25. Ngambek
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
'Memilikimu adalah anugrah, maka sabar atasmu adalah kewajiban untukku.'
De Beste Imam
~Thierogiara
***
Sejak pulang sekolah sampai saat ini, Zahra memilih untuk tetap bungkam, semuanya sulit dijelaskan namun saat ini Zahra hanya merasa sedang lelah, sedang tak pantas untuk siapa pun. Anak-anak dipengajian sangat-sangat salihah, mereka mengenakan kerudung panjang yang menutupi lekuk tubuh mereka. Mereka,
Andaru menyadari perubahan yang ada dalam diri Zahra, Zahra hanya menemani Andaru makan siang tanpa menemani Andaru mengobrol, setelah makan siang Zahra langsung masuk ke kamar kemudian mengurung diri. Katika semuanya hampir sempurna, Zahra malah yakin kalau Andaru tak akan bisa mencapai kesempurnaan jika dengannya.
Zahra menutup seluruh tubuhnya dengan selimut kemudian setelah itu menangis, entah kenapa dia malah merasa tak pantas, tak pantas untuk siapa pun apalagi Andaru. Ada banyak wanita salihah di luar sana yang mengagumi Andaru, Andaru tak seharusnya memiliki istri seperti dirinya.
Andaru sendiri memutuskan untuk mencabuti rumpuk di sekitar rumah yang mulai tumbuh tinggi, dia ingin memberi ruang ke Zahra yang hari ini tiba-tiba aneh, mungkin gadis itu sedang pms sehingga sedikit-sedikit baper.
Sambil menarik-narik rumput agar tercabut dari tanah Ansdaru memikirkan hal apa saja yang terjadi hari ini, rasa-rasanya dia sama sekali tak membuat kesalahan. Bahkan Zahra sempat memanggilnya sayang tadi siang, Zahra sama sekali tak kelihatan badmood, dia tampak biasa saja, lantas sekarang kenapa?
Zahra menghapus asal air matanya kemudian bangkit dari kasur, mematut dirinya di cermin lemari baru kemudian merapikan rambut dengan mengikatnya tinggi-tinggi. Zahra kemudian memasukkan beberapa barang-barangnya yang berserakan di kamar Andaru. Setelah memastikan tak ada lagi yang tertinggal, Zahra lantas menutup kopernya lalu berjalan keluar dari kamar.
Andaru yang baru saja mencuci tangannya langsung menatap keheranan Zahra.
"Mau ke mana?" tanya Andaru.
"Pulang," jawab Zahra singkat. Andaru langsung meraih pergelangan tangan Andaru menahan istrinya itu.
"Kenapa?" tanya Andaru lagi, mereka berangkat dari rumah berdua, pulangnya juga harus berdua kan?
"Nggak kenapa-napa, Cuma mau pulang aja," jawab Zahra enggan menatap balik mata Andaru yang intens menatapnya.
"Aku anter?" tanya Andaru lagi.
"Nggak usah, aku udah pesen taksi online," ujar Zahra.
Andaru melepaskan tangan Zahra membiarkan gadis itu berjalan menjauh darinya, Andaru mengikutinya hingga teras kemudian menghela napas saat Zahra benar-benar tak berbalik, Zahra memilih pergi, padahal Andaru sendiri tak tahu apa masalahnya.
***
Zahra membuka pagar kemudian berjalan dengan menarik kopernya menuju rumah, dia tak bisa nyetir mobil, bisa tapi tak terlalu fasih. Jadi daripada membuat kegaduhan, maka lebih baik mengalah dan membiarkan mobilnya di rumah Andaru saja.
Zahra terus melangkah masuk ke dalam rumah mengabaikan tatapan heran orang-orang yang dilewatinya.
Zahra membuka pintu samping kemudian masuk ke dalam rumah. Yumna menyambutnya, umi Zahra itu menatap heran anaknya. Yumna berjalan mendekat ke Zahra lalu menatap koper yang Zahra tarik.
"Andaru mana?" tanya Yumna. Zahra hanya menggeleng kemudian terus berjalan mengabaikan uminya.
Yumna mengerutkan dahinya, ada apa sebenarnya? Sebelum menjadi menantunya pun Andaru sudah sangat bertanggung jawab, lantas sekarang kenapa?
"Kenapa kamu pulang sendirian?" tanya Yumna menahan bahu Zahra yang masih berusaha terus berjalan.
"Karena aku mau pulang, Zahra Cuma mau pulang Mi, itu aja," jawab Zahra yang sama sekali tak memberikan efek apa pun, hati Yumna masih tak tenang mendengarnya.
Yumna hanya menghela napas kemudian menggelengkan kepalanya, Zahra memang terlalu muda untuk sebuah hubungan rumit bernama pernikahan, namun Yumna tak menyangka kalau Zahranya masih saja sebocah itu menghadapi masalah.
Yumna membiarkan Zahra berjalan menuju kamarnya
"Ada apa Mi?" tanya Fatih yang juga baru pulang, dia ikut menatap punggung Zahra yang berjalan ke atas menaiki satu per satu anak tangga.
"Itu Zahra pulang, kayaknya ngambek sama Andaru," jelas Yumna, Fatih kemudian hanya menggelengkan kepalanya, dia juga tak paham dengan permasalahan rumah tangga karena memang ia belum berumah tangga.
"Tapi ditanyain diem aja," lanjut Yumna bercerita.
Fatih memegang bahu Uminya. "Ya udah biarin aja, entar Umi pusing lagi mikirinnya," ujar Fatih.
***
Selepas salat magrib Andaru mendoakan berbagai kebaikan untuk Zahra dan rumah tangga mereka, sesungguhnya Andaru sangat ingin mengejar Zahra, namun daripada mengejar gadis itu sekarang, dia lebih ingin untuk memberi ruang untuk dirinya dan juga Zahra. Mereka butuh waktu untuk memikirkan apa yang terjadi, Andaru masih harus menyadari apa yang salah, apa salahnya hingga dia bisa memperbaikinya.
Selesai dengan waktunya bersama Allah, Andaru melanjutkan kegiatan dengan berjalan menuju meja makan untuk makan malam dengan kedua adiknya. Nisa mengerutkan keningnya, sedari siang sebenarnya dia sudah penasaran dengan keberadaan Zahra, sejak siang dia belum bertemu dengan Zahra.
"Kak Zahra mana Bang?" tanya Dito yang seolah menyuarakan apa yang sebenarnya menganggu pikiran Nisa.
"Pulang ke rumahnya," jawab Andaru.
Nisa mengangguk, dia adalah tipe orang yang tidak terlalu ambil pusing dengan urusan orang lain sekalipun Andaru abangnya sendiri. Abangnya itu sudah menikah, sudah memiliki kehidupan baru, Nisa tak perlu banyak tahu hal-hal yang memang seharusnya tak ia tahu.
"Ngapain? Ayah sama ibu kan pulangnya masih satu minggu lagi," ujar Dito yang ternyata masih penasaran, Andaru tersenyum ke arah adiknya itu, Dito masih kecil, wajar banyak bertanya.
"Mungkin kak Zahra kangen sama orang tuanya Dit, makanya pulang, bseok-besok juga paling ke sini lagi." Bukan Andaru, namun Nisa yang menjawab pertanyaan Dito.
Andaru tersenyum, dia bersyukur memiliki adik yang bijak seperti Nisa, Nisa adalah gambaran ibunya, Nisa seperti sosok ibunya yang terlahir kembali, meski umurnya masih belia namun pemikiran Nisa cukup dewasa, itu juga yang menjadi alasan orang tua mereka selalu tenang meninggalkan rumah dengan mereka.
"Kayak Dito, kangen juga kan sama ibu sama ayah?" tanya Andaru.
Dengan polosnya Dito mengangguk. "Apalagi ayah, kangen banget dibeliin sari roti pas berangkat sekolah," ujar Dito.
"Oh jadi ayah sering beliin sari roti? Ya udah besok Abang beliin." Andaru mengelus lembut rambut Dito, Andaru sangat menyayangi kedua adiknya. Maka Andaru selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk adik-adiknya.
Sementara Zahra yang juga sedang makan malam di rumahnya hanya mampu memasukkan sedikit nasi ke dalam perutnya, rasa seleranya mnguar begitu saja mengingat hari ini Andaru sama sekali tak menghubunginya.
Yumna dan Arifin asik saling menatap sembari memikirkan apa sebenarnya yang terjadi dengan Zahra.
"Dimakan Dek, bukan diaduk-aduk," ujar Fatih, mala mini hanya ada Yumna, Arifin, Fatih dan Zahra di meja makan karena Al sedang terbang hingga tiga hari kedepan.
"Hmmm." Zahra membalas omongan abangnya dengan gumaman.
"Andaru tadi nggak ngajar ke mana?" tanya Fatih.
"Tau deh," jawab Zahra ogah-ogahan.
"Dek!!" panggil Fatih.
Mendengar suara tegas abangnya, Zahra lantas mengangkat kepala menatap balik abangnya.
"Kalau ada masalah itu diselesaikan, bukan kabur-kaburan kayak gini, kamu mungkin masih muda, tapi kamu udah menikah, jadi coba untuk lebih dewasa nggak ada masalah yang nggak ada jalan keluarnya," ujar Fatih yang pada akhirnya jengah juga dengan kelakuan adiknya.
Zahra terdiam, bahkan tak ada masalah pasti, dia juga tak tahu kenapa dia marah.
***
Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Update lagi, bakal up setiap hari ya... Soalnya aku udah ada ide baru🤭
Jangan lupa vote & comment
See you...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top