5. Rencana Gila Zahra
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
'Seburuk apa pun kamu aku yakin bahwa jodoh adalah cerminan diri, yang perlu kulakukan adalah terus memperbaiki diri, agar dirimu juga ikut menjadi baik.'
Andaru~
De Beste Imam
~Thierogiara
***
Zahra berjalan ke sana kemari mencari cara untuk menggagalkan semuanya. Dia masih belum menerima atau bahkan tak akan pernah menerima. Sekarang bukan tentang status sosialnya yang jauh berbeda dengan Andaru, lebih dari itu Zahra sangat memusingkan soal masa depannya, soal kuliah ke Leiden University yang sudah lama ia impi-impikan. Menikah sama sekali tak ada dalam list sesuatu yang ingin Zahra lakukan dalam waktu dekat. Zahra tak siap dengan semuanya, dia terlalu dini untuk menjadi tempat Andaru pulang. Semua ini bukan hanya soal dirinya, Zahra juga memikirkan masa depan Andaru, mereka berdua tak boleh berhenti kemudian putar haluan di sini.
Ponsel Zahra berdenting, tanda sebuah pesan masuk, dengan malas-malasan gadis itu mengeluarkannya dari dalam saku celana.
Andaru :
'Mau pulang bareng?'
Zahra menarik sudut bibirnya sedikit tersenyum, bagaimana bisa Andaru sesantai itu? Sudah biasa memang cowok itu menawari Zahra untuk pulang bersama, namun keadaannya sedang berbeda, kenapa hanya Zahra yang geregetan?
Zahra memejamkan matanya lantas membalas.
Zahra :
'Iya.'
Zahra menyambar tasnya kemudian berjalan keluar kelas. Saat sampai di luar mendapati seorang teman sekelasnya yang paling tampan sedang bermain ponsel membuat Zahra kepikiran sesuatu.
"Ma, lo mau nolongin gue nggak?" Zahra menepuk bahu Tama membuat remaja yang semua menunduk itu mengangkat kepalanya untuk memastikan.
Tama melepas earphone yang masih terpasang di telinganya. "Nolongin apa?" tanya Tama dengan alis berkerutnya.
"Nanti kalau Andaru dateng pura-pura peluk gue, dia suka sama gue dan gue bingung harus gimana, mau langsung nolak tapi nggak enak," terang Zahra.
"Lah bikannya kalian selama ini emang ada hubungan?"
"Idih kata siapa?"
"Ya lo sama dia kan sering ke mana-mana bareng, kata orang tipe cowok alim kayak Andaru sekalinya peduli sama cewek kemungkinannya ya cuma satu, dia suka banget sama tuh cewek." Tama menerangkan membuat Zahra menganga, kesimpulan bodoh macam itu? Mereka selalu bersama karena Andaru memang bekerja untuk orang tuanya.
"Iiih enggak, kita nggak ada hubungan apa-apa!!"
"Hahaha!! Nggak usah menjelaskan sama gue Ra, gue nggak naksir sama lo. Tadi lo bilang dia suka sama lo kan? Berarti gosip nggak sepenuhnya salah," ujar Tama dengan senyum manisnya yang selalu mampu meluluh lantahkan hati para gadis.
"Jadi mau bantuin gue nggak?" Zahra memilih mengalihkan pembicaraan, dia enggak terlalu memikirkan apa yang Tama katakan, perihal Andaru menyukainya tentu saja dia berbohong, selama ini cowok itu tak pernah menunjukkan tanda-tanda itu, bahkan ketertarikan akan wanita pun tak pernah Zahra lihat dalam diri Andaru.
"Ya udah gue bantuin, cuma peluk ini, lebih dari itu juga gue mau."
Zahra langsung memukul perut Tama yang bicara sembarangan. "Awas aja lo macem-macem!!!" ancam Zahra.
Tama tertawa namun tetap memegangi perutnya.
"Eh ada suara langkah kaki, cepetan." Tama langsung memposisikan dirinya di hadapan Zahra kemudian tanpa sungkan melingkarkan tangannya pada pinggang gadis itu, demi sebuah peran Tama sampai menempelkan dagunya ke bahu Zahra.
Zahra mengelus punggung Tama, sampai saat Andaru muncul dari balik belokkan, Zahra pura-pura terkejut dan Andaru yang dia harapkan juga akan terkejut hanya menampilkan ekspresi datar.
Zahra membelalakkan matanya lantas melambia-lambaikan tangan menyuruh Andaru mundur dan meninggalkannya berdua dengan Tama.
"Katanya mau pulang bareng." Bukannya pergi Andaru malah mengatakan hal tersebut membuat Zahra kesal setengah mati, dia sangat ingin menggerawuk ekspresi datar yang Andaru tampilkan.
Tama yang sudah kadung menjiwai peran menolehkan kepalanya, perlahan cowok yang tingginya hampir sama dengan Andaru tersebut melepaskan tangannya dari tubuh Zahra.
"Haish, lo nggak punya kerjaan lain selain ganggu orang?" tanya Tama, Zahra sudah mewanti-wanti dalam hati kalau Tama tak akan membawa serius drama ini, mereka tak boleh bertengkar karena dirinya.
"Zahra mau pulang denganku," ungkap Andaru menatap Zahra serius berharap kalau gadis yang kini sedang salah tingkah itu membalas tatapannya juga.
Tama tertawa jumawa. "Nggak perlu, dia bisa pulang sama gue."
Andaru lantas mengeluarkan ponselnya, mengutak-atik sebentar lantas memperlihatkannya pada Tama. Tama terdiam membaca chat Andaru dan Zahra.
"Ayo pulang," ajak Andaru.
"Lo nggak perlu repot-repot ngurusin cewek gue." Tama masih berusaha menahan kepergian Andaru dan Zahra, Zahra sedikit bangga sebab teman sekelasnya itu benar-benar masuk ke dalam permainan.
"Dia calon istriku," kata Andaru singkat namun mampu membuat Tama bungkam. "Ayo," ajak Andaru pada Zahra.
Andaru jalan terlebih dahulu meninggalkan Zahra di belakangnya.
"Jangan dengerin dia Ma, dia cuma bercand, gue duluan ya," pamit Zahra menepuk bahu Tama, buru-buru gadis itu mengejar Andaru menyamai langkah Andaru.
"Kenapa lo bilang gitu sama Tama?" Zahra berusaha sangat keras menyamai langkah Andaru.
"Ya biar dia tau," ujar Andaru santai.
Zahra menghentikan langkahnya.
"Iiih nyebelin banget sih lo!!!" Setelah puas menghentakkan kakinya, Zahra kembali berjalan menyusul Andaru.
"Kata umimu kamu harus pulang cepat ada keperluan katanya." Andaru memberitahu sambil memasang helm ke kepalanya.
"Bodo amat!!" Zahra malah ngambek ala-ala cewek.
Dengan menghela napas, Andaru memasangkan helm ke kepala calon istrinya itu.
Untungnya begitu naik ke atas motor, dia tak perlu memaksa Zahra karena gadis itu naik dengan sendirinya. Di saat seperti ini Zahra malah memiliki ide jahil lainnya.
"Gue calon istri lo kan? Yang kayak gini mah nggak apa-apa." Dengan santainya Zahra menempelkan pipinya ke punggung Andaru, sementara tangannya sudah melingkar sempurna di perut cowok itu.
"Masih calon belum sah, yang kayak gini tetap nggak boleh, berdosa Zahra!!"
Zahra sama sekali tak mengindahkan perkataan Andaru. Gadis itu tak bergeming dia membiarkan tangannya melingkar di perut Andaru, lihat akan sekuat apa Andaru mengatur kekesalannya.
"Nggak ada yang bisa menjamin kita selamat sampai rumah, memangnya kamu mau meninggal dalam keadaan berdosa?"
"Kenapa sih lo dosa mulu! Masih muda perasaan," kata Zahra sebal, gadis itu akhirnya menarik tangannya.
"Kematian itu nggak mengenal usia, tua muda, siap atau tidak siap, semuanya rahasia Allah, Allah sudah menetapkan ketentuan untuk hambanya, setiap manusia pasti mati."
"Iya deh iya." Dan Andaru baru menjalankan motornya dengan tenang. Haruskah Zahra merasa bersyukur? Andaru sangat baik, tapi tipe ideal Zahra bukanlah cowok baik-baik.
Lima belas menit yang penuh suara angin itu akhirnya berlalu, Zahra dan Andaru sampai di rumah Zahra. Tanpa menunggu Andaru, gadis itu lebih dulu masuk ke dalam rumah.
"Siap-siap jangan lama-lama, habis ini kita ke butik fitting baju akad kamu," pesan Yumna begitu Zahra masuk ke dalam rumah. Zahra hanya menghela napas lantas berjalan menuju kamar, biarlah orang-orang itu sesuka hati dengan keputusan mereka. Nanti Zahra akan balas dendam dengan caranya sendiri.
***
"Harus banget ya?" Zahra melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ya haruslah, pernikahan itu sekali seumur hidup, memangnya kamu mau pernikahan kamu nggak berkesan?" tanya Yumna yang berdiri di bawah.
Zahra yang berada di anak tangga paling atas mengembuskan napasnya, lelah sekali terus-terusan mengikuti kemauan kedua orang tuanya. "Bahkan pernikahan itu sendiri bukan sesuatu yang spesial buat aku." Gadis itu kemudian melangkah menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
Yumna menggeleng-gelengkan kepalanya, dia sendiri sebenarnya bukan tidak sayang dengan Zahra, bahkan dia sangat sayang dengan anak perempuannya itu, namun ini semua lebih kepada Yumna ingin Zahra menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Gadis itu sudah terlalu sepele dengan apa yang kedua orang tuanya sampaikan, maka dibutuhkan orang lain yang lebih tegas untuk merubah sikap Zahra, untuk memperbaiki apa yang sempat salah dengan gadis itu.
Sepuluh menit kemudian Zahra turun ke lantai satu sudah rapi dengan baju yang lebih bagus.
Dia melangkah begitu saja meninggalkan mamanya yang sedang menunggunya di depan TV. Zahra berjalan cepat menuju halaman kemudian masuk ke dalam mobil.
"Andaru kan yang nyetir, kamu duduk di depan dong," ujar Yumna dari kaca.
Malas berdebat, Zahra memilih keluar dari mobil kemudian pindah duduk di samping Andaru yang tampak tenang di balik kemudi.
Kemudian Yumna naik di kursi penumpang belakang. Perjalanan diisi dengan keheningan, bahkan sampai tempat fitting Zahra tampak tak berbicara sama sekali, hanya Andaru yang sesekali mengobrol dengan Yumna. Zahra tak tertarik dengan apa pun.
Zahra berjalan mengikuti uminya yang kemudian diikuti Andaru di belakangnya.
Seorang palagan toko menyambut mereka kemudian menggiring ketiganya ke suatu tempat yang sudah dijanjikan. Sebelum ini Yumna memang sudah membuat janji dengan pemilik butik.
"Selamat datang," kata Kamila selaku pemilik butik.
"Siapa yang mau menikah Yum?" tanya wanita berkerudung yang tampilannya kurang lebih sama dengan Yumna itu.
"Zahra, kan aku udah kemarin Mil," ujar Yumna memberitahu.
"Zahra anak kamu yang paling kecil?" tanya Kamila agak terkejut.
"Iyalah emangnya Zahra yang mana lagi?"
"Lah aku malah ngira kalau calonnya Fatih atau Al itu namanya Zahra juga. Emangnya Zahra udah selesai sekolahnya?" tanya Kamila heran, terakhir dia dan Yumna sama-sama mendaftarkan anak mereka ke SMA Pengubah Bangsa, tak mungkin anaknya belum tamat tapi Zahra sudah tamat kan?
"Belum Mil, Zahra tuh bandel banget dan kamu tau sendiri kan Arifin gimana? Aku ikut keputusan dia aja, nggak mungkin abinya nggak ngasih yang terbaik buat Zahra." Yumna tersenyum sambil membelai-belai kepala Zahra.
Kini Kamila beralih menatap Zahra, kemudian teman baik Yumna itu mengangguk, iya dari tampilannya pun Kamila bisa menebak seperti apa Zahra.
"Ya udah yuk Ra, dan... " Kamila menggantung kalimatnya meminta Andaru meneruskan.
"Andaru Tante," ucap Andaru sembari menyalami tangan Kamila.
Kamila mengangguk lantas menepuk pundak Andaru memintanya untuk ikut.
Andaru dan Zahra di bawa ke sebuah ruangan kemudian dititipkan pada karyawan Kamila untuk diukur tubuhnya.
"Kalian berdua mau menikah?" tanya salah satu perancang busana butik Kamila itu.
"Iya," jawab Andaru karena Zahra tampak enggan menjawab.
"Yakin?" tanya Deby karena sepenampakannya dua orang di depannya ini sangat muda.
"Iya, gila kan orang tua gue," kata Zahra tanpa pikir panjang.
Andaru menoleh dan sadar bahwa benar-benar ada yang perlu diperbaiki dalam diri Zahra.
***
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Gimana? Masih penasarankan sama kisah Andaru dan Zahra?
Tungguin terus ya, aku bakal usaha buat up sesering mungkin karena aku cinta kalian Daebak readers!!!
Kalau suka jangan lupa klik vote dan kalau ada kekurangan boleh kok di komen.
Semoga puasanya lancar selalu....
See you...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top