Bab 1
Enjoy
•
•
•
Seorang gadis berambut merah sebahu menempelkan jari telunjuk berbalut sarung tangan biru di bibir cangkir. Memutarnya perlahan lantas menghela napas.
"Janette?"
Suara indah memanggil namanya membuatnya mau tidak mau menatap ke arah sang puan.
Di depan pintu, berdiri sang gadis bersurai merah sepunggung. Rambutnya bergelombang indah. Netranya emerald seindah permata. Itu kakaknya, Evalyn
"Apa?" Ia menyahut. Masih mempertahankan wajah datar dan bosan
Evalyn tersenyum. "Ayo bertemu nenek."
***
Mereka berlari melewati lorong-lorong panjang menuju kamar di ujung di lantai dua. Tempat sang nenek tinggal. Rumah mereka cukup besar dengan tiga lantai dan banyak kamar-kamar kosong.
Entahlah karena apa. Kata ibunya itu untuk tamu jika ada yang datang. Terserah, toh mereka juga tak perduli.
Dua pasang kaki kecil itu terhenti didepan pintu kayu. Lantas mereka memutar kenop dan masuk kedalam.
Kosong.
Tidak ada neneknya. Aneh. Kemana neneknya pergi?
"Nenek tidak pernah keluar kamar." Di jawab dengan anggukan setuju sang kakak.
"Nenek pergi ke Narnia."
Dua kepala merah menoleh mendapati sang ibu dengan gaun biru yang indah. Rambut merahnya disanggul dengan netra biru cerah bak langit.
"Nenek ke Narnia?!"
Keduanya menjerit senang. Bukan apanya, Narnia adalah cerita lama yang telah diceritakan kepada mereka sejak kecil.
Mereka tumbuh bersama cerita tentang para raja dan ratu Narnia, Aslan, hewan berbicara, dwarf, faun, minatour, elf dan makhluk sihir lainnya.
Impian keduanya adalah untuk bisa pergi ke sana, bercengkrama dengan para makhluk-makhluk yang penuh sihir.
Tapi sayang, kata sang nenek, tidak ada jalan ke Narnia selain Aslan yang memanggil mereka.
"Kenapa hanya nenek yang dipanggil? Kenapa bukan kita?" Janette menggerutu sembari meraih tangan kanan ibunya. Menggenggamnya lembut.
"Benar. Padahal nenek sudah tua. Walau wajahnya lebih terlihat seperti kakaknya ibu." Evalyn meraih tangan kiri sang ibu.
"Itu kehendak Aslan."
Siapapun tolong lakukan sesuatu pada ibu mereka. Kenapa semua kalimat yang panjang lebar di ucapkan dua putrinya malah dijawab singkat sang ibunda.
Mereka berjalan pelan menyusuri lorong-lorong yang baru saja dilewati, menaiki tangga, pergi menuju ruangan paling ujung di lantai tiga. Ruang kerja kepala keluarga. Ayah mereka.
Kedua putri itu melepaskan tangan dan berlari menghampiri sang ayah yang masih sibuk dengan kertas-kertas.
"Ayah makin sibuk saja." Dagu Janette ditadah di ujung meja.
Sedangkan sang kakak menoleh pada sang ibu. "Kenapa kita kesini, bu? Kita mengganggu ayah."
Dia sangat sadar bahwa kehadiran mereka begitu mengganggu sang ayah. Lihat saja ayahnya sudah memijit pelipisnya.
"Kalian tidak mengganggu ayah. Ayah hanya pusing karena akhir-akhir ini pekerjaan ayah jadi sedikit sulit."
Netra emerald Janette menatap netra emerald sang ayah. "Apa itu lebih sulit dari meneliti komposisi batu berlian?"
Sang ayah tersenyum hampa. Anak-anaknya memang jenius. Tapi haruskah anaknya itu memamerkan penelitian barunya pada sang ayah? Haah.. itu kan jadi membuat ayahnya insecure.
Netra emerald sang ayah kini menatap istrinya. Meminta penjelasan kenapa datang disaat dia sibuk begini.
"Aku ingin ke desa."
Dahi sang ayah nampak begitu mengkerut. Masalahnya istrinya ini begitu memusingkan karena tidak banyak bicara. Padahal dia berharap istrinya mau menjelaskan lebih banyak lagi meski tidak ditanya.
"Istriku, tidak bisakah kau memberi jawaban yang lebih lengkap?"
"Ke rumah Profesor Digory. Hanya aku, Evalyn, dan Janette."
Lihat? Sangat singkat dan padat. Untung kali ini jelas.
"Untuk apa? Maksudku bulan depan kita akan pergi ke Prancis."
Benar. Bulan depan harusnya mereka semua sudah berada di Prancis karena sang ayah ada urusan bisnis.
Tapi sang ibu menggeleng. "Tidak, ibuku ke Narnia. Ubah rencana."
Dibalas helaan napas lelah. "Baiklah. Tapi gunakan mobi–"
"Kereta kuda."
***
Benar-benar ibunya. Memilih menggunakan kereta kuda menuju pedesaan yang jauh. Mereka memakan waktu tiga hari untuk sampai ke sana dengan kereta kuda.
Jika dengan mobil tentu saja perjalanan tidak akan selama ini. Mungkin hanya satu hari.
Evalyn, si sulung sibuk memintal rambut panjangnya sendiri. Sedangkan sang adik sedang mengecap rasa permen toffee.
"Aku penasaran rasa buah toffee."
Ia tiba-tiba bicara. Sang kakak menatap netra emeraldnya. Ia kembali melepaskan pintalan rambut.
"Katanya seperti permen toffee tapi ada serat dan airnya."
Janette memanyunkan bibir. "Tak perlu kau jelaskan pun, aku sudah tahu. Aku hanya ingin merasakannya."
"Aku lebih ingin bertemu dengan Eva." Kakaknya kini beralih memperbaiki anak rambut di dahi.
Alis merah menaut. Mencoba mengingat kembali kisah-kisah Narnia. "Eh, siapa itu? Yang mana?"
Sang kakak menatapnya datar. "Dia kakaknya nenek Cilica. Ratu terakhir Charn. Dia termasuk leluhur kita, tahu."
Janette menutup mulut kaget. "Oh iya benar! Maaf aku lupa."
Kini netra emerald Janette mengerling pada sang ibu. "Bu, kenapa kita bisa punya kakuatan sihir?"
Ibunya terdiam cukup lama. Lantas hanya menjawab singkat. "Kita bangsa Jin."
Dua putrinya tersenyum maklum. Pertanyaan itu sudah ditanyakan puluhan kali. Tapi jawabannya hanya tiga kata yang sama.
Nampak sang ibu memegang kalung berbentuk bintang dengan permata emerald di tengahnya. Ia menatap sebentar kalung itu, lalu kembali membuka mulut.
"Dahulu, nenek kalian adalah putri bungsu di Charn."
Kini dua wajah gadis itu menatapnya bingung. Kata Charn tidak pernah keluar dari mulut ibunya. Pernah sekali dari sang nenek. Tapi, neneknya nampak tak mau memberi tahu lebih lanjut.
"Charn, adalah dunia lain. Jika masuk melalui hutan antara dunia-dunia, kolamnya ada tepat di sebelah kolam bumi. Beda dua kolam dari kolam Narnia."
Kini alis mereka mengerut bingung. Apa? Hutan dunia-dunia? Kolam? Apa maksudnya?
Tapi tak ada yang berani membuka mulut. Takut ibu mereka menghentikan cerita.
"Charn memiliki langit hitam dengan agak biru tua. Lalu mataharinya berwarna merah besar. Istana raja terbuat dari batu merah dan hitam. Dibangun sangat tinggi. Entahlah berapa tingginya. Ada enam menara yang mengelilingi."
Wah. Ayo kita tepuk tangan. Ini adalah kalimat terpanjang yang pernah sang ibu ucapkan.
Sungguh. Rasanya Evalyn dan Janette terharu dan ingin memberi ucapan selamat pada sang ibu. Tapi lupakan saja, ibunya sedang bercerita tentang leluhur mereka.
"Terion, adalah nama ayahnya nenek. Raja penguasa terdahulu sebelum Eva yang mengganti. Dia murni raksasa. Lalu ada Melia, ibunya nenek. Dia murni jin."
Sang ibu kini tersenyum lembut. Menatap dua putrinya yang manis.
"Kalian akan melihatnya langsung. Charn itu dan seluruh kisahnya. Juga tentang bagaimana nenek bisa ke bumi."
Lantas keduanya mendesah kecewa. Padahal akhirnya mereka hampir mengetahui detail tentang leluhur mereka.
Namun kening keduanya kembali mengerut. Apa tadi yang ibunya bilang? Melihat langsung?
"Bu, apa maksudnya? Melihatnya langsung?"
Lantas sang ibu menatap kalung yang ia kenakan.
"Pewarisan ingatan. Dengan kalung ini, kalian akan melihat langsung bagaimana nenek Cilica datang ke bumi."
***
"AAAAARGGHHHHH!"
Teriakan si sulung itu begitu mengerikan. Nampak air mata menggenang di pelupuk matanya. Bola matanya melebar dengan pupil yang bergetar.
Ia memegang keras kepalanya, menarik rambutnya kuat mencoba menghalau rasa sakit yang masuk kedalam kepala.
Mengerikan. Ingatan-ingatan tentang Charn dan Narnia masuk dengan cepat, memenuhi kepalanya yang terasa akan meledak.
Tenggorokannya kering. Matanya lelah. Syukurlah karena waktu sedang berhenti. Jadi tidak akan ada orang yang datang untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Setelah seluruh ingatan itu masuk ke kepala, ia terjatuh. Merebahkan diri pada rumput.
Aneh. Kenapa ingatan yang masuk adalah milik Eva? Bukan milik neneknya.
Harusnya ingatan yang merasukinya adalah ingatan tentang leluhur mereka dan neneknya. Tapi kenapa dia hanya melihat ingatan sang penyihir agung Narnia?
Ia kembali teringat dengan sumpah Eva pada Lucy.
"Bu, apa aku harus membawa sumpah itu?"
"Tidak. Itu hanya milik Eva. Kau adalah Evalyn. Orang yang berbeda."
Kini kepalanya pusing. Ibunya benar, dia akan melihatnya langsung. Dan baru saja dia melihat langsung seluruh ingatan Eva, sang penyihir agung. Baik di Charn maupun di Narnia.
Wanita itu tidak memiliki hidup yang menyenangkan. Hidupnya didedikasikan untuk mengurus rakyat, membahagiakan orang lain.
Kematian yang dia lihat, juga perasaan menyakitkan milik Eva pun turut dirasakan.
Ia merasa heran. Kenapa ibunya memberinya nama Evalyn? Apakah karena wajahnya mirip dengan Eva?
Mungkin saja begitu. Mengingat saat melihat Eva dalam ingatannya, mereka begitu mirip. Bedanya Eva terlihat jauh lebih anggun dan bijaksana.
Ah, dia iri.
Lalu tentang para raja dan ratu terakhir, mereka orang-orang yang luar biasa. Raja Peter yang Agung, Ratu Susan yang Lembut, Raja Edmund yang Adil dan Ratu Lucy yang Berani.
Sekali saja. Dia ingin bertemu mereka secara langsung sekali saja. Tapi itu mustahil. Mereka ada di Narnia. Sedangkan dia di Bumi. Lupakan saja. Pikirnya nelangsa.
Ia mendudukkan diri dan mengerling pada sang ibu yang sedang bermain-main dengan sihir angin miliknya.
Berapa kali pun dilihat, sihir memang begitu menakjubkan. Apalagi sihir-sihir milik Eva. Begitu luar biasa dan keren.
"Nenek Cilica mencintai kakek kalian."
Ia mencoba untuk mendengarkan percakapan yang dari tadi dilewatkan.
Nampak alis sang bungsu bertaut. Rautnya benar-benar terlihat bingung. "Memangnya kenapa kalau cinta? Aku tidak mengerti!"
Yah, bagaimana mau mengerti? Mereka bahkan belum berumur sepuluh tahun. Oh, iya. Evalyn sudah berumur sepuluh tahun kemarin.
"Kau akan mengerti pada waktunya."
Sang ibu nampak mengarahkan sihirnya pada sang putri bungsu. Memainkan rambut sebahunya. Lalu beralih memainkan surai panjang Evalyn.
Sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa ibunya bisa menyihir tanpa tongkat?
Padahal si penyihir agung harus menggunakan tongkat dulu untuk mengeluarkan sihir. Selain sihir yang bisa ia lakukan pada dirinya sendiri.
"Ayo ganti baju."
Evalyn menatap heran sang ibu yang membawa tiga gaun hitam di tangannya. Dia bisa menduga mereka berkabung lantaran Eva sang penyihir agung telah meninggal. Dia bisa melihat sang adik kembali memasang wajah bingung.
"Siapa yang meninggal?"
"Eva dan.... Nenek Cilica."
Eh?
•
•
•
TBC~
Sesuai janji, aku bikin book dua! Semoga kalian suka hehe :3
Btw aku nggak ada ide buat covernya. Semoga bagus yah wkwk
Makasih udah mampir
______________________________________
5 Desember 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top