37. Hijrah

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


'Ketika kata Sah terucap maka masa depanmu juga menjadi masa depanku.'

De Beste Imam

~Thierogiara

***

Karena kegundahan hatinya, sekarang Zahra memutuskan untuk berhijab, baju sekolah yang sudah lama tersimpan di lemari kini Zahra keluarkan untuk dikenakan, sama seperti gamis yang lainnya, orang tua Zahra juga membelikan baju sekolah muslimah untuk Zahra.

Zahra meenatap dirinya sendiri di depan cermin, dia melihat sosok yang berbeda, dia yang biasa bar-bar menjadi kelihatan kalem. Pakaian yag dikenakannya sekarang seolah menutupi dosa-dosa yang selama ini menyelimuti Zahra, contoh kecilnya adalah rambut hijau terangnya tertutupi oleh kerudung.

Zahra menunduk, dia hanya sendirian di kamar sementara Andaru di luar sedang sarapan, jujur saja dia masih takut menghadapi dunia dengan panampilan seperti ini, Zahra takut kalau dunianya akan berhenti kemudian berputar pada sesuatu yang membosankan.

Gadis itu kemudian memejamkan mata memantapkan hati, ketika dirinya turun dan menghadap keluarganya, maka hijab itu bukan lagi sesuatu yang dapat ia permainkan, demi abinya, Andaru, dua saudara laki-lakinya juga dirinya sendiri yang penuh dosa ini, maka Zahra memutuskan untuk keluar dengan pakaian yang sekarang ia kenakan.

Zahra mungkin akan bersikeras jika ini untuk dirinya sendiri, jika memang surga harus ia perjuangkan sendirian, namun dalam hidupnya ada 4 laki-laki sekaligus yang akan terseret ke dalam neraka jika ia tak menutup auratnya.

Zahra berjalan turun dari lantai dua dengan langkah yang sangat hati-hati, dia masih tidak siap namun harus siap karena kematian tak akan pernah menunggu dirinya untuk siap.

Semula masih tak ada yang sadar dengan perubahan Zahra sampai Yumna menoleh dan langsung membekap mulutnya, semuanya ikut menoleh kea rah Zahra yang berjalan di tangga.

Andaru yang sebelumnya hendak memasukkan sendok ke dalam mulut langsung mengurungkan niatnya, dia terpana dengan Zahra dan hijabnya, gadis yang memakai baju putih itu semakin bersinar dengan kerudung putihnya.

“Aneh banget ya?” Zahra melihat kea rah dirinya sendiri, iya dia juga merasakan keanehan itu, tapi bukankah ini yang semua orang di rumahnya inginkan?

Yumna langsung menggeleng. “Enggak kok, MasyaAllah ya Bi, MasyaAllah kan Ru.” Yumna mendekat ke Zahra lantas menggiringnya ke meja makan.

Arifin hanya mengangguk-angguk sementara Andaru masih menatap Zahra.

“Alhamdulillah,” ucap Fatih yang juga berada di meja makan.

“Iya Alhamdulillah adek udah mau pakai kerudung,” timpal Yumna yang masih spechlees dengan perubahan Zahra.

“Ini kalau nggak betah juga bakal udahan,” kata Zahra seenaknya.

“Jangan dong!” tolak Andaru mentah-mentah membuat seluruh mata langsung tertuju padanya.

Andaru kemudian tertawa sungkan. “Cantikan gitu aja soalnya, pakai kerudung,” lanjut Andaru, jujur saja dia masih kikuk menjalani rumah tangga ini di tengah-tengah keluarga Zahra.

“Iya cantikan pake kerudung, daripada rambut hijau kamu itu nggak jelas!” Al menambahi perkataan Andaru, setelah itu dia mengunyah nasi gorengnya.

Zahra memanyunkan bibirnya. “Iya deh,” katanya tak berminat, Andaru tersenyum menatapnya saat Zahra duduk di sampingnya.

***

Andaru meremas tangan Zahra, berusaha meyakinkan istrinya itu kalau semuanya akan baik-baik saja, keduanya masih berada di dalam mobil, Zahra meminta untuk naik mobil ke sekolah, kini dia malah takut untuk turun dari mobil, apalagi ketika melihat teman-temannya yang berlalu lalang, perubahannya ini sangat tiba-tiba, Zahra sangat tak siap dengan reaksi mereka nantinya.

Zahra menatap Andaru dengan mata berbinar ingin menangis, bukannya merasa kasihan Andaru malah merasa kalau wajah istrinya itu menggemaskan.

Tak lagi bisa menahan diri Andaru langsung menarik pipi Zahra.

“Ruuuu!” rengek Zahra.

Andaru melihat ke arloji yang melingkar di pergalangan tangan kirinya. Sudah hampir bel masuk. “Kita mau sampe kapan di sini? Bentar lagi bell oh?” Andaru berusaha mengecoh Zahra dari pikiran jahat gadis itu.

“Tapi Ruuuu.” Zahra lagi-lagi merengek.

“Nggak apa-apa Zahra! Kamu cantik loh pake kerudung,” kata Andaru berusaha membuat Zahra merasa percaya diri.

Zahra menggeleng. “Ini bukan masalah cantik Andaruuuu, tapi nanti gimana respons mereka? Emangnya Veby sama Olla masih mau temenan sama aku?” tanya Zahra mendramatisir suaranya.

“Yang penting respons mereka atau respons Allah?” tanya Andaru.

Zahra menghela napasnya, rasanya tetap sulit, sebanyak apa pun kalimat penyemangat dari Andaru tetap saja rasanya percuma karena Zahra yang merasakan ini semua bukan Andaru.

Andaru memegang kedua bahu Zahra. “Percaya sama aku semua akan baik-baik aja, penilaian Allah selalu lebih penting daripada penilaian manusia,” terang Andaru, dengan matanya laki-laki itu berusaha mayakinkan Zahra.

“Tapi kalau ternyata aku nggak istiqomah gimana? Kalau hari ini hati aku mantap tapi besok nggak gimana?” tanya Zahra, rasanya dia ingin menangis sekarang juga.

Andaru menggeleng. “Kamu memulai semua ini karena apa? Jangan pernah takut kalau kamu sama Allah, Allah nggak akan pernah meninggalkan hambanya.” Dengan sorot mata serius Andaru berusaha meyakinkan Zahra.

Zahra perlahan mengangguk, kemudian tangannya membuka kunci mobil lalu membuka pintu dan keluar dari dalam mobil. Andaru melakukan hal yang sama, laki-laki itu tersenyum kea rah Zahra, sementara Zahra memantapkan hatinya, gadis itu memegang kedua tali tas di sisi tubuhnya.

Andaru berjalan ke arah Zahra kemudian mengambil tangan gadis itu, sekarang Andaru sudah tak peduli dengan pandangan orang lain, Zahra adalah istrinya, haknya jika dia memperlakukan Zahra sebaik ini.

Zahra menatap tangannya yang dipegang Andaru, gadis itu menghela napasnya, perlahan Zahra melangkahkan kakinya mengikuti Andaru yang mulai melangkah ke dalam pekarangan sekolah, Zahra terus menunduk sepanjang koridor, beberapa mata tentu saja tak bisa tak menatap Zahra, seorang gadis yang terkenal sangat mencintai Oppa-oppa Korea, dengan rambut hijau indahnya kini berjalan dengan kepala tertunduk dan aurat tertutup sempurna.

Andaru berusaha tersenyum ke orang-orang yang menatap heran ke arah Zahra, wajar orang-orang heran, karena memang perubahan sifatnya membuat orang-orang heran.

Andaru menoleh dan langsung menghentikan langkahnya saat mendapati Zahra tertunduk.

“Jangan menunduk Zahra, tunjukkan mahkota indahmu pada dunia,” ingatkan Andaru.

Perlahan Zahra mengangkat kepalanya, yang Andaru maksud mahkota adalah kepercayaan diri Zahra, Zahra harus percaya diri, dia harus percaya diri sebagai seorang muslimah.

“Semua akan baik-baik aja?” tanya Zahra.

Andaru mengangguk.

Perlahan Zahra berjalan dengan kepala yang sejajar dengan pandangannya, sesekali gadis itu menatap Andaru keduanya saling berbalas senyuman.

Andaru mengantarkan Zahra sampai depan kelas.

“Aku balik ke kelas ya,” pamit Andaru.

Tanpa di duga, Zahra mengambil tangan Andaru kemudian mencium punggungnya. Teman-teman sekelas Zahra langsung menatap penasaran ke keduanya, bahkan ada yang terang-terangan bersorak karena gemas.

Andaru menglus ubun-ubun Zahra.

“Assalamualaikum Andaru,” ucap Zahra.

“Waalaikumsalam,” balas Andaru yang lantas berjalan meninggalkan senyumannnya.

Menyenangkan sekali melihat Zahra menjadi wanita yang kalem.

Plakkk!!

Veby menampar pipi Zahra.

“Astagfirullah! Apa sih Veb?” tanya Zahra terkejut.

“Lo nggak kesambet kan?” tanya Veby.

“Atau gosip itu bener kalian udah nikah?” tanya Olla.

Zahra hanya mengedikkan bahu kemudian mendudukkan dirinya, baru saja hijrah sudah diuji dengan sahabat sendiri.

***

Lama ya? Maaf

Hidupku lagi amburegul banget guys, semoga kalian masih setia sama cerita ini ya.

Oh iya, ternyata nggak jadi end di bab 40. Aku bakal publish sampai epilog tapiiiii sebulan aja, karena apa? Aku mau coba kirim ke penerbit siapa taukan mereka lirik cerita ini.

Jadi setelah bab 40, bab 41 sampai seterusnya akan di up hanya sebulan.

Jadi yang bisa baca yang bener bener readers setia cerita ini yang ngikutin cerita ini dari awal.

Okey deh semoga suka ya....

Jangan lupa vote & comment.





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top