18. Sabar

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


'Aku tak akan pernah memaksamu untuk mencintaiku, namun aku akan membujuk Allah untuk membuatmu jatuh cinta padaku.'

Andaru

De Beste Imam

~Thierogiara

***

Sayup-sayup Zahra bisa merasakan hembusan angin mengenai lehernya, namun anehnya rasanya sangat teratur, perlahan Zahra membuka matanya, sekali lagi dia bangun lebih pagi dari Andaru. Begitu mata Zahra terbuka sempurna yang pertama kali dia lihat adalah rambut Andaru, Zahra bisa mencium wangi yang menguar dari rambut suaminya itu. Dan angina yang berhembus yang terasa di leher Zahra itu adalah napas Andaru. Zahra memegang kening Andaru memastikan suhu tubuh cowok itu, panasnya sudah turun.

"Alhamdulillah," ucap Zahra.

Mendengar itu Andaru ikut-ikutan membuka mata, dia tersenyum karena tangan Zahra masih melingkar memeluk tubuhnya. "Makasih Zahra," ucap Andaru.

Zahra langsung melepaskan lingkaran tangannya lantas mendorong Andaru menjauh darinya, dengan isengnya Andaru mendekat dan memeluk Zahra dari belakang, Zahra diam, Andaru adalah suaminya, meski pernikahan mereka sedikit berbeda dengan pernikahan pada umumnya tetap saja Andaru adalah suaminya, apa pun soal Zahra adalah hak Andaru.

Kini Zahra yang bisa merasakan hembusan napas Andaru di tengkuknya, beberapa kali Zahra mengedipkan mata. Zahra melepaskan tangan Andaru yang melingkar di perutnya kemudian membalik badan kembali menghadap Andaru.

"Kita ini kenapa sih?" tanya Zahra.

Andaru diam, dia juga tidak tahu harus menjawab apa, pertanyaan Zahra tak begitu jelas, takutnya salah-salah jawab Andaru langsung didepak dari statusnya sebagai suami Zahra.

"Ya udah salat yuk," ajak Andaru mengalihkan pembicaraan, dia langsung bangkit dari posisi tidurnya kemudian berjalan ke kamar mandi. Kita ini kenapa sih? Sebuah pertanyaan yang kurang masuk akal menurut Andaru, waktu itu ketika akad, Andaru sama sekali tak melakukan kesalahan, apa itu masih kurang jelas di mata Zahra? Namun Andaru tak akan marah, ini adalah keputusannya, dia akan menjalani semuanya dengan sepenuh hati sampai Zahra benar-benar menerima keberadaannya di sisi gadis itu.

Zahra yang masih di atas kasur menghela napasnya, iya dia tahu pertanyaan itu tak seharusnya ia lontarkan namun Zahra takut, dia takut kalau Andaru benar-benar jatuh cinta dengannya, Zahra takut kalau pernikahan ini akan benar-benar mengikatnya, bagaimana pun impian Zahra masih sama kuliah di Leiden university kemudian hidup bahagia tanpa campur tangan kedua orang tuanya. Sekarang Zahra menikmati perannya sebagai istri Andaru ya karena dia memang tak punya pilihan lain.

Setelah Andaru keluar dari kamar mandi, gentian Zahra yang masuk untuk mengambil wudhu, hari Andaru salat subuh di rumah, kembali mereka berdua salat subuh berjamaah, selesai salat Andaru memilih bermurajaah sementara Zahra keluar kamar untuk menghindari kecanggungan, sebenarnya skin ship di antara mereka sudah lumrah, namun kalimat salah Zahra tadi membuat semuanya jadi tidak mengenakkan.

Zahra berusaha untuk sok sibuk di dapur membantu uminya yang sedang memasak. "Tumben?" tanya Yumna.

"Pas Umi tinggal kemarin juga aku masak kok," kata Zahra asik dengan buncisnya.

"Mandi aja sana, entar kamu telat ke sekolah." Zahra tak membantah, dia langsung kembali berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Saat Zahra membuka pintu kamar Andaru baru keluar dari kamar mandi dengan celana boxer andalannya.

"Gambar-gambar itu wajib banget di pajang?" Andaru menunjuk poster-poster bergambar oppa milik Zahra.

"Iyalah! Gue kan cinta banget sama mereka."

"Risih tau berasa lagi dilihatin kalau pakai baju," ujar Andaru sembari mengeluarkan kemejanya dari lemari, perlahan tubuh Andaru sudah menjadi konsumsi sehari-hari Zahra, bukan hanya sehabis mandi, ketika bermain ponsel atau membaca buku pun Andaru jarang mengenakan baju, kalaupun memakai kaos, pasti kaosnya akan dibuka, katanya kulitnya dingin kalau langsung nempel ke kain seprai.

"Biarin aja, emang tujuannya itu, gue pengen dilihatin mereka terus." Zahra menjelaskan semabari senyum-senyum tak jelas membuat Andaru yang sedang mengancingkan baju menggeleng-gelengkan kepalanya, dia tak menyangka kalau istrinya itu seaneh ini.

"Buat apa sih?" tanya Andaru lagi, buat apa mengidolakan sosok yang bahkan tak tahu kalau kita ada? Mending Rasulullah yang sudah pasti memohonkan ampunan untuk para hambanya agar tak tercebur ke neraka.

"Lo nggak bisa lihat? Mereka tuh gantengnya nggak ngotak Ru, mereka tuh gantengnya di luar logika gue, makanya gue cinta banget." Zahra menyambar handuknya, dia harus mandi untuk berangkat ke sekolah.

"Pekara ganteng di sini juga yang asli ada," celetuk Andaru membuat Zahra yang sudah akan menutup pintu kamar mandi menghentikan langkahnya.

"Hahaha! Narsis banget lo!!" sembur Zahra sebelum benar-benar masuk ke kamar mandi.

***

"Turun yuk," ajak Zahra, mereka harus sarapan baru kemudian berangkat ke sekolah.

"Duluan aja, aku masih mau cari kaos kaki." Andaru sibuk membongkar keranjang pakaian dalamnya yang ada di lemari.

"Perlu bantuan?" tanya Zahra, seharusnya memang Zahra langsung membantu saja mengingat Andaru adalah suaminya, namun selama ini kaos kaki Andaru selalu tergabung dengan pakaian dalamnya, takutnya dia tak nyaman jika Zahra ikut mengobrak-abrik keranjang pakaian dalamnya.

"Nggak, kamu ke bawah duluan aja, lima menit lagi aku nyusul," ujar Andaru, Zahra itu kalau makan lambat, bahkan agar nafsu kadang harus menonton mukbang di youtube, Andaru tak mau mereka terlambat hanya karena menunggu Zahra makan.

"Oke deh, gue ke bawah duluan," pamit Zahra.

Sampai di meja makan, berbagai makanan sudah terhidang.

"Andaru mana?" tanya Yumna.

"Masih di kamar, cari kaos kaki," jawab Zahra.

Yumna langsung berkacak pinggang mendengar jawaban dari Zahra barusan. "Kamu cariin dong sayang, kasihan Andaru," ujar Yumna dengan nada yang akan mengarah ke omelan.

"Nggak mau Mi, Andaru mau cari sendiri, Zahra udah nawarin bantuan kok," kata Zahra membela diri.

"Ya kamu nggak usah nanya dong, langsung bantuin aja, gimana sih sayang? Kan udah jadi istri sekarang, kewajiban istri adalah melayani suami, mengurus suami dengan baik," jelas Yumna, iya tapi masalahnya Zahra tak bisa.

Zahra tersenyum ke arah uminya. "Umi, ini kan rumah tangga Zahra, Zahra yang tau gimana dalemnya, Zahra selalu dengerin kok nasihat Umi, tapi ada sesuatu yang memang Zahra nggak bisa bilang ke Umi, jadi aku nggak bantuin Andaru," terang Zahra, uminya tak salah, namun beberapa hal memang cukup menjadi rahasia antara Zahra dan Andaru. Tidak mungkinkan Zahra mengatakan kalau dia tak bisa membantu Andaru karena kaos kakinya berada di tempat yang sama dengan pakaian dalamnya?

Yumna tak lagi bisa berkata-kata, dia akhirnya duduk di kursinya bersiap untuk makan, dia sedikit sadar bahwa dia tak seharusnya terlalu mencampuri urusan Zahra dan Andaru, mungkin keduanya memang masih tinggal dengannya, mungkin keduanya bisa dibilang masih bocah, namun sebuah perjalanan akan mendewasakan mereka berdua, keduanya pasti akan bisa menyesuaikan diri seiring berjalannya waktu.

Zahra langsung mengambil dua lembar roti tawar kemudian mengoleskan selai ke salah satunya, di saat yang sama Andaru tengah berjalan menuruni anak tangga.

"Mau selai apa Ru?" tanya Zahra.

"Mau makan nasi aja," jawab Andaru, meski sapaan Zahra ke Andaru tak ada manis-manisnya, namun Yumna tetap tersenyum mendapati perhatian anaknya itu ke suaminya, Yumna merasa kalau hubungan Andaru dan Zahra berkembang sangat pesat.

Selesai mengoles selai strawberry-nya ke atas roti, Zahra menyendok nasi kemudian membawanya ke piring Andaru. "Lauknya mau pakai apa?" Bahkan sekarang Zahra tak perlu diingatkan lagi, dia sudah tahu tugasnya, dia sudah tahu bagaimana melayani Andaru dengan baik dan benar.

"Capcai sama udang aja," ujar Andaru.

"Sambelnya nggak mau? Gue loh yang ngeblender cabenya," kata Zahra maik turunkan alisnya.

"Jangan makan sambel, pagi-pagi entar mules," ingatkan Yumna membuat Zahra mengurungkan niatnya menyendokkan sambel.

"Makasih Yang."

"Heh?" Zahra yang sudah berpaling kembali menoleh kea rah Andaru.

"Makasih Sayang," ulang Andaru tanpa sungkan, menghadirkan senyum tak jelas di wajah Yumna, yang lainnya? Tentu saja memasang tampang datar, para laki-laki yang memang selalu berpikiran logis menggap hal tesebut lumrah di kalangan suami istri.

Andaru dan Zahra selesai makan kemudian berpamitan lantas meninggalkan meja makan untuk berangkat ke sekolah. Yumna menyenggol lengan Arifin. "Udah siap nggak Bi, punya cucu?" tanyanya, kalau dia sendiri sudah sangat siap.

"Siap, biar Zahra semakin dewasa," kata Arifin dengan santainya membuat Al dan Fatih saling berpandangan.

Sementara di luar, Andaru sedang memanaskan motor, Zahra sudah siap dengan helm yang terpasang di kepalanya dan tiba-tiba Axel datang menghancurkan suasana hati Andaru yang sedang sangat baik.

"Yah Axel datang," kata Zahra tak tahu harus bagaimana.

"Yuk Yang," ajak Axel yang masih di atas motor di depan pagar rumah Zahra.

"Gimana?" tanya Zahra, sungguh dia sangat tak enak hati dengan Andaru.

"Ya udah sana," suruh Andaru.

"Lo nggak marah?" tanya Zahra takut-takut.

Andaru menggeleng. "Nggak," katanya. Zahra perlahan berjalan menuju Axel kemudian berangkat bersama menuju sekolah.

Andaru hanya menghela napasnya di belakang, belum saatnya, belum saatnya Andaru posesif, Zahra masih butuh waktu untuk ini semua.

***
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Apa kabar cinta-cintaku? Masih suka kan sama kisah Zahra dan Andaru?

Aku tuh suka banget sama notif dari kalian, makanya update!! Hahaha!

Mari sama-sama kita contoh kesabaran Andaru karena orang sabar disayang Allah.

Jangan lupa vote & comment ya kalau suka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top