintar."

***

"Aku minta maaf. Istana tidak menerima perekrutan pelayan dibawah umur tiga belas tahun. Aku hanya bisa mengirim kalian ke salah satu rumah bawahanku." Caspian menarik tali kudanya. Mereka sudah bersiap-siap menuju istana Telmar.

Janette memutar bola matanya malas. "Tidak perlu basa-basi. Kau menyuruh kami untuk mengawasinya, kan? Siapa namanya? Yang mana?"

Caspian terkekeh mendengarnya. Dia tidak menyangka Janette akan langsung mengerti apa yang ingin dia lakukan.

"Namanya Lady Medavita. Putri bangsawan pertama dari tujuh bangsawan. Dia adalah kandidat utama yang dipilih menjadi Putri Mahkota. Dia mungkin baru berumur sebelas tahun."

"Istanamu meminta anak sebelas tahun menikah denganmu yang sudah enam belas tahun?!" Kaget Janette.

Caspian menggeleng. "Belum menikah! Masih calon."

Janete mengangguk. Dia hanya pura-pura mengerti. Itu kan bukan urusannya. Jadi dia tidak perlu mengerti soal itu, kan?

Evalyn mengangkat bahunya. "Aku tidak begitu paham. Tapi yang jelas kamu hanya perlu mengawasi apa dia ada pihak kita atau tidak, kan? Itu sih mudah."

Caspian mengangguk mendengarnya. Sudah diputuskan, Dua Charnie ini akan jadi pelayan di rumah bangsawan pertama.

Oh, jangan tanya dimana Rabbit. Semenjak melihat Narnia, dia mulai menghilang-hilang. Sekarangpun dia tidak ada. Baik Janette maupun Evalyn, tak begitu khawatir. Bagaimanapun, Narnia adalah rumahnya.

***

Janette menganga menatap perempuan yang katanya akan menjadi tuannya. Walau baru sebelas tahun, tapi kecantikannnya sudah memancar.

Kulitnya agak tan, rambutnya hitam bergelombang dan mengkilap. Matanya sayu dan hidungnya agak mancung. Bibirnya kecil dan ada tahi lalat dibawah ujung bibir kirinya.

"Jadi kalian, pelayan yang dihadiahkan Putra Mahkota?"

Jemarinya begitu anggun meraih pegangan cangkir teh. Tata krama yang luar biasa dimata Janette. Medavita benar-benar cerminan dari Lady dengan status sosial tertinggi dalam kebangsawanan.

"Benar, Lady. Putra Mahkota begitu memikirkan anda sampai memerintahkan kami menjadi pelayan anda." Evalyn membalas.

Medavita menyimpan cangkirnya. Dia menatap lembut pada dua gadis didepan. "Apa benar bukan perintah untuk membunuhku?"

Evalyn sontak bersujud, diikuti oleh Janette yang tidak tahu apa-apa. "Lady! Mohon jangan berkata seperti itu. Putra Mahkota tidak pernah memerintahkan kami melakukan hal buruk pada Lady. Malah beliau meminta kami untuk menjaga anda."

Medavita meraih cangkirnya. Dia beranjak dan menuangkan teh yang untungnya sudah dingin itu pada kepala Evalyn.

"Kalian lolos. Adikmu nampaknya bodoh. Jadi aku akan membiarkannya. Kalau dia melakukan sesuatu yang tidak kusuka, aku akan memenggal kepalanya langsung."

Evalyn yang masih dalam sujudnya, mengangguk. "Terima kasih atas belas kasih Lady."

Medavita melempar cangkir itu tepat disebelah kepala Evalyn. Membuatnya pecah. "Bersihkan." Lantas dia beranjak pergi meninggalkan ruangannya.

***

Tujuh tahun setelahnya.

"Jany, Evy? Dimana kalian?"

Gadis berambut hitam selutut itu celingukan mencari dua pelayan kesayangannya. Dia adalah Medavita. Dia telah tumbuh menjadi perempuan cantik yang sudah menginjak delapan belas tahun.

Begitu pula Janette dan Evalyn. Dua Charnie itu telah tumbuh jadi lebih dewasa dan cerdik. Mereka menjadi pelayan kesayangan Medavita dan tumbuh dengannya.

Meski diawal pertemuan ketiganya tak benar-benar baik, tapi seiring berjalannya waktu, ketiganya berubah menjadi akrab. Bahkan Medavita sampai memberikan panggilan kesayangan untuk keduanya. Jany dan Evy.

Medavita menatap gadis berambut hitam sepinggang yang sibuk duduk di salah satu ranting apel.

"Jany!" Serunya. Dia menggelengkan kepala tak percaya melihat gadis itu memanjat pohon.

Sang puan yang ada di atas pohon itu sontak menunduk. "Lady! Apa kau mau makan apel?" Dia menyodorkan satu apel yang sudah tergigit.

Medavita kembali menggeleng. "Turunlah! Nanti kau jatuh."

Janette mengangguk. Dia mengambil salah satu apel yang sudah masak dan langsung meloncat turun. "Aku mengambilkannya untukmu." Dia menyodorkan apel yang masih utuh dan memakan yang lainnya.

"Jika kamu adalah laki-laki, aku mungkin akan menyukaimu." Medavita tersenyum dan meraih apel itu lalu memakannya.

"Jika aku adalah laki-laki, aku akan jadi lelaki yang paling populer diseluruh Telmar. Omong-omong, mana Ev?" Janette kini celingukan mencari kakaknya.

Keduanya kini berjalan, hendak masuk kedalam rumah. Mereka mendapati Evalyn yang nampak keluar dari gudang makanan.

Rambut gadis itu tumbuh sepinggang. Evalyn selalu memotongnya dan tidak pernah membiarkan rambutnya tumbuh lebih panjang.

"Apa yang kau lakukan di gudang makanan? Kau lapar?"  Janette memberikan apel yang sisa setengah itu pada sang kakak.

Evalyn menggeleng. "Aku menghitung bahan makanan tahun ini. Tunggu. Apa kau memanjat lagi?"

Sang adik hanya tertawa canggung. Medavita maju melerai keduanya. Jika tidak, mereka akan adu mulut terus sampai Evalyn puas memarahi Janette.

"Sudahlah Evy. Ayahku tidak akan bangkrut meski Jany menghabiskan seluruh apel di kebun ini."

Evalyn menghela napas panjang. "Bukan itu maksudku. Tapi sudahlah. Sekarang ayo, kau harus siap-siap."

Medavita mengernyit. "Untuk apa?"

Janette nampak menepuk kedua tangannya seolah sadar akan sesuatu. "Benar juga! Pernikahanmu dengan Putra Mahkota akan dilaksanakan sebentar lagi!"



TBC~~

Alurnya cepet banget yah. Sengaja gaes, biar cepet ending. Nggak kok. Candaaa.

Btw Medavita, Yorez, Collin, Rabbit itu nggak ada di buku ataupun film, yah. Mereka cuma ada dalam hayalanku. Yg ada cuma ya Miraz sama Caspian 9

Gitu aja dlu. Moga klen suka~ see yaa

______________________________________

19 Januari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top