Bab 14

Enjoy


"Luar biasa."

Janette menatap antusias pada lemari baju di depannya. Tidak ada yang aneh dari lemari baju itu. Hanya sebuah lemari baju dengan ukiran indah dan berbagai macam mantel bulu didalamnya. Itu jika dilihat dari luar.

Jika masuk kedalam sana, maka suhu lemari jauh lebih dingin. Selain itu, ada kaca atau bisa dibilang es di dinding belakangnya. Hanya Janette yang tahu bagaimana dan apa yang bisa dilakukan dinding es itu.

Janette mengalihkan pandangannya pada Rabbit di sebelah. Kucing gendut itu sibuk menjilat-jilat kaki depannya.

"Ini sudah bisa digunakan, kan?" Janette bertanya. Masih tidak percaya mahakarya didepan merupakan kerja kerasnya dan kucing gendut ini.

"Kan kau yang membuatnya. Untuk apa bertanya padaku? Kalau penasaran, culik saja salah satu manusia dan gunakan."

Kucing itu nampak tak acuh padanya. Janette dengan gemas menggendongnya. "Aku masih sembilan tahun! Mana mungkin bisa menculik orang."

Tapi Rabbit nampak tak kesal. Dia malah menyamankan diri dalam gendongan Janette. "Gunakan pada Evalyn saja. Dia bisa jadi bahan uji cobamu. Dia sayang padamu, kan? Dia pasti akan melakukan apapun yang kau inginkan."

Janette tertawa seram. "Tidak. Kita bertiga yang akan jadi bahan uji coba. Bersiaplah, Rabbit."

***

Evalyn meregangkan tubuhnya. Dia baru selesai menulis surat balasan untuk sang ibu. Janette datang tergesa-gesa dengan Rabbit dalam gendongan.

"EV! EVALYN!" Teriaknya panik. membuat Evalyn ikutan panik.

"Apa? Kenapa? Dimana?"

"Narnia! Pintu ke Narnia terbuka lagi di lemari kayu itu!" Janette antusias. Dia sudah menurunkan Rabbit yang namppak agak kesal dan memilih berbaring di kasur.

Rabbit dan Evalyn sudah saling kenal. Berkat ingatan Eva tentu saja. Dan syukurlah Rabbit tidak ngotot berkata kalau Evalyn adalah Eva berkat penjelasan Evalyn yang panjang lebar.

Evalyn nampak diam sebentar. "Bagaimana mungkin?"

Sang adik mengangkat bahu, tak tahu. "Aku tadi hanya iseng masuk kesana. Tahu-tahu aku berada diruangan lain."

'Bohong. Aku membuat portal yang luar biasa sampai bisa membuatmu tercegang. Jadi cepat pergi ke sama dan lihat!' Batinnya licik.

Evalyn mengangguk dia menggendong Rabbit dan mengajak Janette kembali ke ruang kosong itu.

Ketika Evalyn sudah tepat berdiri didepan lemari pakaian, Janette mengunci pintu. Dan Evalyn sadar dia dijebak oleh ambisi adiknya sendiri.

Evalyn menurunkan Rabbit. "Apa maumu, Janette?" Dia menatap marah pada sang adik.

Janette mengangkat bahu. "Ini tidak adil, Ev. Empat Pevensie tinggal disana selama bertahun-tahun. Kita hanya beberapa bulan. Aku mau kembali kesana!"

Evalyn menatap lemari Itu. Sekali lihat Evalyn bisa tahu ada campur tangan Janette dalam pembuatan apapun yang ada didalamnya.

Evalyn menduga-duga kalau Janette membuat semacam portal untuk ke Narnia. Mengingat adiknya itu sempat bertanya-tanya bagaimana Eva dulu membuat portal untuk hewan kecil ke bumi.

"Kita sudah kesana berulang kali! Apa itu kurang bagimu?"

Janette mengangguk dengan polos. "Iya. Kurang. Kita harus disana cukup lama. Mencoba berbagai hal seperti yang dilakukan para Pevensie."

Sang kakak memutar bola matanya malas. "Astaga. Mereka disana atas kehendak Aslan! Kau kesana atas kehendakmu sendiri. Kita bahkan belum pernah bertemu Aslan selama disana."

"Siapa peduli tentang itu? Yang penting aku berhasil membuat portalnya. Ayolah, Ev. Aku hanya ingin mencari jejak rakyat Ettinsmore. Mereka rakyatku. Aku khawatir dengan mereka.".

"Kau benar-benar membuat portal di lemari ini? Jika Profesor Digory tahu, aku tidak akan tahu lagi dimana aku bisa menaruh wajahku!"

Evalyn akan merasa malu sekali. Mengotak-atik barang yang begitu disayangi oleh seseorang bukanlah perbuatan yang sopan.

Bayangkan saja jika kalian punya barang berharga dan barang itu diubah-ubah oleh teman kalian. Bagaimana perasaan kalian? Tidak menyenangkan tentu saja.

Janette mengernyit. "Apa yang kau takutkan? Apa yang ada didalam sana hanya bisa dilihat oleh makhluk setengah jin dan yang memiliki sisa sihir dalam tubuhnya. Manusia normal seperti orang-orang di rumah ini tidak akan bisa melihat."

Evalyn mengernyit bingung. "Bahkan Profesor Digory?"

Janette mengangguk mantap. "Bahkan Profesor Digory. Aku sudah memastikannya. Sekarang tidak ada lagi yang perlu kau khawatirkan. Ayo cepat. Kita harus bergegas!"

Evalyn teringat akan surat ibunya yang bilang kalau dia ingin datang ke sini. Dia menggeleng. "Tidak. Ini tidak benar. Kembalikan seperti semula. Kembalikan lemari itu seperti semula, Jane!"

Janette menggeleng. "Tidak sampai kita bertiga kembali dari dalam sana!"

Wajah Evalyn benar-benar marah sekarang. "Ibu akan datang tahun baru ini! Kau mau apa, hah? Apa yang akan ibu katakan jika dia melihat ini? Hentikan, Jane. Hentikan segala obsesimu untuk kembali ke tempat itu. Tempat kita disini!"

Dia tidak habis pikir kenapa adiknya begitu keras kepala untuk kembali ke Narnia.

Janette menggeng keras. "Tidak sampai kau melakukan yang aku inginkan. Sekarang Rabbit!"

Janette mengarahkan tangannya pada Rabbit. Kucing gendut itu kini berubah menjadi lebih besar. Dia bahkan lebih tinggi dari Evalyn. Dia mendorong Evalyn hingga masuk kedalam lemari. Rupanya Janette bisa menggunakan sihir pembesar.

"Maaf, Ev. Jika tidak begini, kau tidak akan mau. Jadi aku harus sedikit kasar."

Janette mendorong sang kakak hingga terbentur di dinding es belakang. Punggung Evalyn terasa dingin saat bersentuhan dengan dinding itu.

Rabbit masuk dengan ukuran yang lebih kecil. Sepertinya sihir pembesar itu tak bertahan cukup lama. Kucing itu menempelkan dua kaki depannya pada dinding es.

"Persiapan selesai."

Janette menyeringai. "Maaf, Ev. Ini akan agak sakit." Dia menempelkan sebelah tangan di dinding dan sebelahnya menekan bahu sang kakak agar tidak lari.

"Narnia."

***

Evalyn akan membayar seratus ribu dolar bagi siapapun yang bisa membunuh adiknya. Adik gilanya itu sudah menghabiskan lebih dari setengah kekuatan sihirnya untuk membuat mereka bertiga bisa masuk kembali ke Narnia.

Disinilah mereka. Berada di depan meja baru seperti saat terakhir mereka berada. Yang berbeda hanyalah tidak ada cahaya api seperti sebelumnya. Membuat dua ginger ini terpaksa menggunakan sihir penglihatan malam.

Evalyn menatap marah pada adiknya. Dan juga Rabbit yang ternyata bersekongkol dengan sang adik untuk membuat mereka masuk ke Narnia.

Kucing jantan itu bersujud meminta ampun. "Maafkan aku! Aku benar-benar terpaksa melakukannya! Aku hanya ingin pulang, Evalyn."

Sedangkan Janette malah mendudukkan diri dengan santai diatas meja batu. Tak merasa takut ataupun merasa bersalah sudah memaksakan kehendak pada sang kakak.

"Kalian bersekongkol! Bahkan sampai menghabiskan lebih dari setengah kekuatan sihirku!" Evalyn menunjuk keduanya bergantian.

Janette mengangkat bahu tak acuh. "Kekuatan sihirku juga berkurang banyak."

Evalyn menganga mendengarnya. "Artinya itu bahkan tak berkurang sampai setengah?"

Janette hanya menyengir kuda mendengarnya. Membuat Evalyn memukul meja batu keras membuatnya berteriak kesakitan sendiri.

Janette yang melihat hanya geleng-geleng kepala. "Aduh, Evalyn hati-hati dong. Kan jadi sakit."

Evalyn mendelik padanya. "Diam kau! Gara-gara siapa kita begini!" Dia menunjuk sang adik tepat didepan hidungnya.

Langkah kaki tergesa-gesa terdengar masuk ke ruangan itu. Nampak cahaya kuning dari ujung lorong mendekat.

Saat cahaya itu tiba, Evalyn dan Janette bisa melihat dengan jelas siapa yang datang. Tiga orang lelaki berjubah datang dengan obor ditangan masing-masing. Salah sati dari mereka melempar obor pada parit yang mengelilingi ruangan. Menerangi ruangan dengan cahaya api.

"Aku tidak salah dengar. Kalian, kalian benar-benar datang."

Suara bariton terdengar bersamaan dengan tiga lelaki itu yang membuka jubah hitam mereka. Nampak wajah asing yang Janette maupun Evalyn rasa familiar.

"Siapa kau?" Janette bertanya ketus. Dia jengkel karena ada orang yang mengganggu kesenangannya membuat Evalyn jengkel.

Lelaki dengan rambut sebahu ditengah nampak heran. Lantas dia tertawa. "Haha lucu. Aku siapa, ini dimana?"

Dua ginger menatap bingung. Evalyn menepuk lengan Janette. "Kau yang urus. Kekuatan sihirku sisa sedikit."

Sang adik dengan malas turun dari meja batu dan membuat postur bersiaga. "Kutanya sekali lagi. Siapa kau?"

"Seriously, guys? It's me, Caspian!" Lelaki itu merentangkan tangan.

Dua ginger nampak saling bertatapan bingung. Lantas keduanya kembali menatap Caspian.

"Pembohong! Caspian itu pendek dan jelek! Bukan lelaki tampan sepertimu." Janette menunjuknya.

Evalyn ikut mengangguk. "Benar! Lalu dia juga membawa dua temannya yang sama buruk rupanya."

Jangan mencontoh dua ginger gila ini. Mereka memang tidak punya sopan santun.

Lelaki berambut sebahu di kanan mengeluarkan pedang dan mengacungkannya pada dua ginger.

"Lancang sekali kau pada Putra Mahkota Narnia!"

Namun yang disebelahnya menghentikannya. "Hentikan, Miraz! Mereka berdua adalah tamu Caspian. Kita tidak boleh bersikap tidak sopan pada mereka."

Lelaki yang disebut Miraz itu nampak tak setuju. Tapi dengan berat hati dia menurunkan pedang setelah melihat tatapan tajam yang diberikan Caspian.

"Ini aku, teman-teman. Janette, Evalyn. Ini aku Caspian 9." Caspian mencoba mendekati keduanya.

Janette malah salah fokus pada lelaki dibelakang. "Oh! Aku ingat! Kau Collin! Iya benar. Dia memang Caspian, Ev."

Evalyn menatap Collin lamat dan mengangguk. "Benar. Dia memang Collin."

Caspian menatap keduanya datar. "Kalian ingat pada Collin, tapi lupa padaku? Yang benar saja."

Evalyn memutar bola matanya. "Lihat saja dirimu. Kau jadi lebih tampan, tinggi, dan terlihat seperti kesatria."

Janette ikut mengangguk. "Dulu kau lebih terlihat seperti orang kaya pemalas."

Sang lelaki tertawa hampa. Meski mulut keduanya tajam, tapi tidak dapat dipungkiri kalau mereka berdualah yang membuat Caspian mencapai titik dimana tidak ada yang bisa melawannya selain raja. Dia telah menjadi Putra Mahkota di Narnia.

"Oh, kenalkan. Ini Miraz. Dia adalah salah satu pengikut setiaku. Masih ada banyak lagi. Dan aku berharap kalian mau melihat mereka satu-persatu. Maksudku, aku ingin membuktikan kalau aku sudah bukan Caspian yang dulu. Aku yang sekarang sudah bisa berdiri kokoh bahkan tanpa bantuan penyihir."

Caspian memperkenalkan lelaki disebelahnya. Lelaki itu nampak agak sangar tapi tak begitu menakutkan dimata Evalyn dan Janette.

Evalyn menggeleng. "Maaf, tapi kami–" Tapi Janette memotong perkataannya. "Tentu, dengan senang hati."

Dia menatap pada Evalyn. "Ikut saja dulu, akan kujelaskan nanti." Dia berbisik pada sang kakak.

Evalyn hanya bisa menghela napas dan mengangguk. Ia mengangkat Rabbit, yang ternyata sudah tidur dari tadi di lantai.

Mungkin dia merasa bosan mendengar semua orang bicara tanpa mengajaknya. Evalyn menggendongnya. Berjalan mengikuti tiga lelaki di depan.

Caspian memimpin dengan obor yang diberikan Collin.

"Nah, kalian harus menceritakan bagaimana kalian bisa tidak tumbuh selama tiga tahun terakhir?"



TBC~

Hai haiii~~

Aku update lagi^^. Kedepannya aku pengen targetin buat update paling nggak dua kali sepekan. Semoga lancar sih aamiin.

Moga kalian suka chap ini, see yaa

______________________________________

15 Januari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top